DPR Desak Penindakan Tegas Kasus Miras Oplosan di Lapas Bukittinggi
Anggota Komisi XIII DPR RI mendesak pemerintah menindak tegas kasus keracunan massal akibat miras oplosan di Lapas Bukittinggi yang mengakibatkan dua narapidana meninggal, meminta pencopotan kepala lapas dan kepala pengamanan lapas.
Dua narapidana Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Bukittinggi, Sumatera Barat, meninggal dunia akibat keracunan minuman keras (miras) oplosan. Kejadian ini telah mendorong Anggota Komisi XIII DPR RI, Raja Faisal Manganju Sitorus, untuk meminta pemerintah bertindak tegas dan menindak pihak-pihak yang bertanggung jawab.
Peristiwa memilukan ini terjadi pada awal Mei 2024. Selain dua narapidana yang meninggal, sejumlah warga binaan lainnya juga menjadi korban keracunan. Kejadian ini mengungkap lemahnya pengawasan di dalam Lapas Bukittinggi, yang seharusnya menjadi tempat pembinaan, bukan tempat peredaran miras ilegal.
Raja Faisal Manganju Sitorus menekankan perlunya penindakan tegas dan tidak ada toleransi dalam kasus ini. Ia mendesak Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) untuk melakukan investigasi menyeluruh dan menjatuhkan sanksi berat kepada pihak-pihak yang terbukti lalai, termasuk pencopotan Kepala Lapas dan Kepala Pengamanan Lapas (KPLP) Bukittinggi. "Ini bukan sekadar kelalaian. Ini adalah kegagalan total pengawasan," tegasnya.
Desakan Pencopotan dan Investigasi Mendalam
Anggota DPR tersebut dengan tegas menyatakan bahwa nyawa narapidana yang meninggal tidak dapat ditebus dengan sanksi ringan. "Dua narapidana tewas akibat kelalaian aparat. Ini tanggung jawab moral dan institusional. Jangan beri ruang bagi oknum yang memperdagangkan hukum di dalam tembok lapas," ujarnya. Ia mendesak agar Imipas turun tangan langsung untuk melakukan investigasi menyeluruh dan menjatuhkan sanksi seberat-beratnya kepada pihak yang terbukti bersalah.
Raja Faisal juga menyoroti betapa lemahnya pengawasan di dalam Lapas Bukittinggi sehingga peredaran miras bisa terjadi secara terang-terangan. "Lapas seharusnya menjadi tempat pembinaan, bukan tempat pesta miras hingga merenggut nyawa. Ini bentuk pengkhianatan terhadap mandat pemasyarakatan itu sendiri," katanya. Ia menekankan perlunya bersih-bersih total di tubuh pemasyarakatan untuk mencegah kejadian serupa terulang di masa mendatang.
Dirinya menambahkan bahwa kejadian ini mempermalukan sistem pemasyarakatan Indonesia. Kejadian ini menjadi bukti nyata bahwa pengawasan di dalam lapas masih sangat lemah dan perlu diperbaiki secara menyeluruh. Tindakan tegas dan reformasi sistem pemasyarakatan menjadi kunci untuk mencegah tragedi serupa terjadi kembali.
Korban Keracunan dan Tanggapan Resmi
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Achmad Mochtar (RSAM) Bukittinggi, Busril, melaporkan bahwa hingga tanggal 1 Mei 2024, terdapat dua narapidana yang meninggal dunia akibat keracunan massal tersebut. Jumlah korban sebenarnya mungkin lebih tinggi, mengingat laporan tersebut hanya mencakup data hingga tanggal tersebut. Belum ada pernyataan resmi dari pihak Lapas Bukittinggi terkait kejadian ini.
Kejadian ini telah menimbulkan keprihatinan yang luas di masyarakat. Banyak pihak mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan yang efektif untuk mencegah kejadian serupa terjadi di masa depan. Perlu adanya peningkatan pengawasan dan penegakan hukum yang lebih ketat di dalam lembaga pemasyarakatan di seluruh Indonesia.
Kejadian ini juga menyoroti pentingnya reformasi sistem pemasyarakatan di Indonesia. Sistem pemasyarakatan yang efektif dan humanis sangat penting untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan warga binaan. Perlu adanya peningkatan kualitas pembinaan dan pengawasan untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum dan pelanggaran hak asasi manusia di dalam lapas.
Peristiwa ini menjadi pengingat penting akan perlunya pengawasan yang ketat dan reformasi sistemik dalam sistem pemasyarakatan Indonesia untuk mencegah tragedi serupa terjadi di masa depan. Tanggung jawab moral dan institusional harus dijalankan dengan penuh integritas dan profesionalisme.