Kebijakan Tarif AS Minim Dampak bagi Unilever Indonesia, Fokus Pasar Domestik Jadi Kunci
Presiden Direktur Unilever Indonesia, Benjie Yap, memastikan kebijakan tarif resiprokal AS tak signifikan mempengaruhi kinerja perusahaan berkat dominasi pasar domestik.
Presiden Direktur PT Unilever Indonesia Tbk. (UNVR), Benjie Yap, baru-baru ini menyatakan bahwa kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Amerika Serikat (AS) tidak memberikan dampak signifikan terhadap kinerja perusahaan. Hal ini disampaikannya dalam paparan kinerja keuangan Unilever Indonesia di Jakarta, Kamis (24/4). Pernyataan tersebut disampaikan di tengah ketidakpastian ekonomi global yang tengah melanda.
Ketahanan Unilever Indonesia terhadap kebijakan tarif AS tersebut berkat dominasi pasar domestik. Sebesar 95 persen produk Unilever Indonesia yang dijual di pasar dalam negeri diproduksi di Indonesia. Dengan demikian, meskipun tidak sepenuhnya terbebas dari dampak tarif AS, Unilever Indonesia memiliki fondasi yang kuat untuk meminimalisir dampak negatifnya.
"95 persen dari produk yang kami jual di Indonesia diproduksi di dalam negeri. Jadi, meskipun kami tidak sepenuhnya terlindungi dari tarif AS, hal ini memberikan dasar yang kuat untuk setidaknya membatasi dampaknya (tarif AS)," ujar Benjie Yap.
Penjualan Domestik Tetap Kuat, Ekspor Meningkat
Sepanjang kuartal I 2025, Unilever Indonesia mencatat penjualan domestik sebesar Rp9,14 triliun, sedikit menurun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp9,79 triliun. Meskipun demikian, penjualan domestik menunjukkan peningkatan sebesar 21,6 persen secara kuartalan (qtq) dari kuartal IV 2024. Secara tahunan (yoy), penjualan domestik mengalami koreksi sebesar 6,6 persen.
Berbeda dengan penjualan domestik, segmen ekspor justru mencatatkan kenaikan yang signifikan. Pendapatan ekspor meningkat dari Rp286,45 miliar menjadi Rp322 miliar pada kuartal I 2025. Kenaikan ini menunjukkan potensi pertumbuhan Unilever Indonesia di pasar internasional.
Meskipun penjualan domestik sedikit menurun, Unilever Indonesia tetap mampu mencatatkan laba bersih sebesar Rp1,2 triliun. Meskipun turun 14,6 persen (yoy), laba bersih ini justru melonjak 244,7 persen secara kuartalan (qtq). Pencapaian ini merupakan hasil dari penyesuaian strategi operasional, termasuk pengurangan stok dan penyesuaian harga.
Tantangan Ketidakpastian Global dan Harapan untuk Masa Depan
Meskipun dampak kebijakan tarif AS dinilai minim, Benjie Yap mengakui bahwa ketidakpastian global tetap menjadi tantangan yang signifikan bagi Unilever Indonesia. Perusahaan menyadari pentingnya kesiapan dalam menghadapi berbagai skenario perubahan iklim usaha global.
"Ada banyak skenario yang sedang saya dan Neeraj (Direktur Keuangan Neeraj Lal) siapkan. Kami menyusun langkah-langkah kontinjensi untuk masing-masing skenario tersebut. Namun sekali lagi, seperti yang dikatakan Neeraj, kita tidak pernah tahu skenario mana yang benar-benar akan terjadi karena situasinya sangat fluktuatif," jelasnya.
Unilever Indonesia berharap agar belanja pemerintah dapat meningkat dan kebijakan tarif dagang AS dapat kembali stabil. Hal ini diharapkan dapat mendorong iklim usaha yang lebih baik, terutama pada paruh kedua tahun 2025. Stabilitas ekonomi makro dan kebijakan yang kondusif sangat penting bagi pertumbuhan berkelanjutan perusahaan.
Secara keseluruhan, kinerja Unilever Indonesia pada kuartal I 2025 menunjukkan ketahanan perusahaan di tengah ketidakpastian global. Fokus pada pasar domestik dan strategi operasional yang adaptif menjadi kunci keberhasilan perusahaan dalam menghadapi tantangan eksternal.