BPOM Targetkan Pelabelan Nutri-Grade Rampung Tahun 2025
BPOM optimis pelabelan Nutri-Grade untuk makanan dan minuman guna menurunkan angka kematian akibat konsumsi gula, garam, dan lemak tinggi akan tuntas tahun 2025.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, menyatakan optimisme terhadap penyelesaian kebijakan pelabelan Nutri-Grade atau kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) pada makanan dan minuman di tahun 2025. Saat ini, BPOM tengah melakukan harmonisasi kebijakan dan berdiskusi dengan pelaku usaha untuk menentukan desain label yang tepat.
Kebijakan Nutri-Grade ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. "Kami perlu masukan apakah pengaturan pelabelan berupa warna, komposisi, atau peringatan. Belum ada kesepakatan," ujar Ikrar saat ditemui di Jakarta, Selasa.
Ikrar menjelaskan bahwa inisiatif label sehat dari BPOM akan selaras dengan kebijakan Nutri-Grade yang akan diratifikasi. Persyaratan tertentu harus dipenuhi untuk mendapatkan grade label yang tepat, termasuk memenuhi tingkat Nutri-Grade yang sesuai. "Kami juga akan membahas masa tenggang. Jika peraturan ini berlaku, pelaku usaha industri harus melakukan penyesuaian atau reformulasi. Setidaknya mengubah label, dan itu membutuhkan waktu. Kami juga membahas jangka waktu untuk sepenuhnya menerapkan peraturan ini," tambah Ikrar.
Proses Harmonisasi dan Keterlibatan Stakeholder
Dalam proses harmonisasi, BPOM melibatkan kementerian dan lembaga terkait, termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pangan Nasional. Sebelumnya, Ikrar menyatakan bahwa 73 persen kematian disebabkan oleh konsumsi GGL yang tinggi.
Konsumsi GGL tinggi dapat menyebabkan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, diabetes, dan kanker. Oleh karena itu, peraturan Nutri-Grade sangat penting untuk melindungi kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan merekomendasikan batas konsumsi GGL harian per orang: 50 gram atau empat sendok makan gula, 2.000 miligram natrium atau 5 gram atau satu sendok teh garam (natrium), dan 67 gram lemak atau lima sendok makan minyak goreng.
Tujuan dan Manfaat Pelabelan Nutri-Grade
Tujuan utama dari kebijakan Nutri-Grade adalah untuk memberikan informasi yang jelas dan mudah dipahami kepada konsumen mengenai kandungan GGL dalam produk makanan dan minuman. Dengan demikian, konsumen dapat membuat pilihan yang lebih sehat dan bijak dalam memenuhi kebutuhan gizinya.
Pelabelan Nutri-Grade diharapkan dapat membantu menurunkan angka kematian akibat penyakit tidak menular yang disebabkan oleh konsumsi GGL berlebih. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk mendorong industri makanan dan minuman untuk memproduksi produk yang lebih sehat dan rendah GGL.
BPOM berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk memastikan implementasi kebijakan Nutri-Grade berjalan lancar dan efektif. Diharapkan, dengan adanya kebijakan ini, masyarakat Indonesia dapat hidup lebih sehat dan terhindar dari penyakit tidak menular.
Tantangan Implementasi dan Solusi
Meskipun BPOM optimis, implementasi kebijakan Nutri-Grade tentu menghadapi tantangan. Salah satu tantangannya adalah memperoleh kesepakatan dari seluruh pemangku kepentingan terkait desain dan implementasi label. Selain itu, dibutuhkan waktu dan upaya untuk melakukan reformulasi produk agar sesuai dengan standar Nutri-Grade.
Untuk mengatasi tantangan tersebut, BPOM akan terus melakukan dialog dan koordinasi dengan para pelaku usaha. BPOM juga akan memberikan masa tenggang yang cukup bagi industri untuk melakukan penyesuaian. Dengan demikian, diharapkan implementasi kebijakan Nutri-Grade dapat berjalan dengan lancar dan efektif.
BPOM juga akan melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar memahami arti dan manfaat dari label Nutri-Grade. Dengan pemahaman yang baik, masyarakat dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk membuat pilihan konsumsi yang lebih sehat.
Kesimpulannya, kebijakan Nutri-Grade merupakan langkah penting untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. Meskipun terdapat tantangan, BPOM optimis kebijakan ini dapat diimplementasikan dengan baik dan memberikan dampak positif bagi kesehatan masyarakat.