Harga Pinang di Abdya Tembus Rp13.000/Kg, Naik 85 Persen!
Harga pinang kering di Aceh Barat Daya (Abdya) melonjak 85 persen menjadi Rp13.000 per kilogram, tertinggi dalam tiga tahun terakhir, didorong peningkatan permintaan dan berkurangnya pasokan.
Harga pinang kering di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) mengalami lonjakan signifikan hingga 85 persen, dari Rp7.000 per kilogram menjadi Rp13.000 per kilogram. Kenaikan ini merupakan yang tertinggi dalam tiga tahun terakhir, setelah sebelumnya harga sempat anjlok di bawah Rp7.000 per kilogram. Peristiwa ini terjadi pada awal bulan Ramadhan 1446 Hijriah dan memberikan dampak positif bagi petani pinang di Abdya, khususnya petani kecil.
Kenaikan harga ini dipicu oleh meningkatnya permintaan dari pasar Medan, Sumatera Utara, dan berkurangnya pasokan pinang dari petani. Menurut Khaidir, seorang pengusaha pengepul biji pinang kering di Blangpidie, Abdya, "Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tiga tahun terakhir, di mana harga sempat terpuruk di bawah Rp7 ribu per kilogram."
Situasi ini memberikan angin segar bagi para petani. Setelah tiga tahun mengalami penurunan harga yang signifikan, kini mereka kembali bersemangat mengelola lahan pinang mereka. Kenaikan harga ini juga berdampak pada peningkatan jumlah pinang yang dikirim ke Medan, yang sebelumnya mencapai 40-50 ton per minggu, kini diprediksi akan meningkat seiring dengan gairah petani yang kembali tumbuh.
Lonjakan Permintaan dan Dampaknya terhadap Petani
Meningkatnya permintaan pinang dari Medan menjadi faktor utama kenaikan harga. Pasar Medan sendiri bahkan menawarkan harga yang lebih tinggi, mencapai Rp15.000 per kilogram. Hal ini memungkinkan para pengepul di Abdya untuk menaikkan harga beli dari petani.
Namun, kenaikan harga ini juga diiringi oleh tantangan. Selama tiga tahun terakhir, harga pinang yang rendah membuat banyak petani menebang pohon pinang mereka dan mengalihfungsikan lahan. Akibatnya, pasokan pinang saat ini masih terbatas.
Meskipun demikian, optimisme kembali tumbuh di kalangan petani. Dengan harga yang menguntungkan, mereka bersemangat untuk kembali menanam dan merawat pohon pinang mereka. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan pasokan pinang di masa mendatang dan menstabilkan harga.
Pinang: Komoditas Ekspor Andalan Indonesia
Indonesia, berdasarkan data Kementerian Perdagangan yang dirilis pada tahun 2024 di portal indonesia.go.id, merupakan eksportir pinang nomor satu dunia, memasok 35 persen kebutuhan pinang global. Permintaan pasar global untuk komoditas ini sangat menjanjikan, dengan nilai impor dunia pada tahun 2023 mencapai 358,7 juta dolar AS. Tren impor pinang selama lima tahun terakhir (2019-2023) juga menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 39 persen.
Pasar-pasar utama pinang Indonesia antara lain India, Arab Saudi, Bangladesh, dan Vietnam. India menjadi importir terbesar dengan nilai impor mencapai 147,3 juta dolar AS pada tahun 2023, diikuti oleh Iran, Bangladesh, Uni Emirat Arab, dan Vietnam.
- India: 147,3 juta dolar AS
- Iran: 55,69 juta dolar AS
- Bangladesh: 35,30 juta dolar AS
- Uni Emirat Arab: 34,42 juta dolar AS
- Vietnam: 26,5 juta dolar AS
Biji pinang kering banyak digunakan sebagai bahan baku industri dan farmasi. Penggunaannya meliputi campuran kosmetik, permen, zat pewarna alami, dan berbagai macam obat-obatan, seperti obat disentri, obat cacing, dan obat kumur. Kandungan antioksidan dalam pinang juga menjadikannya bahan penting dalam bidang farmasi.
Kenaikan harga pinang di Abdya memberikan harapan baru bagi sektor pertanian lokal. Hal ini tidak hanya meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga berpotensi untuk menghidupkan kembali sektor pertanian pinang di daerah tersebut dan berkontribusi pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Dengan permintaan global yang tinggi dan beragamnya manfaat pinang, masa depan komoditas ini terlihat cerah.