ELSAM Dorong Pelokalan Standar Bisnis dan HAM di Perkebunan Sawit Kalbar
ELSAM dan organisasi sipil di Kalimantan Barat mendorong pelokalan standar bisnis dan HAM di perkebunan sawit untuk mengatasi konflik agraria dan dampak lingkungan.
Pontianak, 22 April 2024 (ANTARA) - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), berkolaborasi dengan jaringan organisasi masyarakat sipil di Kalimantan Barat, menggelar diskusi untuk membahas keberlanjutan industri perkebunan sawit. Diskusi ini bertujuan utama mendorong pelokalan standar bisnis dan hak asasi manusia (HAM) dalam sektor perkebunan sawit di Kalimantan Barat. Hal ini dilakukan sebagai respons terhadap tantangan implementasi Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM) di daerah.
"Kegiatan ini bertujuan memperkuat pemahaman dan praktik pelokalan standar bisnis dan HAM dalam industri sawit," jelas Perwakilan ELSAM, Adzkar Ahsinin, di Pontianak. Adzkar menekankan pentingnya langkah ini sebagai respons terhadap tantangan implementasi Stranas BHAM yang diluncurkan pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023. Regulasi ini mengintegrasikan prinsip-prinsip internasional, seperti Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (UNGPs), ke dalam hukum nasional.
Sektor perkebunan, khususnya sawit, menjadi fokus utama Stranas BHAM di Kalimantan Barat karena pengaruhnya yang signifikan terhadap masyarakat dan lingkungan. Meskipun kerangka hukum nasional telah tersedia, implementasi norma bisnis dan HAM di daerah masih menghadapi kendala, termasuk minimnya koordinasi antarpemangku kepentingan, pemahaman standar HAM yang rendah, dan lemahnya penegakan hukum terhadap dampak negatif operasional bisnis.
Pelokalan Standar: Solusi untuk Keberlanjutan Sawit
Adzkar merujuk pada pandangan akademisi Akinwumi Ogunranti dan Amitav Acharya yang menekankan pentingnya pelokalan norma global. Teori kongruensi Acharya menjelaskan bahwa norma global lebih mudah diterima jika disesuaikan dengan budaya dan praktik lokal. "Pelokalan bukan berarti kehilangan substansi norma global, melainkan membuatnya relevan dan diterima komunitas lokal," ujar Adzkar. Inilah yang didorong ELSAM dalam konteks industri sawit Kalimantan Barat.
Indonesia, sebagai produsen utama minyak sawit dunia (59 persen atau sekitar 45,5 juta ton per tahun menurut data USDA), menghadapi dampak negatif dari produksi tinggi ini. Luas lahan sawit di Indonesia mencapai 16,8 juta hektar pada 2022. Produksi yang besar ini memberikan kontribusi ekonomi, namun juga menimbulkan berbagai masalah.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat 108 konflik agraria di sektor perkebunan pada 2023, 88 di antaranya di perkebunan sawit. Konflik ini berdampak pada lebih dari 7.700 orang dan lahan seluas 103 ribu hektar. Selain konflik agraria, studi ELSAM dan Perkumpulan Gemawan tahun 2024 juga menyoroti dampak lingkungan dan pangan akibat ekspansi sawit, khususnya bagi masyarakat adat dan lokal di Kalimantan Barat yang bergantung pada hutan dan lahan sebagai sumber penghidupan.
Menjaga Hak Asasi Manusia dan Keberlanjutan Lingkungan
"Hak atas pangan adalah hak dasar," tegas Adzkar. Industri sawit harus memastikan aktivitasnya tidak melanggar hak tersebut. ELSAM telah menjalankan berbagai inisiatif selama tiga tahun terakhir untuk mendorong pelaksanaan prinsip bisnis dan HAM di sektor sawit, termasuk pelatihan HAM, pemantauan konflik, advokasi, dan penyelesaian konflik melalui pendekatan multipihak seperti standar RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil).
Di Kalimantan Barat, ELSAM dan mitra lokal melakukan riset pangan alternatif, dokumentasi fotografi pertanian subsisten, peliputan jurnalistik dampak lingkungan, dan pemberdayaan petani kecil. Untuk mendiseminasikan hasil kerja, ELSAM menggelar diskusi publik "Pangan Alternatif dalam Hegemoni Sawit", talkshow "Memotret di Kebun Sawit: Strategi Pemantauan HAM di Kalbar", dan meluncurkan buku "Kelapa Sawit dan Paradoks Keberlanjutan: Menelusuri Jejak Pelanggaran dan Kepatuhan".
Dengan pendekatan multi-wacana dan pelibatan komunitas, ELSAM berupaya membangun kesadaran bahwa keberlanjutan tidak hanya soal profit, tetapi juga keadilan sosial dan keberlangsungan lingkungan. Pelokalan standar bisnis dan HAM menjadi kunci untuk mencapai keberlanjutan yang berkelanjutan dan berkeadilan di industri sawit Indonesia.