DPR Apresiasi Efisiensi Anggaran IKN, Minta Evaluasi Ulang
Anggota DPR Bambang Haryo Soekartono mengapresiasi efisiensi anggaran IKN namun meminta evaluasi ulang proyek tersebut karena masalah aksesibilitas dan biaya tinggi bagi masyarakat.
Anggota DPR RI Bambang Haryo Soekartono memberikan apresiasi terhadap efisiensi anggaran pemerintah, termasuk untuk Ibu Kota Nusantara (IKN), yang kini dialokasikan sebesar Rp5,04 triliun pada tahun 2025. Namun, ia menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap proyek IKN yang telah menghabiskan anggaran besar.
Pertimbangan Aksesibilitas dan Biaya
Bambang Haryo menyoroti pentingnya mempertimbangkan aksesibilitas dan biaya yang ditanggung masyarakat untuk mengunjungi IKN. Dengan populasi terbesar Indonesia berada di Pulau Jawa, perpindahan pusat pemerintahan ke IKN berpotensi menimbulkan masalah besar. Saat ini, jutaan orang bepergian ke Jakarta setiap hari menggunakan berbagai moda transportasi. Membayangkan perpindahan tersebut ke IKN, yang hanya memiliki moda laut dan udara yang terbatas, akan menimbulkan masalah besar.
Ia memberikan ilustrasi: jika 1 juta orang per hari bepergian ke IKN menggunakan pesawat dengan tarif Rp1,5 juta sekali jalan, maka biaya transportasi saja mencapai Rp3 triliun per hari, atau Rp1.095 triliun per tahun. Ini belum termasuk biaya akomodasi. Angka ini menunjukkan beban ekonomi yang sangat besar bagi masyarakat.
Kapasitas Infrastruktur yang Terbatas
Bambang Haryo juga mempertanyakan kemampuan infrastruktur di IKN dan sekitarnya untuk menampung jumlah penumpang yang signifikan. Bandara IKN hanya mampu menampung 600 penumpang per hari, sementara Bandara Balikpapan, sebagai bandara pendukung, hanya mampu menampung 41.100 penumpang per hari. Dibandingkan dengan proyeksi 1,5 juta penumpang per hari, kapasitas bandara tersebut sangat terbatas.
Lebih lanjut, ia menjelaskan keterbatasan jumlah pesawat di Indonesia (480 unit) dan kapasitas angkutnya (72.000 penumpang per hari). Ini jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan transportasi ke IKN. Terbatasnya apron di Bandara Balikpapan (20-30 pesawat) dan Bandara IKN (kurang dari 10 pesawat) semakin memperparah situasi.
Dampak Ekonomi dan Pelayanan Publik
Dari sisi ekonomi, Bambang Haryo menilai IKN sebagai pemborosan anggaran negara dan beban tambahan bagi masyarakat. Kesulitan akses ke IKN akan menghambat pelayanan publik, dan ini bertentangan dengan tujuan pemerintah untuk memberikan pelayanan maksimal kepada rakyat. Efisiensi anggaran pemerintah tidak akan berdampak signifikan jika masyarakat harus menanggung beban biaya tinggi untuk mencapai IKN.
Proyeksi ini belum termasuk ASN dan pekerja swasta yang bertugas di IKN, yang diperkirakan mencapai 2-3 juta orang. Jumlah ini akan menambah beban transportasi, terutama saat libur.
Solusi Alternatif: IKN sebagai Ibu Kota Kedua
Bambang Haryo, yang mengaku telah menolak pembangunan IKN sejak 2017, menyarankan agar IKN dipertimbangkan sebagai ibu kota dan pusat pemerintahan kedua, bukan pengganti Jakarta. Ia berharap IKN dapat menjadi pelengkap Jakarta, terutama dalam melayani masyarakat di Indonesia bagian timur. Hal ini pernah disampaikannya kepada Prof. Bambang Susantono, saat menjabat sebagai Kepala Badan Otorita IKN.
Kesimpulannya, meskipun mengapresiasi efisiensi anggaran IKN, Bambang Haryo menekankan perlunya evaluasi menyeluruh untuk mengatasi masalah aksesibilitas dan biaya yang tinggi bagi masyarakat. Ia mengusulkan alternatif IKN sebagai ibu kota kedua untuk melayani masyarakat Indonesia bagian timur.