Kejagung Ungkap Aliran Dana Suap Rp60 Miliar Kasus Hakim PN Jakpus
Kejaksaan Agung mengungkap sumber dan alur dana suap senilai Rp60 miliar kepada tiga hakim PN Jakarta Pusat terkait putusan lepas perkara korupsi minyak goreng, melibatkan tujuh tersangka.
Kejaksaan Agung (Kejagung) berhasil mengungkap sumber dan alur dana suap yang melibatkan tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) dalam kasus dugaan suap terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Tiga hakim yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom. Pengungkapan ini bermula dari penyelidikan terhadap tujuh saksi dan terungkapnya kesepakatan suap senilai Rp60 miliar.
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan kronologi kasus ini dalam konferensi pers. Perkara berawal dari kesepakatan antara tersangka AR (Ariyanto), selaku advokat tersangka korporasi, dengan tersangka WG (Wahyu Gunawan), selaku panitera muda perdata PN Jakarta Utara. Kesepakatan ini bertujuan untuk meloloskan perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan putusan ontslag. WG kemudian menyampaikan kesepakatan ini kepada tersangka MAN (Muhammad Arif Nuryanta), saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala PN Jakarta Pusat.
MAN menyetujui kesepakatan tersebut, namun menaikkan nilai suap menjadi Rp60 miliar. AR menyanggupi dan menyerahkan uang tersebut dalam mata uang dolar AS melalui WG, yang kemudian memberikannya kepada MAN. Sebagai imbalan, WG menerima uang senilai 50.000 dolar AS dari MAN. Selanjutnya, MAN menunjuk majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto (Ketua Majelis), Ali Muhtarom (Hakim ad hoc), dan Agam Syarif Baharudin (Anggota Majelis).
Alur Distribusi Suap kepada Majelis Hakim
Setelah surat penetapan sidang terbit, MAN memanggil Djuyamto dan Agam Syarif Baharudin, memberikan uang senilai Rp4,5 miliar untuk "baca berkas perkara" dan meminta mereka untuk mengatensi perkara tersebut. Uang tersebut kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh majelis hakim. Beberapa waktu kemudian, MAN kembali memberikan uang senilai Rp18 miliar kepada Djuyamto, yang kemudian dibagi kepada anggota majelis lainnya. Pembagiannya adalah Rp4,5 miliar untuk Agam Syarif Baharudin, Rp6 miliar untuk Djuyamto, dan Rp5 miliar untuk Ali Muhtarom.
Tujuan penerimaan uang tersebut adalah untuk memastikan putusan ontslag. Hal ini terbukti ketika pada 19 Maret 2025, perkara korporasi minyak goreng diputus ontslag oleh majelis hakim. Ketiga hakim tersebut dikenakan Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 huruf b jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan ditetapkannya tiga tersangka baru ini, total tersangka dalam kasus dugaan suap tersebut menjadi tujuh orang. Empat tersangka sebelumnya adalah WG, MS (seorang advokat), AR, dan MAN (yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Pusat).
Detail Kasus Suap dan Peran Para Tersangka
Berikut rincian peran para tersangka dan alur dana suap:
- Tersangka AR: Advokat yang bersepakat dengan WG untuk meloloskan perkara korporasi minyak goreng dengan putusan ontslag.
- Tersangka WG: Panitera muda perdata PN Jakarta Utara yang menjadi perantara dalam penyerahan uang suap.
- Tersangka MAN: Wakil Kepala PN Jakarta Pusat yang menerima uang suap dan menunjuk majelis hakim.
- Tersangka DJU, ASB, dan AM: Majelis hakim yang menerima suap dan memutus perkara korporasi minyak goreng dengan putusan ontslag.
Kasus ini menunjukkan adanya praktik korupsi yang sistematis dan melibatkan berbagai pihak, mulai dari advokat, panitera, hingga majelis hakim. Kejagung berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan menjerat semua pihak yang terlibat.
"Ketika hakim mengetahui tujuan dari penerimaan uang agar perkara diputus ontslag, dan hal ini menjadi nyata ketika tanggal 19 Maret 2025 perkara korporasi minyak goreng telah diputus ontslag oleh majelis hakim," kata Qohar menjelaskan bukti kuat keterlibatan para hakim.