Gubernur Papua Barat Larang Rekrutmen Honorer Baru, Fokus Penataan Non-ASN
Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, melarang perekrutan honorer baru di seluruh OPD, fokus pada penataan 1.002 honorer yang mengikuti seleksi CASN dan mengusulkan tambahan kuota CPNS untuk 180 honorer tersisa sesuai UU ASN No. 20 Tahun 2023.
Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, telah mengeluarkan instruksi tegas terkait rekrutmen tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Barat. Instruksi ini disampaikan langsung oleh Gubernur saat memimpin apel pagi di Manokwari pada Selasa. Larangan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang mewajibkan penataan pegawai non-ASN di seluruh instansi pemerintah mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem kepegawaian yang lebih terstruktur dan efisien.
Dalam arahannya, Gubernur Mandacan dengan tegas menyatakan, "Semua OPD, saya ingatkan agar tidak lagi menerima tenaga honorer yang baru." Langkah ini diambil untuk memastikan proses penataan tenaga honorer yang sudah ada dapat berjalan dengan lancar dan terarah. Pemerintah Provinsi Papua Barat saat ini tengah fokus pada penataan 1.002 tenaga honorer yang telah mengikuti seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN) tahun 2021. Berkas-berkas mereka sedang dipercepat prosesnya untuk dikirim ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).
Tujuan percepatan pemberkasan ini adalah untuk memberikan kepastian status kepegawaian bagi tenaga honorer tersebut. Mereka akan diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sesuai dengan kriteria usia dan ketentuan yang berlaku. Gubernur Mandacan juga menyampaikan komitmennya untuk berupaya mengangkat secara bertahap tenaga honorer yang belum tercakup dalam 1.002 honorer tersebut. "Yang belum masuk dalam daftar 1.002 untuk formasi tahun 2021, kami upayakan agar bisa diangkat bertahap," jelasnya.
Penataan Honorer dan Seleksi CASN
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Papua Barat, Herman Sayori, menjelaskan lebih lanjut mengenai proses penataan honorer ini. Pemerintah Provinsi Papua Barat telah menerbitkan Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2025 untuk mengakomodasi 1.002 tenaga honorer yang mengikuti seleksi CASN. Seleksi ini melibatkan Badan Kepegawaian Negara Regional XIV Manokwari dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Papua Barat. Proses seleksi dibagi menjadi dua kategori berdasarkan usia.
Honorer dengan usia kurang dari 35 tahun mengikuti seleksi untuk menjadi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN), sementara honorer dengan usia di atas 35 tahun mengikuti seleksi PPPK sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. "Usia lebih dari 35 tahun, ikut seleksi PPPK sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku," ujar Herman Sayori. Proses seleksi ini dilakukan secara transparan dan akuntabel untuk memastikan keadilan dan objektivitas.
Pemerintah Provinsi Papua Barat juga berupaya mengakomodasi honorer yang belum terakomodasi dalam seleksi CASN tahun 2021. Sebanyak 180 honorer yang tersisa telah diusulkan untuk mendapatkan tambahan kuota penerimaan CPNS kepada pemerintah pusat. Usulan ini telah mempertimbangkan alokasi belanja pegawai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua Barat, yang tidak boleh melebihi 30 persen.
Herman Sayori menambahkan, "Tapi itu sifatnya hanya usulan, kalau disetujui pemerintah pusat maka pemerintah provinsi bisa melaksanakan." Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah daerah untuk menyelesaikan permasalahan tenaga honorer dan menciptakan sistem kepegawaian yang lebih baik sesuai amanat UU ASN.
Konteks Kebijakan dan Dampaknya
Kebijakan Gubernur Papua Barat untuk melarang perekrutan honorer baru dan fokus pada penataan honorer yang sudah ada merupakan langkah strategis dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah pusat untuk menciptakan sistem kepegawaian yang lebih efisien, efektif, dan akuntabel.
Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan dapat mengurangi jumlah tenaga honorer yang tidak memiliki kepastian status kepegawaian dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Proses seleksi yang transparan dan akuntabel juga akan memastikan bahwa hanya calon ASN yang berkualitas yang diterima. Namun, perlu adanya pengawasan dan evaluasi yang ketat untuk memastikan implementasi kebijakan ini berjalan sesuai rencana.
Pemerintah Provinsi Papua Barat juga perlu mempersiapkan strategi untuk menghadapi potensi dampak sosial dari kebijakan ini, terutama bagi tenaga honorer yang tidak terakomodasi dalam program penataan. Komunikasi yang efektif dan transparan kepada seluruh pihak terkait sangat penting untuk meminimalisir dampak negatif dan memastikan proses transisi berjalan dengan lancar.
Secara keseluruhan, kebijakan Gubernur Papua Barat ini merupakan langkah penting dalam mewujudkan sistem kepegawaian yang lebih baik di Provinsi Papua Barat. Keberhasilan implementasi kebijakan ini akan bergantung pada komitmen dan kerja sama semua pihak terkait, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan para tenaga honorer itu sendiri.