BUMD Parkir: Solusi Atasi Kerugian dan Kemacetan di Jakarta?
Pansus Perparkiran DPRD DKI Jakarta mendorong pembentukan BUMD Parkir untuk meningkatkan pendapatan daerah dan mengatasi masalah kemacetan akibat pengelolaan parkir yang semrawut.
Jakarta, 17 Mei 2024 - Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) Perparkiran DPRD DKI Jakarta, Mujiyono, mengusulkan pembentukan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Parkir sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan parkir yang selama ini merugikan pendapatan daerah dan menyebabkan kemacetan. Usulan ini muncul setelah ditemukannya sejumlah permasalahan dalam pengelolaan parkir di Jakarta, mulai dari parkir liar hingga rendahnya pendapatan daerah dari sektor ini.
Menurut Mujiyono, "Tanpa lembaga yang fokus, kita terus tertinggal dalam mengelola aset yang ada." Ia menekankan bahwa pembentukan BUMD Parkir bukan hanya sekadar membenahi tata kelola parkir, tetapi juga strategi untuk menggali potensi pendapatan yang selama ini terabaikan. Pansus Perparkiran menilai pengelolaan parkir yang selama ini dilakukan dinilai kurang profesional dan menyebabkan kerugian keuangan daerah yang cukup signifikan.
Pembentukan BUMD Parkir diharapkan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan mengatasi kemacetan di Jakarta. Saat ini, banyak kendaraan yang parkir sembarangan di trotoar atau badan jalan, sehingga mengganggu pengguna jalan lain. Dengan pengelolaan yang lebih profesional, diharapkan masalah ini dapat diminimalisir.
Potensi Pendapatan yang Terbuang
Data dari Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) menunjukkan bahwa total aset Pemprov DKI Jakarta per tahun 2023 mencapai Rp700,9 triliun. Namun, hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan untuk sektor perparkiran melalui 13 perjanjian kerja sama sewa aset. Dari tanah seluas 55.450 meter persegi dan bangunan 9.500 meter persegi, PAD yang dihasilkan hanya Rp61,75 miliar. Angka ini dinilai sangat kecil dibandingkan dengan nilai aset yang dimiliki, terutama jika dibandingkan dengan nilai aset jalan dan bangunan gedung yang mencapai Rp109 triliun.
Situasi di lapangan juga menunjukkan ketimpangan. Dari 441 ruas jalan yang dapat dijadikan lahan parkir on-street, hanya 244 ruas (sekitar 55 persen) yang beroperasi. Sementara untuk parkir off-street, dari 615 lokasi yang diatur dalam Pergub Nomor 188 Tahun 2016, hanya 69 lokasi yang aktif, dan belum semuanya tercatat sebagai aset Unit Pengelola (UP) Perparkiran.
Lebih memprihatinkan lagi, tren pendapatan dari sektor parkir menunjukkan penurunan tajam. Pendapatan turun drastis dari Rp107,89 miliar pada 2017 menjadi Rp57,02 miliar pada 2024. Ironisnya, kebutuhan warga Jakarta terhadap ruang parkir justru semakin besar seiring pertumbuhan jumlah kendaraan.
BUMD Parkir: Harapan untuk Tata Kelola yang Lebih Baik
Mujiyono optimistis bahwa BUMD Parkir dapat menerapkan pendekatan bisnis yang lebih fleksibel dan efektif dibandingkan dengan sistem sewa tradisional. BUMD Parkir diharapkan dapat menjalankan skema business to business (B2B), sehingga pengelolaan aset lebih profesional dan berdampak langsung pada PAD. Selain itu, BUMD Parkir juga diharapkan dapat menjadi instrumen strategis dalam upaya mengurai kemacetan di Jakarta.
Dengan manajemen modern, sistem digitalisasi, dan penegakan aturan yang konsisten, ruang-ruang parkir bisa tertata dengan baik. Hal ini akan berdampak pada kelancaran lalu lintas dan kenyamanan warga Jakarta. "Jakarta butuh tata kelola parkir yang visioner dan profesional. BUMD adalah jawabannya. Ini bukan hanya soal pendapatan, tapi soal bagaimana kita memanusiakan kota ini," tegas Mujiyono.
Kesimpulannya, pembentukan BUMD Parkir diharapkan mampu mengatasi permasalahan parkir di Jakarta, meningkatkan pendapatan daerah, dan menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih tertib dan nyaman bagi warga.