Indonesia Diminta Terapkan Kebijakan Nasional Pengurangan Emisi Metana dari Sampah
Organisasi lingkungan mendesak pemerintah Indonesia untuk membuat kebijakan nasional yang lebih ambisius dalam mengurangi emisi gas metana dari sampah organik, didorong oleh tingginya dukungan publik terhadap aksi iklim.
Jakarta, 5 Mei 2024 - Organisasi lingkungan mendesak pemerintah Indonesia untuk segera menetapkan kebijakan nasional yang lebih ambisius dalam menangani emisi gas metana dari sampah organik. Desakan ini muncul seiring dengan meningkatnya kesadaran dan dukungan publik terhadap aksi iklim di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh beberapa organisasi lingkungan hidup di Jakarta pada Senin lalu.
Direktur Eksekutif Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB), David Sutasurya, menyatakan bahwa peningkatan kesadaran publik ini harus dimanfaatkan sebagai momentum bagi pemerintah untuk melakukan perubahan sistemik dalam sektor pengelolaan sampah. Menurutnya, perubahan ini sangat penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin nyata.
Survei Global Methane Hub menunjukkan bahwa 91 persen masyarakat Indonesia mendukung upaya mengurangi dampak perubahan iklim, dengan 68 persen menyatakan sangat mendukung. Dukungan yang tinggi ini juga terlihat pada upaya penanggulangan emisi metana, di mana 89 persen responden menyatakan mendukung, dan 59 persen menyatakan sangat mendukung. Temuan ini menunjukkan adanya potensi besar untuk mendorong kebijakan yang lebih efektif.
Dukungan Publik Dorong Kebijakan yang Lebih Ambisius
David Sutasurya menekankan bahwa temuan survei tersebut seharusnya meningkatkan kepercayaan diri pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan yang lebih kuat. Ia menyarankan agar pemerintah fokus pada pengumpulan sampah organik secara terpisah dari sumbernya dan mengolahnya secara terdesentralisasi. Langkah ini, menurutnya, sangat relevan dengan rencana pemerintah untuk menutup 343 dari 550 Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di seluruh Indonesia.
“Temuan dari laporan ini seharusnya meningkatkan kepercayaan diri pemerintah untuk mengimplementasikan amanat nasional yang lebih kuat, terutama dalam pengumpulan sampah organik terpisah dari sumber dan pengolahan yang terdesentralisasi,” kata David. Ia menambahkan bahwa momen ini juga menjadi kesempatan untuk mengintegrasikan target pengurangan metana dari sampah organik ke dalam Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC) berikutnya.
Senada dengan David, Direktur Eksekutif ViriyaENB, Suzanty Sitorus, juga menyatakan dukungannya terhadap penanganan gas rumah kaca, termasuk metana. Suzanty menegaskan bahwa metana merupakan polutan yang sangat berbahaya dan berkontribusi besar terhadap pemanasan global. “Kami mendukung penanganan gas rumah kaca, seperti metana, sebagai bagian dari upaya menuju emisi nol bersih yang adil dan berkelanjutan,” katanya.
Sektor yang Mendukung Pengurangan Emisi Metana
Survei tersebut juga mengungkap dukungan yang sangat tinggi dari masyarakat Indonesia terhadap kebijakan pengurangan emisi metana di berbagai sektor. Sektor energi mendapat dukungan sebesar 90 persen (52 persen sangat mendukung), sektor pengelolaan sampah 89 persen (60 persen sangat mendukung), dan sektor pertanian 88 persen (46 persen sangat mendukung).
Masyarakat Indonesia, berdasarkan survei tersebut, juga mengidentifikasi beberapa aktor utama penyumbang kerusakan lingkungan, yaitu perusahaan minyak dan gas, korporasi besar pengelola sampah, dan produsen besar produk pertanian. Di sisi lain, pemerintah pusat dan daerah, lembaga internasional, serta pelaku industri energi dinilai sebagai pihak yang memiliki kapasitas tertinggi untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Kesimpulannya, dukungan publik yang tinggi terhadap pengurangan emisi metana menjadi momentum bagi pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret. Kebijakan nasional yang lebih ambisius, fokus pada pengelolaan sampah organik, dan integrasi target pengurangan emisi metana ke dalam NDC sangat diperlukan untuk menghadapi tantangan perubahan iklim.