Iuran Kebersamaan Bapenda Semarang Capai Ratusan Juta, Diduga untuk Suap Mantan Wali Kota
Iuran kebersamaan pegawai Bapenda Kota Semarang senilai ratusan juta rupiah per kuartal terungkap dalam sidang kasus suap mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G. Rahayu, yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi dan suap.
Sidang kasus dugaan suap mantan Wali Kota Semarang, Hevearita G. Rahayu, di Pengadilan Tipikor Semarang pada Senin (21/4) mengungkap praktik "iuran kebersamaan" di lingkungan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang. Praktik ini melibatkan ratusan juta rupiah yang dikumpulkan dari insentif pegawai Bapenda. Uang tersebut diduga digunakan untuk membiayai keperluan pribadi mantan Wali Kota dan juga sebagai suap.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rio Vernika Putra, menjelaskan bahwa pegawai Bapenda yang menerima insentif pajak secara sukarela mengumpulkan uang tersebut. Uang yang terkumpul disebut sebagai "iuran kebersamaan" dan digunakan untuk keperluan di luar anggaran resmi. Kepala Bapenda, Indriyasari, bersama kepala bidang lainnya, menentukan besaran iuran yang harus disetorkan oleh para pegawai.
Besaran iuran ini mencapai angka fantastis, yaitu Rp800 juta hingga Rp900 juta setiap kuartal. Dana ini kemudian menjadi salah satu sumber utama yang digunakan untuk memberikan setoran kepada mantan Wali Kota Hevearita G. Rahayu dan suaminya, Alwin Basri.
Aliran Dana "Iuran Kebersamaan"
Dakwaan JPU menyebutkan bahwa selama periode 2023 hingga 2024, Hevearita menerima setoran sebesar Rp300 juta per kuartal dari "iuran kebersamaan" tersebut. Selain itu, Alwin Basri, suami Hevearita, juga menerima total Rp1,2 miliar dari dana yang sama. Fakta mengejutkan lainnya adalah sebagian dana digunakan untuk kepentingan pribadi Hevearita.
Salah satu contohnya adalah penggunaan dana sebesar Rp222 juta untuk membiayai lomba memasak Nasi Goreng Khas Mbak Ita. Lomba ini bertujuan untuk meningkatkan popularitas Hevearita yang berencana maju dalam Pilkada 2024. Hal ini menunjukkan adanya dugaan penyalahgunaan dana "iuran kebersamaan" untuk kepentingan politik.
Selain itu, Jaksa juga menjelaskan bahwa terdapat penerimaan untuk kepentingan pribadi Hevearita yang juga berasal dari 'iuran kebersamaan'. Ini semakin memperkuat dugaan adanya penyimpangan penggunaan dana tersebut.
Total Suap dan Gratifikasi
Hevearita G. Rahayu dan Alwin Basri didakwa menerima suap dan gratifikasi total sebesar Rp9 miliar. Dakwaan JPU mencakup tiga perkara berbeda yang melibatkan penerimaan uang dari berbagai sumber, termasuk "iuran kebersamaan" dari Bapenda Kota Semarang. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengawasan dan transparansi pengelolaan keuangan di pemerintahan daerah.
Praktik "iuran kebersamaan" ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi korupsi dan penyalahgunaan wewenang di lingkungan pemerintahan. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah agar hal serupa tidak terulang kembali.
Proses hukum yang sedang berlangsung diharapkan dapat mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan bagi masyarakat. Kasus ini juga menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah daerah lainnya untuk memperketat pengawasan dan mencegah praktik-praktik koruptif serupa.