Budaya Patriarki: Tantangan Besar Indonesia Menuju Kesetaraan Gender
Komnas Perempuan soroti budaya patriarki sebagai penghambat utama kesetaraan gender di Indonesia, mendesak pemerintah untuk aksi nyata dan implementasi kebijakan progresif.
Jakarta, 11 Maret 2025 - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyatakan bahwa budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia menjadi penghalang utama dalam upaya mencapai kesetaraan gender. Hal ini disampaikan oleh Anggota Komnas Perempuan, Prof. Alimatul Qibtiyah, dalam workshop peringatan Hari Perempuan Internasional (IWD) 2025 di Jakarta. Pernyataan ini menyoroti pandangan masyarakat yang masih menempatkan laki-laki di atas perempuan, bahkan menganggap perempuan sebagai sumber fitnah atau objek seksual.
Prof. Alimatul Qibtiyah menjelaskan bahwa pemerintah perlu mengambil langkah-langkah nyata untuk mempercepat tercapainya kesetaraan. Langkah ini meliputi meminimalisasi dampak buruk budaya patriarki terhadap laki-laki dan perempuan, serta mengimplementasikan tafsir agama yang moderat dan progresif. Beliau menekankan pentingnya meninggalkan tafsir-tafsir agama yang konservatif yang membatasi peran perempuan.
Lebih lanjut, Prof. Alimatul Qibtiyah memberikan contoh tafsir konservatif yang melarang perempuan keluar rumah karena dianggap sebagai sumber fitnah, atau yang memperbolehkan poligami. Sebaliknya, beliau mendorong penerapan tafsir yang lebih moderat dan progresif, seperti monogami dalam pernikahan. Pernyataan ini menunjukkan pentingnya peran agama dalam membentuk pandangan masyarakat terhadap kesetaraan gender.
Pemerintah Diminta Akselerasi Kebijakan Kesetaraan Gender
Selain perubahan perspektif keagamaan, Komnas Perempuan juga mendesak pemerintah untuk mengawal implementasi kebijakan perlindungan hak perempuan yang sudah ada. Prof. Alimatul Qibtiyah menekankan pentingnya pengawasan terhadap kebijakan yang telah disahkan agar benar-benar dijalankan secara efektif. Beliau juga mendorong percepatan pengesahan kebijakan yang masih dalam tahap perencanaan.
Salah satu contoh kebijakan yang masih tertunda adalah Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Komnas Perempuan dengan tegas meminta agar pengesahan RUU ini tidak terus ditunda. Hal ini menunjukkan keprihatinan Komnas Perempuan terhadap perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga perempuan yang masih rentan terhadap eksploitasi.
Pernyataan ini menunjukkan urgensi pengesahan RUU PPRT sebagai bentuk nyata komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak perempuan. Keberadaan RUU ini diharapkan dapat memberikan payung hukum yang kuat bagi pekerja rumah tangga perempuan dan menjamin kesejahteraan mereka.
Tantangan Budaya Patriarki dan Jalan Menuju Kesetaraan
Budaya patriarki yang masih kuat di Indonesia menciptakan berbagai tantangan dalam mencapai kesetaraan gender. Perempuan masih seringkali menghadapi diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari akses pendidikan, pekerjaan, hingga politik. Peran perempuan dalam keluarga dan masyarakat juga seringkali dibatasi oleh norma-norma sosial yang kaku.
Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan upaya multisektoral yang melibatkan pemerintah, masyarakat, dan berbagai organisasi perempuan. Pendidikan dan penyadaran publik mengenai kesetaraan gender menjadi kunci penting dalam mengubah pola pikir masyarakat. Penting juga untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung partisipasi perempuan dalam semua aspek kehidupan.
Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan juga sangat penting. Korban kekerasan perlu mendapatkan perlindungan dan akses keadilan yang mudah dan efektif. Dengan demikian, perempuan dapat merasa aman dan terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi.
Kesimpulannya, upaya mencapai kesetaraan gender di Indonesia masih menghadapi tantangan besar, terutama dari budaya patriarki yang mengakar. Peran aktif pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan progresif, serta perubahan paradigma masyarakat, sangat penting untuk mewujudkan kesetaraan gender yang sesungguhnya.