IHSG Diprediksi Menguat Terbatas, Pasar Cermati Tensi AS-China
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan menguat terbatas di tengah memanasnya perang tarif antara Amerika Serikat dan China, yang memicu volatilitas pasar saham global.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) diprediksi akan bergerak menguat terbatas pada hari Senin. Hal ini disebabkan pelaku pasar masih mencermati dengan saksama tensi perang tarif yang semakin memanas antara Amerika Serikat (AS) dan China. Pembukaan perdagangan IHSG hari ini menunjukkan pelemahan sebesar 36,89 poin atau 0,59 persen, sehingga berada di posisi 6.225,34. Indeks LQ45 juga turut terdampak, turun 5,95 poin atau 0,84 persen ke posisi 700,75.
Fanny Suherman, Head of Retail Research BNI Sekuritas, memberikan analisisnya terkait pergerakan IHSG. "IHSG hari ini berpotensi mencoba melanjutkan penguatan jika masih bertahan di atas support 6.200," ujarnya di Jakarta. Pernyataan ini memberikan gambaran optimisme yang masih ada di tengah ketidakpastian pasar.
Ketidakpastian ini terutama dipicu oleh beberapa faktor penting. Pencabutan sementara tarif terhadap barang-barang Eropa, serta aksi balasan China terhadap kenaikan tarif impor dari AS, telah mengguncang pelaku pasar. Kenaikan tarif impor AS yang dibalas China hingga mencapai tarif efektif sebesar 145 persen pada Jumat (11/4) semakin memperburuk situasi.
Perang Dagang AS-China dan Dampaknya
Perang dagang AS-China tidak hanya memicu volatilitas tajam di pasar saham, tetapi juga mendorong ekspektasi inflasi konsumen AS ke level tertinggi sejak 1981. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak ekonomi yang lebih luas. Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan perubahan haluan tarif pada Rabu (9/4), menurunkan tarif timbal balik menjadi 10 persen untuk impor dari sebagian besar negara selama 90 hari. Namun, tarif kumulatif untuk China tetap tinggi, mencapai 145 persen.
Meskipun demikian, bursa saham AS Wall Street justru menunjukan kenaikan tajam pada perdagangan Jumat (11/4). Kenaikan ini terjadi di tengah dimulainya musim laporan keuangan kuartal I-2025 dan investor menutup pekan yang penuh gejolak. Pernyataan dari Presiden The Fed Bank of Boston, Susan Collins, yang menegaskan kesiapan The Fed untuk menjaga stabilitas pasar keuangan juga turut mendorong kenaikan tersebut. Indeks Dow Jones Industrial Average naik 1,56 persen, S&P 500 menguat 1,81 persen, dan Nasdaq Composite meningkat 2,06 persen.
Kondisi ini menunjukkan adanya reaksi yang beragam di pasar global. Di satu sisi, perang dagang menimbulkan kekhawatiran, tetapi di sisi lain, langkah-langkah stabilisasi dari otoritas moneter dan kinerja perusahaan juga memberikan dampak positif.
Reaksi Pasar Asia Pasifik
Berbeda dengan Wall Street, pasar Asia Pasifik pada Jumat (11/4) justru melakukan aksi jual karena kekhawatiran perang dagang AS-China. Ketegangan antara dua ekonomi terbesar dunia ini memicu sentimen penghindaran risiko. Namun, pada perdagangan Senin pagi, beberapa bursa saham regional Asia menunjukkan penguatan. Indeks Nikkei menguat 467,75 poin atau 1,39 persen ke level 34.053,33, indeks Shanghai menguat 26,55 poin atau 0,82 persen ke posisi 3.264,78, indeks Kuala Lumpur menguat 20,48 poin atau 1,41 persen ke posisi 1.475,24, dan indeks Straits Times menguat 56,40 poin atau 1,61 persen ke 3.568,47.
Pergerakan yang beragam ini menunjukkan kompleksitas situasi global dan dampaknya terhadap pasar saham. Meskipun ada kekhawatiran akan perang dagang, beberapa pasar tetap menunjukkan optimisme.
Secara keseluruhan, situasi pasar saham global masih dipengaruhi oleh ketidakpastian terkait perang dagang AS-China. Meskipun IHSG diprediksi menguat terbatas, pelaku pasar perlu tetap waspada dan mencermati perkembangan selanjutnya.