DPR Desak Kepala Daerah Aktif Atasi Masalah Pendidikan di Daerah 3T
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Himmatul Aliyah mendesak kepala daerah proaktif selesaikan kendala pendidikan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), terutama masalah akses pendidikan yang jauh.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Himmatul Aliyah, mendesak kepala daerah untuk mengambil peran aktif dalam mengatasi permasalahan pendidikan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi X DPR RI bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil di Jakarta, Senin (5/5). Himmatul Aliyah menekankan pentingnya komitmen kepala daerah dalam memetakan kendala akses pendidikan warga, seperti jarak rumah ke sekolah yang jauh, dan mencari solusi untuk mendekatkan akses pendidikan tersebut.
"Komitmen kepala daerah sangat penting. Mereka harus bisa memetakan warga yang sekolahnya jauh dan mengupayakan adanya sekolah yang lebih dekat," tegas Himmatul Aliyah, yang akrab disapa Himma. Menurutnya, penyelesaian masalah pendidikan di daerah 3T membutuhkan kolaborasi semua pihak, bukan hanya mengandalkan pemerintah pusat. Peran aktif pemerintah daerah dinilai krusial untuk memastikan pemerataan akses pendidikan di seluruh wilayah Indonesia.
Hal senada disampaikan oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Dalam RDPU tersebut, Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, memaparkan hasil pemantauan yang menunjukkan keterbatasan akses pendidikan di daerah 3T, khususnya pada jenjang pendidikan menengah. Ubaid menjelaskan bahwa sekolah-sekolah yang dekat dengan permukiman warga di daerah 3T umumnya hanya tersedia hingga tingkat pendidikan dasar (SD). Untuk melanjutkan pendidikan ke SMP dan SMA, warga harus menempuh jarak yang jauh dan medan yang sulit.
Akses Pendidikan Menengah di Daerah 3T: Tantangan Jarak dan Medan
Ubaid Matraji menjelaskan lebih lanjut bahwa jarak dan medan yang sulit menjadi kendala utama bagi warga daerah 3T untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP dan SMA. Banyak warga yang memilih untuk bekerja daripada menempuh perjalanan jauh ke sekolah. "Jarak dan medan menjadi alasan mereka (sekolah) sampai SD saja, enggak bisa lanjut ke SMP," ungkap Ubaid. Kondisi geografis yang menantang dan keterbatasan infrastruktur transportasi di daerah 3T semakin memperparah permasalahan ini.
Lebih lanjut, Ubaid mengungkapkan adanya persepsi di masyarakat daerah 3T bahwa bekerja lebih menguntungkan daripada bersekolah. Mereka beranggapan bahwa setelah lulus sekolah pun, mereka akan tetap menjadi petani. "Mereka berpikiran kalau sekolahnya ujung-ujungnya jadi petani, sehingga dari sekarang saja mereka menjadi petani. Jadi, kenapa harus jauh-jauh, dua jam, tiga jam naik perahu hanya untuk lulus SMP," jelas Ubaid. Persepsi ini menunjukkan pentingnya edukasi dan pemahaman yang tepat mengenai pentingnya pendidikan bagi masa depan.
Kondisi ini menunjukkan perlunya strategi khusus untuk mengatasi permasalahan pendidikan di daerah 3T. Bukan hanya sekadar membangun sekolah, tetapi juga perlu diperhatikan aksesibilitas, kualitas pendidikan, dan juga pemahaman masyarakat tentang pentingnya pendidikan. Pemerintah daerah perlu aktif dalam memberikan solusi yang tepat sasaran dan berkelanjutan.
Solusi yang Diperlukan untuk Meningkatkan Akses Pendidikan di Daerah 3T
- Peningkatan Infrastruktur: Pembangunan jalan, jembatan, dan transportasi air yang memadai untuk memudahkan akses ke sekolah.
- Sekolah Keliling atau Sekolah Jarak Jauh: Program pendidikan alternatif untuk menjangkau daerah terpencil.
- Beasiswa dan Bantuan Keuangan: Meringankan beban biaya pendidikan bagi siswa dari keluarga kurang mampu.
- Edukasi dan Sosialisasi: Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pendidikan dan manfaatnya bagi masa depan.
- Peningkatan Kualitas Guru: Menjamin tersedianya guru yang berkualitas dan terlatih di daerah 3T.
DPR RI dan pemerintah daerah perlu bekerja sama untuk mengatasi permasalahan pendidikan di daerah 3T. Dengan komitmen dan kolaborasi yang kuat, diharapkan akses pendidikan yang berkualitas dapat terwujud di seluruh Indonesia, tanpa terkecuali di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar.