Ekosistem Biomassa Lampung: 653 KK Terlibat dalam Penanaman Akasia untuk Energi Terbarukan
653 KK di Lampung terlibat penanaman akasia untuk bahan baku biomassa PLTU, mendukung swasembada energi dan ekonomi lokal.
Program cofiring biomassa di Provinsi Lampung menunjukkan dampak positifnya dengan melibatkan 653 kepala keluarga (KK) di Kabupaten Pesawaran. Masyarakat setempat menanam akasia berbasis kelompok, yang hasilnya dimanfaatkan sebagai bahan baku biomassa untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di daerah tersebut. Inisiatif ini tidak hanya mendukung swasembada energi, tetapi juga meningkatkan perekonomian masyarakat desa.
Kepala Desa Gunung Rejo, Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Moh Yusuf, menyatakan bahwa penanaman akasia sangat membantu masyarakat. "Dari proses pembibitan hingga produksi pemanfaatan limbah kayu untuk biomassa, masyarakat dilibatkan sebagai tenaga kerja," ujarnya di Pesawaran, Senin. Keterlibatan aktif warga dalam setiap tahapan memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
Akasia yang ditanam merupakan hasil kerja sama dengan PT Senator Karya Maneges (SKM), mitra pemasok biomassa PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI). PT SKM sendiri adalah perusahaan lokal yang memasok serpihan kayu atau woodchips untuk cofiring biomassa ke PLTU Sebalang dan Tarahan. Kemitraan ini membuktikan sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam mengembangkan energi terbarukan.
Akasia Sebagai Tanaman Unggulan Desa
Menurut Yusuf, sebagian besar warga Desa Gunung Rejo memiliki mata pencaharian sebagai petani sawah. Namun, mereka tetap antusias menyempatkan waktu untuk ikut serta dalam penanaman akasia. "Ini adalah program yang sangat baik dan mendukung pemerintah pusat terkait pemenuhan swasembada energi, air, dan pangan," katanya. Penanaman akasia memberikan diversifikasi mata pencaharian dan meningkatkan ketahanan ekonomi desa.
Penanaman dan pembibitan akasia memberikan manfaat luas bagi masyarakat. Ranting, dahan, dan batang akasia dapat dimanfaatkan untuk biomassa, sementara limbah dedaunan dapat digunakan sebagai pakan ternak. Setelah panen, proses ini menyerap banyak tenaga kerja yang melibatkan masyarakat desa. Pemanfaatan seluruh bagian tanaman ini memaksimalkan potensi ekonomi dan mengurangi limbah.
Menariknya, penanaman akasia ini memanfaatkan lahan kritis yang kurang produktif. "Pohon akasia ini bisa beradaptasi dan berkembang di lahan kritis. Harapannya, lahan ini bisa hijau kembali, air bisa ada kembali sumbernya, serta tentunya perekonomian bisa meningkat," ujar Yusuf. Inisiatif ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga berkontribusi pada perbaikan lingkungan.
Pemerintah desa terus mendukung program ini melalui kegiatan sosialisasi dan pembentukan kelompok kerja penanaman akasia. Akasia berpotensi menjadi tanaman unggulan desa selain padi, terutama karena banyaknya lahan tidak produktif dan kritis yang bisa ditanami akasia. Dukungan pemerintah desa menjadi kunci keberlanjutan program ini.
Dampak Ekonomi Langsung Bagi Masyarakat
Tursiyah, seorang warga desa, menuturkan bahwa hasil dari bekerja dalam pembibitan akasia sejak 2024 telah meningkatkan perekonomian keluarganya. Bahkan, ia bisa membantu mewujudkan cita-cita adiknya untuk mendapatkan akses pendidikan. "Jadi melalui pembibitan akasia ini, saya bisa mewujudkan mimpi adik saya untuk kuliah S1. Meski tidak sepenuhnya saya membantu, tapi setidaknya sebagian dari upah dari menanam tanaman akasia bisa disisihkan untuk membantu membayar kuliah," katanya.
Dari upah yang didapatkan sekitar Rp80.000 sampai Rp100.000 per hari, Tursiyah menyisihkan sekitar Rp300.000 per bulan untuk membantu membayar uang semester kuliah saudarinya. "Prinsipnya menyisihkan dan menabung, jadi uang dari hasil bekerja di pembibitan akasia sebagian untuk membantu suami memenuhi kebutuhan rumah tangga sebagian untuk bayar kuliah adik," jelasnya.
Tursiyah berharap agar pembibitan akasia dan pemanfaatan limbah untuk cofiring biomassa dapat terus berjalan. Program ini membuka lapangan kerja bagi wanita di desa, sehingga menunjang ekonomi masyarakat secara keseluruhan. "Satu tahun lagi adik saya sudah mau lulus, ini menjadi salah satu semangat untuk bekerja tambahan supaya salah satu dari keluarga kami ada yang sekolah tinggi dan membanggakan keluarga," tambahnya.
Saat ini, warga desa terutama perempuan bekerja di kebun persemaian benih akasia PT SKM yang luasnya sekitar 1,2 hektare. Kebun ini memiliki kapasitas pembenihan mencapai 1,5 juta bibit. Selama tahun ini, perusahaan telah menyemai 2,5 juta benih dengan kapasitas bedeng semai sepanjang 30 meter yang bisa berisi 4 kilogram benih akasia.
Inisiatif ekosistem biomassa di Lampung ini memberikan harapan baru bagi masyarakat desa. Selain meningkatkan pendapatan, program ini juga mendukung pendidikan dan pelestarian lingkungan. Dengan dukungan berkelanjutan dari pemerintah dan swasta, diharapkan program ini dapat terus berkembang dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat Lampung.