Kebijakan MinyaKita Dinilai Perlu Direvisi, Harga Tak Sesuai Biaya Produksi
Pengamat pertanian menyoroti kebijakan harga MinyaKita yang merugikan produsen karena biaya produksi yang tinggi, mendorong usulan revisi kebijakan dan subsidi tepat sasaran.
Jakarta, 10 Maret 2024 - Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) melalui pengamat pertaniannya, Khudori, menyoroti kebijakan pemerintah terkait harga minyak goreng rakyat atau MinyaKita. Khudori mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut dinilai tidak menguntungkan produsen karena biaya produksi yang jauh melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan. Hal ini berpotensi menimbulkan kerugian bagi produsen dan berdampak pada kualitas produk serta ketersediaan di pasaran.
Khudori menjelaskan bahwa rantai pasok MinyaKita, mulai dari pengelola kebun sawit hingga konsumen, merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Oleh karena itu, kebijakan yang diambil pemerintah harus mempertimbangkan seluruh elemen dalam rantai tersebut. Ia menekankan perlunya kebijakan baru yang tidak mendistorsi harga pasar dan memastikan keberlangsungan usaha para produsen.
Lebih lanjut, Khudori memaparkan bahwa biaya pokok produksi MinyaKita telah jauh melampaui HET yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp15.700 per liter. Harga crude palm oil (CPO) sebagai bahan baku utama, dalam enam bulan terakhir berkisar antara Rp15.000 hingga Rp16.000 per kilogram. Dengan memperhitungkan konversi CPO ke minyak goreng dan biaya produksi lainnya, harga CPO yang dibutuhkan untuk menghasilkan MinyaKita dengan HET tersebut seharusnya jauh lebih rendah daripada harga pasar saat ini.
Ancaman Kerugian dan Pelanggaran Aturan
Dengan harga CPO yang tinggi dan HET MinyaKita yang rendah, Khudori memprediksi dua kemungkinan skenario yang akan terjadi. Pertama, produsen akan tetap menjual MinyaKita sesuai HET, tetapi mengorbankan kualitas produk, misalnya dengan mengurangi isi kemasan. Kedua, produsen akan mempertahankan kualitas produk, namun menjual MinyaKita di atas HET, sehingga melanggar aturan yang berlaku. "Keduanya berisiko dan melanggar aturan. Tapi kalau aturan yang ada tidak memungkinkan usaha eksis dan sustain tanpa melanggar aturan, yang patut disalahkan pengusaha atau pembuat regulasi," tegas Khudori.
Aturan terkait MinyaKita tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 49 Tahun 2022. Peraturan ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan minyak goreng di dalam negeri melalui skema wajib pasok pasar domestik (DMO). Namun, kelemahan dari skema DMO ini adalah ketidakmampuannya untuk mengakomodasi fluktuasi harga CPO. Kenaikan harga CPO otomatis akan meningkatkan harga MinyaKita, sementara penurunan harga CPO tidak serta merta menurunkan harga MinyaKita di tingkat konsumen.
Skema ini juga berpotensi menghambat ekspor dan mengurangi penerimaan negara. Distribusi MinyaKita dari produsen ke distributor juga diatur dengan harga yang bertahap, mulai dari Rp13.500 per liter hingga Rp15.700 per liter di tingkat konsumen. Selisih harga di setiap tahap distribusi ini semakin mempersempit ruang gerak produsen untuk mendapatkan keuntungan.
Rekomendasi Kebijakan Baru: Subsidi Tepat Sasaran
Menyikapi permasalahan ini, Khudori merekomendasikan pemerintah untuk merevisi kebijakan harga MinyaKita. Ia mengusulkan agar subsidi diberikan secara tepat sasaran kepada kelompok masyarakat miskin/rentan dan UMKM melalui transfer tunai. "Uang hanya bisa digunakan untuk membeli MinyaKita, tidak bisa dicairkan atau digunakan membeli yang lain. Cara ini tidak mendistorsi harga, selain juga lebih tepat sasaran, atau kebijakan lain yang ramah pasar," saran Khudori.
Dengan demikian, kebijakan baru yang diusulkan diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi produsen MinyaKita, menjamin ketersediaan minyak goreng di pasaran, dan melindungi konsumen tanpa mengganggu mekanisme pasar. Pemerintah perlu mempertimbangkan usulan ini untuk menciptakan kebijakan yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Kesimpulannya, diperlukan revisi kebijakan yang lebih komprehensif dan berpihak pada semua pihak yang terlibat dalam rantai pasok MinyaKita, agar tujuan ketersediaan minyak goreng murah bagi masyarakat tetap tercapai tanpa merugikan produsen.