Katto Bokko: Upacara Panen Raya di Maros, Simbol Syukur dan Gotong Royong
Katto Bokko, upacara adat panen di Maros, Sulawesi Selatan, merupakan wujud syukur atas hasil panen dan perwujudan nilai gotong royong serta kearifan lokal yang masih lestari.
Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Upacara adat Katto Bokko, sebuah perayaan panen raya yang unik, dilakukan oleh masyarakat dan pemangku adat Kerajaan Marusu di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Upacara ini dilaksanakan setiap bulan April sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil panen yang melimpah. Prosesinya melibatkan seluruh lapisan masyarakat, dari petani hingga pemangku adat, menunjukkan nilai gotong royong yang kuat dan kearifan lokal yang masih dijaga hingga kini. Upacara ini juga bertujuan untuk mempererat hubungan antara pemimpin dan rakyat.
Katto Bokko bukan sekadar pesta panen biasa. Berbeda dengan perayaan panen di daerah lain, Katto Bokko memiliki prosesi ritual yang unik, dimulai dari pemilihan benih hingga masa panen, menggunakan alat tradisional seperti ani-ani dan sabit. Sebelum pelaksanaan, pemangku adat dan masyarakat bersama-sama menentukan hari baik untuk panen perdana.
Dr. Ery Iswary, pengamat budaya dan dosen di Universitas Hasanuddin Makassar, menjelaskan bahwa Katto Bokko diiringi kegiatan aru tomarusu dan aru tubarania, menambah kekayaan ritual ini. Upacara ini menjadi bukti nyata pelestarian budaya dan tradisi masyarakat Maros yang patut diapresiasi.
Melekatnya Nilai Gotong Royong dan Kearifan Lokal
Salah satu aspek penting dari Katto Bokko adalah nilai gotong royong yang dijunjung tinggi. Pemangku adat, Abd Haris Karaeng Sioja, membenarkan hal ini. Ia menjelaskan bahwa dalam upacara ini, semua lapisan masyarakat, dari petani hingga raja, duduk bersama, berdiskusi, dan mencari solusi bersama terkait pertanian dan kehidupan mereka.
Tidak ada sekat antara masyarakat biasa dengan pemangku adat atau raja. Mereka bekerja sama, berbagi, dan menikmati hasil panen bersama-sama. Hal ini menunjukkan kearifan lokal yang masih hidup dan menjadi perekat sosial yang kuat di tengah masyarakat Maros.
Proses Katto Bokko diawali dengan musyawarah untuk menentukan hari baik panen raya. Setelah ritual selesai, acara diakhiri dengan santap bersama, mempererat rasa kebersamaan dan syukur.
Upacara Adat Appalili dan Integrasi dengan Pariwisata
Selain Katto Bokko, masyarakat Maros juga memiliki upacara adat Appalili, yaitu prosesi turun sawah dengan menggunakan tenaga sapi yang dilaksanakan setiap bulan November. Kedua upacara adat ini menunjukkan kekayaan budaya dan tradisi pertanian masyarakat Maros.
Pemerintah Kabupaten Maros telah memasukkan Katto Bokko ke dalam kalender wisata daerah. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisata ke Maros dan mempromosikan kekayaan budaya lokal kepada dunia. Dengan demikian, Katto Bokko tidak hanya menjadi perayaan panen, tetapi juga aset wisata yang berharga.
Dengan adanya integrasi dengan sektor pariwisata, diharapkan upacara adat Katto Bokko dapat terus dilestarikan dan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat setempat. Hal ini akan membantu menjaga kelangsungan tradisi dan budaya lokal Maros.
Katto Bokko merupakan bukti nyata bagaimana tradisi dan budaya dapat diintegrasikan dengan sektor pariwisata untuk menciptakan dampak positif bagi masyarakat dan pelestarian budaya itu sendiri. Upacara ini menjadi simbol penting dari kekayaan budaya Sulawesi Selatan dan Indonesia.