Kejagung Sita Dua Mobil Tersangka Kasus Impor Gula 2015-2016
Kejaksaan Agung menyita dua mobil mewah milik tersangka HAT dalam kasus korupsi impor gula tahun 2015-2016 yang merugikan negara hingga Rp578 miliar, dengan sembilan tersangka lainnya masih dalam proses penyelidikan.
Kejagung Sita Aset Tersangka Korupsi Impor Gula
Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil menyita dua unit mobil mewah milik HAT, salah satu tersangka kasus korupsi impor gula tahun 2015-2016. Penyitaan dilakukan di kediaman HAT di Jakarta, Rabu lalu. Mobil-mobil tersebut, yakni Mercedes Benz C 300 (B 1019 OQ) dan Omoda (B 1749 SNR), kini telah diamankan di Kejagung. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, membenarkan informasi tersebut.
Kasus korupsi impor gula ini melibatkan sembilan tersangka. Selain HAT selaku Direktur PT Duta Sugar International (DSI), terdapat delapan tersangka lain: TWN (Direktur Utama PT Angels Products), WN (Presiden Direktur PT Andalan Furnindo), HS (Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya), IS (Direktur Utama PT Medan Sugar Industry), TSEP (Direktur PT Makassar Tene), ASB (Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas), HFH (Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur), dan ES (Direktur PT Permata Dunia Sukses Utama).
HAT, yang sebelumnya mangkir dari panggilan penyidik, berhasil ditangkap di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Selasa lalu, dan langsung dibawa ke Jakarta. Sementara itu, ASB masih dalam pencarian pihak berwajib.
Kronologi dan Peran Tersangka
Peran HAT dalam kasus ini adalah menandatangani perjanjian kerja sama dengan PT Perindo (PPI) untuk mengolah gula kristal mentah (GKM) impor menjadi gula kristal putih (GKP). PT PPI juga bermitra dengan tujuh perusahaan swasta lain dalam proyek tersebut. Menariknya, saat itu Menteri Perdagangan, Tom Lembong, menginstruksikan Plt. Dirjen Perdagangan Luar Negeri untuk menerbitkan persetujuan impor GKM, bukan GKP langsung seperti yang seharusnya dilakukan oleh BUMN.
Proses impor ini bermasalah karena dilakukan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan koordinasi antar instansi terkait. Kedelapan perusahaan swasta hanya memiliki izin untuk memproduksi gula kristal rafinasi (GKR). Gula hasil pengolahan kemudian dijual ke pasar dengan harga lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) saat itu, menghasilkan keuntungan besar bagi pihak-pihak yang terlibat.
Akibat tindakan para tersangka, negara mengalami kerugian sekitar Rp578 miliar. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kesimpulan
Penyitaan aset milik HAT merupakan langkah Kejagung dalam mengusut tuntas kasus korupsi impor gula. Proses hukum terus berlanjut, dengan pencarian ASB yang masih berlangsung. Kasus ini menyoroti pentingnya transparansi dan koordinasi antar lembaga dalam pengadaan barang impor untuk menghindari kerugian negara.