DPR Undang Pakar Bahas RUU TNI: Antisipasi Polemik seperti UU Cipta Kerja
Komisi I DPR RI mengundang tiga pakar untuk memberikan masukan terkait revisi UU TNI tahun 2004 guna mencegah polemik seperti yang terjadi pada UU Cipta Kerja.
Komisi I DPR RI telah mengundang tiga pakar untuk memberikan masukan dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ketiga pakar tersebut adalah Mayjen TNI Purn. Dr. rer. pol. Rodon Pedrason, M.A., Teuku Rezasyah, Ph.D., dan Dr. Kusnanto Anggoro. Pengundangan para pakar ini dilakukan di Jakarta pada Senin, 3 Juli 2023, sebagai bagian dari upaya untuk menyerap aspirasi publik sebelum RUU disahkan.
Langkah ini diambil untuk memastikan pembahasan RUU TNI berjalan transparan dan partisipatif, mencegah terulangnya polemik seperti yang terjadi pada UU Cipta Kerja. Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menekankan pentingnya meaningful participation dalam proses legislasi ini. Beliau menyatakan bahwa aspirasi masyarakat harus dipertimbangkan untuk memenuhi hak masyarakat menyampaikan masukan, dipertimbangkan, dan dijelaskan, sehingga dapat meminimalisir potensi protes.
Utut Adianto juga menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi terkait UU Cipta Kerja yang meminta pembuat undang-undang mengulang proses legislasi karena minimnya partisipasi publik. Hal ini menjadi pembelajaran penting bagi DPR dalam merancang dan membahas RUU TNI agar terhindar dari permasalahan hukum dan sosial di kemudian hari. Dengan melibatkan para pakar, diharapkan RUU TNI yang dihasilkan dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dan aspirasi, sekaligus sesuai dengan konstitusi.
Masukan Pakar untuk Revisi UU TNI
Mayjen TNI Purn. Dr. rer. pol. Rodon Pedrason, M.A., mengajukan masukan terkait Pasal 47 UU TNI. Beliau menilai pasal tersebut perlu diperbarui untuk menghindari polemik di masa mendatang. Pasal 47 mengatur jabatan-jabatan yang dapat diisi oleh anggota TNI. Menurut Rodon, revisi ini penting untuk memastikan UU TNI selaras dengan perkembangan zaman dan kebutuhan negara.
Rodon juga menekankan bahwa sesuai UUD NRI 1945, TNI merupakan alat pertahanan negara yang bertugas menjaga kepentingan nasional, termasuk kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa. Beliau juga menyinggung kebutuhan sumber daya manusia TNI, yang menurutnya perlu mempertimbangkan pengalaman empirik dan rencana percepatan pemerintah.
Sementara itu, dua pakar lainnya, Teuku Rezasyah, Ph.D., dan Dr. Kusnanto Anggoro, juga memberikan masukan-masukan yang relevan dengan pembahasan RUU TNI. Detail masukan dari kedua pakar tersebut belum dipublikasikan secara rinci.
Sebelumnya, Rapat Paripurna DPR RI telah menyetujui RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Pembahasan selanjutnya akan ditangani oleh Komisi I DPR RI, yang memiliki ruang lingkup tugas mencakup bidang pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, serta intelijen.
Partisipasi Publik dan Transparansi
Proses revisi UU TNI ini mendapat sorotan karena pengalaman buruk dengan UU Cipta Kerja. Oleh karena itu, partisipasi publik dan transparansi menjadi kunci keberhasilan revisi UU TNI ini. Dengan melibatkan pakar dan membuka ruang dialog, diharapkan RUU TNI yang baru dapat mengakomodasi aspirasi masyarakat dan memperkuat pertahanan negara.
Komisi I DPR RI berkomitmen untuk memastikan proses legislasi berjalan demokratis dan partisipatif. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif dan memastikan RUU TNI yang dihasilkan benar-benar bermanfaat bagi bangsa dan negara. Proses ini juga diharapkan dapat menghasilkan UU TNI yang lebih modern, efektif, dan sesuai dengan tantangan keamanan nasional di masa depan.
Pembahasan RUU TNI ini tentunya akan terus berkembang dan memerlukan masukan lebih lanjut dari berbagai pihak. Peran serta masyarakat sipil, akademisi, dan pakar hukum sangat penting untuk memastikan revisi UU TNI ini berjalan lancar dan menghasilkan produk hukum yang berkualitas dan berkeadilan.
Dengan memperhatikan masukan dari berbagai pihak, diharapkan revisi UU TNI dapat memperkuat posisi TNI sebagai alat pertahanan negara yang profesional, modern, dan disegani. Proses ini juga akan menjadi tolak ukur bagi DPR dalam menjalankan tugas legislasi secara transparan dan akuntabel.