DPR Bahas RUU BUMN: Erick Thohir Dukung Optimalisasi Peran BUMN
Komisi VI DPR dan Menteri BUMN Erick Thohir membahas urgensi revisi UU BUMN 2003 untuk meningkatkan kinerja dan kontribusi BUMN bagi perekonomian nasional, serta mengakomodasi perkembangan zaman.
Jakarta, 23 Januari 2025 - Komisi VI DPR RI menggelar rapat kerja dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, membahas rencana revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Rapat tersebut membahas urgensi penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Ketiga atas UU BUMN yang bertujuan untuk mengoptimalkan peran BUMN dalam pembangunan nasional.
Ketua Komisi VI DPR, Anggia Ermarini, menekankan pentingnya revisi UU BUMN mengingat peran strategis BUMN dalam mengelola sumber daya nasional, sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945. Anggia menyatakan, "Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya harus dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. BUMN adalah perpanjangan tangan negara untuk melaksanakan fungsi vital ini." Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa UU yang telah berusia lebih dari 22 tahun tersebut perlu disesuaikan dengan tantangan zaman.
Meskipun berperan krusial, kinerja BUMN diakui masih perlu peningkatan. Oleh karena itu, revisi UU ini dianggap penting untuk menjawab tantangan tersebut dan meningkatkan kontribusi BUMN terhadap perekonomian nasional. Beberapa poin penting perubahan dalam RUU BUMN yang dibahas meliputi penyesuaian definisi BUMN agar selaras dengan perkembangan terkini dan tugas-tugasnya yang semakin kompleks.
RUU ini juga mengatur pengelolaan anak usaha BUMN, termasuk penambahan definisi dan mekanisme pembentukan perusahaan anak. Perubahan lainnya mencakup aspek pengelolaan korporasi, khususnya terkait restrukturisasi, privatisasi, dan aksi korporasi lainnya. Tujuannya adalah untuk menciptakan BUMN yang lebih kompetitif di pasar global.
Dalam hal kebijakan Sumber Daya Manusia (SDM), RUU BUMN menitikberatkan pada penyediaan peluang bagi penyandang disabilitas, pemberdayaan masyarakat sekitar, dan peningkatan keterwakilan perempuan di jajaran direksi dan komisaris. Hal ini menunjukkan komitmen untuk membangun BUMN yang inklusif dan bertanggung jawab sosial.
Aspek privatisasi juga diatur lebih rinci dalam RUU ini, dengan penentuan kriteria dan mekanisme yang jelas agar manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat dan negara secara maksimal. Selain itu, RUU ini juga menekankan tanggung jawab sosial BUMN, termasuk pembinaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) serta masyarakat di sekitar lokasi operasional mereka.
Transparansi dan tata kelola yang baik menjadi fokus utama revisi UU BUMN. RUU ini memperkuat pengawasan eksternal oleh akuntan publik, serta pembentukan komite audit dan pengawasan internal yang independen. Anggia Ermarini menjelaskan bahwa RUU tersebut telah melalui proses harmonisasi dan penyempurnaan konsep di Badan Legislasi DPR sebelum diserahkan ke Komisi VI. Komisi VI telah mendapat mandat untuk membahas RUU ini lebih lanjut pada rapat paripurna 23 Januari 2025 dan akan segera membentuk panitia kerja (Panja) untuk mempercepat proses pembahasan. Komisi VI dan Kementerian BUMN juga berkomitmen untuk membuka partisipasi masyarakat secara luas dalam proses legislasi ini.