Indonesia Bidik 4 Juta Tenaga Kerja Hijau di 2025: Peta Jalan Menuju Ekonomi Ramah Lingkungan
Bappenas memproyeksikan 4 juta tenaga kerja hijau di Indonesia pada 2025, ditunjang Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau untuk mencapai ekonomi rendah karbon dan Visi Indonesia Emas 2045.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) memproyeksikan jumlah tenaga kerja hijau di Indonesia akan mencapai 4 juta orang pada tahun 2025. Proyeksi ini diungkapkan Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas, Febrian Alphyanto Ruddyard, dalam peluncuran Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia. Peluncuran ini merupakan bagian dari Indonesia’s Green Jobs Conference (IGJC) 2025: Turning Vision Into Action yang digelar di Jakarta pada Jumat lalu. Proyeksi ini mencakup berbagai sektor, mulai dari energi terbarukan hingga ekonomi sirkular, dan bertujuan untuk mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi rendah karbon.
Menurut data Bappenas, jumlah pekerjaan yang berpotensi menjadi hijau diperkirakan mencapai 56 juta pada 2025, meningkat menjadi 72 juta pada 2029. Ini menunjukkan potensi besar transformasi tenaga kerja Indonesia menjadi tenaga kerja hijau. Namun, tantangan tetap ada, termasuk rendahnya partisipasi perempuan, tingginya pekerjaan informal, dan kesenjangan upah serta perlindungan sosial. Peta jalan ini dirancang untuk mengatasi tantangan tersebut dan mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) Indonesia untuk menghadapi transisi ekonomi hijau.
Peta Jalan Pengembangan Tenaga Kerja Hijau Indonesia diluncurkan dengan dukungan Pemerintah Jerman, Australia, dan Bank Dunia. Dokumen ini berfungsi sebagai panduan strategis dalam menyiapkan SDM, menjadi acuan nasional dalam menyusun regulasi, program, dan investasi SDM secara terintegrasi dan inklusif, serta selaras dengan Visi Indonesia Emas 2045 yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024. Wakil Menteri PPN menekankan bahwa peta jalan ini merupakan upaya kolektif untuk mewujudkan visi tersebut, menjadikan Indonesia sebagai negara maju dan sejahtera.
Delapan Sektor Prioritas dan Strategi Jangka Pendek dan Menengah
Peta jalan tersebut mengidentifikasi delapan sektor prioritas yang memiliki potensi besar dalam mendukung transformasi ekonomi rendah karbon dan penciptaan pekerjaan hijau berkualitas. Strategi jangka pendek dan menengah mencakup penyesuaian sistem pelatihan dan pendidikan vokasi agar sesuai dengan kebutuhan pasar kerja hijau. "Pendekatan yang digunakan berfokus pada identifikasi tugas dan kompetensi yang berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan," ujar Wakil Menteri PPN, memastikan pekerjaan hijau dapat dijabarkan menjadi kebutuhan keterampilan spesifik dan terlatih secara sistematis.
Proses penyusunan peta jalan melibatkan kolaborasi multi-pihak, termasuk Kementerian Ketenagakerjaan, kementerian/lembaga terkait, swasta, serikat pekerja, organisasi masyarakat, dan mitra pembangunan internasional seperti GIZ Jerman dan Prospera (Program Kerjasama Indonesia-Australia). Keberhasilan implementasi peta jalan sangat bergantung pada sinergi dan kolaborasi antara pemerintah, swasta, akademisi, komunitas, dan mitra pembangunan internasional.
Pemerintah menekankan pentingnya menempatkan SDM sebagai pusat perubahan dalam transformasi menuju ekonomi hijau. Hal ini bertujuan untuk menciptakan tenaga kerja terampil, inklusif, dan siap menghadapi masa depan. "Saya membayangkan… bahwa dalam lima tahun ke depan, ketika seseorang ditanya ‘apa pekerjaan Anda?’, jawabannya tidak hanya soal gaji, tapi juga ‘seberapa hijau pekerjaan Anda?’ Mungkin itulah impian bersama kita: pekerjaan hijau sebagai ciri peradaban baru Indonesia," ungkap Wakil Kepala Bappenas.
Tantangan dan Kolaborasi
Meskipun proyeksi jumlah tenaga kerja hijau menjanjikan, tantangan tetap ada. Rendahnya partisipasi perempuan, tingginya proporsi pekerjaan informal, dan kesenjangan dalam pengupahan serta perlindungan sosial perlu ditangani secara serius. Peta jalan ini diharapkan dapat menjadi instrumen untuk mengatasi tantangan tersebut melalui strategi yang komprehensif dan kolaboratif.
Kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, swasta, dan mitra pembangunan internasional, sangat krusial untuk keberhasilan implementasi peta jalan. Dukungan dari negara-negara seperti Jerman, yang diungkapkan oleh Duta Besar Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor-Leste, Ina Lepel, sebagai bagian dari upaya mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi hijau yang adil, inklusif, dan berkelanjutan, menjadi bukti komitmen global terhadap upaya ini.
Peluncuran peta jalan ini juga menandai peringatan 50 tahun Kerja Sama Pembangunan Jerman di Indonesia, menunjukkan komitmen jangka panjang dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Dengan peta jalan ini, Indonesia berharap dapat mempercepat transisi menuju ekonomi hijau sambil menciptakan lapangan kerja yang berkualitas dan berkelanjutan bagi masyarakatnya.