Industri Sawit Kuatkan Ekonomi RI, Peneliti UI Tekankan Kepastian Hukum
Peneliti UI menyoroti pentingnya kepastian hukum untuk keberlanjutan industri sawit Indonesia yang berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional dan kesejahteraan petani.
Jakarta, 28 April 2024 - Sebuah penelitian dari Universitas Indonesia (UI) mengungkapkan peran krusial industri sawit dalam memperkuat ekonomi nasional. Namun, peneliti Eugenia Mardanugraha menekankan perlunya kepastian hukum untuk menjamin keberlanjutan industri ini dan kesejahteraan jutaan petani sawit di Indonesia. Industri ini, yang menghasilkan devisa signifikan, menghadapi tantangan akibat ketidakjelasan regulasi dan ketidakpastian hukum yang berdampak luas, terutama bagi petani kecil.
Eugenia Mardanugraha, dalam keterangannya di Jakarta, Senin, menyatakan bahwa ketidakpastian hukum yang terjadi di sektor sawit mengganggu keberlanjutan industri secara keseluruhan. Hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat kontribusi besar industri sawit terhadap perekonomian Indonesia. Ekspor sawit pada tahun 2024 mencapai US$20 miliar, menjadikannya komoditas non-migas dengan kontribusi devisa terbesar.
Meskipun demikian, capaian ekspor tersebut tidak menutupi tantangan yang dihadapi pelaku usaha, terutama terkait dengan kepastian hukum dan regulasi yang masih belum jelas. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap investasi, peremajaan tanaman, dan produktivitas lahan sawit secara keseluruhan. Hal ini berisiko besar bagi petani kecil yang sangat bergantung pada hasil panen sawit untuk kelangsungan hidup mereka.
Kepastian Hukum: Kunci Keberlanjutan Industri Sawit
Eugenia menekankan pentingnya kepastian hukum dan kestabilan aturan untuk masa depan jangka panjang industri sawit. Ketidakpastian regulasi dapat menyebabkan ekspektasi negatif, sehingga pelaku usaha ragu untuk berinvestasi, menunda peremajaan tanaman, atau bahkan membiarkan lahan sawit menjadi tidak produktif. Dampaknya akan sangat signifikan, terutama bagi petani kecil yang memiliki lahan terbatas (1-5 hektare) dan sangat rentan terhadap fluktuasi pasar.
Petani kecil, berbeda dengan pengusaha besar, memiliki pilihan yang sangat terbatas. Jika industri sawit terpuruk, mereka akan menjadi pihak yang paling terdampak. Oleh karena itu, menciptakan lingkungan yang kondusif dengan regulasi yang jelas dan stabil sangatlah penting untuk melindungi mereka.
Lebih lanjut, Eugenia mengusulkan agar regulator membenahi tata kelola sektor sawit dengan regulasi yang konsisten, adil, dan berpihak pada keberlanjutan. Hal ini bertujuan untuk melindungi jutaan petani sawit di seluruh Indonesia yang kesejahteraannya sangat bergantung pada industri ini.
Kontribusi Sawit terhadap Perekonomian Indonesia
Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa 73,83 persen dari nilai ekspor pertanian Indonesia berasal dari komoditas kelapa sawit. Angka ini jauh melampaui kontribusi komoditas lain seperti kopi, karet, dan lainnya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan bahwa ekspor minyak sawit Indonesia sepanjang tahun 2024 mencapai 21,60 juta ton dengan total nilai US$20 miliar.
Meskipun Indonesia merupakan produsen sawit terbesar dunia dengan produksi 46,8 juta ton crude palm oil (CPO), kendali harga internasional masih berada di tangan Malaysia dan Rotterdam. Indonesia masih menjadi price taker, yang berarti harga jual ditentukan oleh pasar internasional, bukan oleh produsen.
Eugenia menegaskan, "Kalau kita terus jadi price taker, maka sebesar apa pun produksi kita, nilainya akan tetap dikendalikan pihak lain. Ini saatnya Indonesia naik kelas, bukan cuma produsen, tapi juga pemain utama dalam rantai nilai global sawit." Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya strategi yang lebih terintegrasi untuk meningkatkan posisi tawar Indonesia di pasar internasional.
Kesimpulannya, kepastian hukum dan regulasi yang kondusif sangat dibutuhkan untuk keberlanjutan industri sawit Indonesia. Hal ini tidak hanya penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional, tetapi juga untuk memastikan kesejahteraan jutaan petani sawit yang menjadi tulang punggung industri ini.