BPOM Dorong Peningkatan Fitofarmaka Nasional: Upaya Ciptakan Ekosistem yang Kondusif
BPOM menekankan perlunya upaya besar untuk meningkatkan industri fitofarmaka nasional, termasuk menciptakan ekosistem bisnis yang mendukung riset dan pengembangan, serta revisi peraturan terkait.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan perlunya upaya besar untuk meningkatkan industri fitofarmaka nasional. Hal ini disampaikan Kepala BPOM, Taruna Ikrar, dalam pertemuan dengan DPR RI di Jakarta pada Kamis, 15 Mei 2023. Pertemuan tersebut membahas berbagai tantangan dan peluang dalam pengembangan fitofarmaka di Indonesia, serta peran pentingnya dalam sistem kesehatan nasional.
Indonesia memiliki kekayaan hayati yang luar biasa, dengan lebih dari 30.000 spesies tanaman. Lebih dari 17.000 spesies telah diekstrak dan digunakan dalam obat-obatan tradisional Indonesia, termasuk jamu. Namun, dari jumlah tersebut, hanya 78 yang terstandar sebagai obat herbal, dan hanya 21 yang telah teruji secara klinis dan terbukti khasiatnya sebagai fitofarmaka.
Kepala BPOM menekankan pentingnya pengembangan fitofarmaka. "Fitofarmaka itu artinya sudah lulus uji klinis 1, 2, 3, dengan efikasi yang jelas. Jadi sebetulnya tidak ada alasan lagi untuk tidak menggunakan fitofarmaka," ujar Taruna Ikrar. Pernyataan ini menunjukkan keyakinan BPOM terhadap potensi besar fitofarmaka untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia.
Tantangan dan Peluang Pengembangan Fitofarmaka
Meskipun potensi fitofarmaka sangat besar, pengembangannya masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satu kendala utama adalah ekosistem usaha yang belum sepenuhnya kondusif bagi pelaku usaha untuk melakukan riset dan pengembangan. Hal ini perlu segera diatasi agar industri fitofarmaka dapat berkembang pesat.
Selain itu, peraturan perundangan juga menjadi hambatan. Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 58 tentang kelembagaan, misalnya, dinilai perlu direvisi untuk mempermudah pengembangan dan akses fitofarmaka. BPOM berkomitmen untuk melakukan perubahan pada PMK tersebut guna memperlancar proses pengembangan fitofarmaka.
Dengan terbukanya akses dan tersedianya regulasi yang mendukung, pengembangan fitofarmaka akan semakin mudah dan pesat. Hal ini akan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia dan meningkatkan daya saing produk kesehatan nasional di pasar internasional.
Integrasi Fitofarmaka ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional
Salah satu tujuan utama pengembangan fitofarmaka adalah integrasinya ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Dengan masuknya fitofarmaka ke dalam program JKN, masyarakat akan lebih mudah mengakses obat-obatan herbal yang telah teruji klinis dan aman. BPOM berharap revisi PMK Nomor 58 dan upaya peningkatan ekosistem usaha dapat membuka jalan bagi integrasi fitofarmaka ke dalam JKN.
Integrasi ini akan memberikan dampak positif yang signifikan, baik dari segi kesehatan masyarakat maupun perekonomian nasional. Masyarakat akan mendapatkan akses yang lebih mudah dan terjangkau terhadap pengobatan herbal yang efektif, sementara industri fitofarmaka nasional akan mendapatkan dukungan yang lebih besar untuk berkembang.
BPOM optimistis bahwa dengan berbagai upaya yang dilakukan, fitofarmaka akan semakin berperan penting dalam sistem kesehatan Indonesia. Hal ini akan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memperkuat posisi Indonesia sebagai negara dengan kekayaan hayati yang melimpah dan termanfaatkan secara optimal.
Dengan masuknya fitofarmaka ke dalam program JKN, diharapkan akan meningkatkan cakupan layanan kesehatan dan memberikan pilihan pengobatan yang lebih beragam bagi masyarakat Indonesia. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan mewujudkan Indonesia yang sehat dan sejahtera.
Kesimpulan
Pengembangan fitofarmaka di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, namun memerlukan upaya yang terintegrasi dan komprehensif. BPOM, bersama dengan berbagai pihak terkait, terus berupaya untuk menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pengembangan industri fitofarmaka, termasuk revisi peraturan dan integrasi ke dalam JKN. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan akses masyarakat terhadap pengobatan herbal yang aman dan efektif, serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.