Kaltim Masih Impor 70 Persen Sapi Potong, Upaya Swasembada Digenjot
Kalimantan Timur masih bergantung pada pasokan sapi potong dari luar daerah hingga 70 persen, mendorong pemerintah setempat untuk meningkatkan produksi lokal melalui program Pengembangan Desa Korporasi Ternak (PDKT).
Kalimantan Timur (Kaltim) masih bergantung pada pasokan sapi potong dari luar daerah hingga 70 persen. Hal ini diungkapkan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kaltim, yang menyebut kebutuhan sapi potong di provinsi ini mencapai angka yang cukup signifikan, yaitu 75.000 hingga 80.000 ekor per tahun. Namun, produksi sapi lokal baru mampu memenuhi sekitar 30 persen dari total kebutuhan tersebut. Ketergantungan ini memaksa Kaltim untuk mengimpor sapi dari berbagai daerah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi, dan Jawa.
"Sehingga, kita harus datangkan sapi dari luar Kaltim, yang dipasok dari NTT, Sulawesi, dan Jawa," jelas Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kaltim, Fahmi Himawan, saat dihubungi di Samarinda, Sabtu (5/4).
Kedatangan 497 ekor sapi dari NTT di Pelabuhan Samarinda pada Jumat (4/4) lalu menjadi contoh nyata dari ketergantungan tersebut. Meskipun kedatangan sapi ini membantu memenuhi kebutuhan daging sapi di Kaltim, terutama menjelang hari-hari besar, hal ini juga menggarisbawahi pentingnya upaya untuk meningkatkan produksi lokal.
Mengatasi Ketergantungan Impor Sapi
Untuk mengurangi ketergantungan pada pasokan sapi dari luar daerah, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur tengah gencar mengembangkan program Pengembangan Desa Korporasi Ternak (PDKT). Program ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari Desa Korporasi Sapi (DKS) yang telah dirintis sejak tahun 2019 di Babulu, Penajam Paser Utara.
PDKT bertujuan untuk meningkatkan kualitas peternak lokal dan mendorong kemandirian ekonomi mereka melalui dukungan terpadu. Dukungan tersebut meliputi penyediaan rumput, pembangunan kandang, hingga pemberian hewan ternak. Pemerintah Kaltim menargetkan pembangunan 32 PDKT di seluruh wilayah provinsi.
Saat ini, program PDKT telah dioptimalkan di tujuh kabupaten/kota, termasuk Samarinda, Balikpapan, Berau, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Kutai Barat, dan Paser. Pemerintah berencana untuk memperluas program ini ke daerah-daerah lain seperti Penajam Paser Utara (PPU), Bontang, dan Mahakam Ulu.
Peran Karantina Hewan dalam Keamanan Pangan
Staf Teknis Paramedik Karantina Hewan Penyelia dari Balai Besar Karantina Ikan Hewan dan Tumbuhan Kaltim, Suhendi Saputra, menjelaskan proses kedatangan sapi dari NTT. Ia menyebutkan bahwa dari 499 ekor sapi yang diberangkatkan, dua ekor mati selama perjalanan laut menggunakan KM Camara Nusantara 2 dari Pelabuhan Tenau dan Pelabuhan Wini, NTT. Pengiriman sapi ini dilakukan secara rutin, menyesuaikan dengan kebutuhan pengusaha dan permintaan pasar di Kaltim.
"Biasanya, dalam satu bulan selalu ada kapal laut pengangkut ternak yang masuk seperti ini," ujar Suhendi. Pernyataan ini menunjukkan adanya arus pasokan sapi yang konsisten dari luar Kaltim untuk memenuhi permintaan pasar.
Kedatangan sapi-sapi ini diawasi ketat oleh pihak karantina untuk memastikan kesehatan dan kualitasnya, guna menjaga keamanan pangan bagi masyarakat Kaltim. Proses karantina hewan yang ketat ini penting untuk mencegah penyebaran penyakit hewan menular dan memastikan daging sapi yang dikonsumsi aman dan sehat.
Langkah Menuju Swasembada Sapi di Kaltim
Program PDKT diharapkan mampu menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi ketergantungan Kaltim terhadap pasokan sapi dari luar daerah. Dengan meningkatkan kapasitas produksi lokal, Kaltim dapat mengurangi biaya impor dan meningkatkan ketahanan pangan. Selain itu, program ini juga berdampak positif pada peningkatan ekonomi masyarakat lokal, khususnya para peternak.
Meskipun masih ada jalan panjang yang harus ditempuh, upaya pemerintah Kaltim dalam mengembangkan PDKT menunjukkan komitmen yang kuat untuk mencapai swasembada sapi. Keberhasilan program ini akan berdampak signifikan terhadap perekonomian dan ketahanan pangan di Kaltim.
Keberhasilan program ini sangat bergantung pada berbagai faktor, termasuk dukungan pemerintah, partisipasi aktif para peternak, dan juga inovasi teknologi dalam peternakan sapi. Dengan kerja sama yang solid dari berbagai pihak, diharapkan Kaltim dapat mengurangi ketergantungan impor sapi dan mencapai swasembada dalam waktu yang relatif singkat.