Kesehatan Tanah: Lebih dari Sekadar Kesuburan, Jaminan Keberlanjutan Ekosistem
Konsep kesehatan tanah berkembang pesat, melampaui definisi kesuburan semata dan berfokus pada fungsi ekologis tanah untuk keberlanjutan ekosistem.
Apa, Siapa, Di mana, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana? Perbincangan mengenai kesehatan tanah (soil health) meningkat pesat di Indonesia dan dunia. Istilah ini menggeser persepsi lama tentang tanah yang hanya dilihat dari kesuburannya. Para ilmuwan dan masyarakat kini memahami pentingnya tanah sebagai penopang kehidupan, bukan hanya untuk pertanian, tetapi juga untuk siklus air, keanekaragaman hayati, dan iklim global. Degradasi tanah berdampak luas, mengancam produktivitas pertanian, kualitas air, dan bahkan berkontribusi pada perubahan iklim. Oleh karena itu, pemahaman dan pengelolaan kesehatan tanah menjadi krusial untuk keberlanjutan ekosistem.
Pergeseran istilah dari ‘tanah miskin’, ‘tanah lelah’, hingga ‘penzaliman tanah’ menuju ‘kesehatan tanah’ mencerminkan perubahan paradigma. Istilah ‘sehat’ lebih mudah dipahami dan menggarisbawahi peran tanah sebagai sistem hidup yang dinamis, bukan sekadar media tanam. Konsep ini mendapat pengakuan internasional, seperti yang didefinisikan oleh FAO, yang menekankan fungsi tanah dalam mendukung produktivitas, kualitas air dan udara, serta kesehatan makhluk hidup.
Meskipun definisi kesehatan tanah semakin jelas, tantangannya terletak pada penerapan di lapangan. Masyarakat masih sering salah kaprah, misalnya menghubungkan penggunaan pupuk sintetis secara langsung dengan kerusakan tanah. Padahal, pertanian membutuhkan pengembalian unsur hara yang telah diekstraksi melalui panen. Tantangan lainnya adalah pengelolaan lahan yang tidak mempertimbangkan karakteristik tanah, seperti kasus proyek food estate yang gagal karena ketidaksesuaian lahan.
Memahami Tanah Sehat: Lebih dari Sekadar Kesuburan
Ciri tanah sehat sering dikaitkan dengan kandungan bahan organik tinggi, populasi hewan tanah melimpah, tekstur lempung, pH netral, bebas unsur beracun, dan daya serap hara yang baik. Namun, contoh tanah di Sumatera Selatan dan Kalimantan menunjukkan bahwa kriteria ini tidak mutlak. Tanah di Sumatera Selatan, meskipun asam dan daya serap haranya rendah, tetap mendukung hutan tropis yang subur. Begitu pula tanah sulfat masam di Kalimantan Barat yang menjadi habitat mangrove. Ini menunjukkan bahwa kesehatan tanah tidak hanya bergantung pada kesuburan untuk pertanian, tetapi juga pada kemampuannya mendukung ekosistem alaminya, sesuai definisi FAO.
Perlu dipahami bahwa kesuburan tanah lebih menekankan pada produktivitas pertanian, sementara kesehatan tanah mencakup fungsi ekologis yang lebih luas. Konsep kesehatan tanah tidak hanya berfokus pada kesuburan, tetapi juga pada kemampuan tanah untuk menjalankan fungsinya dalam ekosistem secara berkelanjutan. Tanah yang subur belum tentu sehat, dan tanah yang tidak subur belum tentu tidak sehat. Kesehatan tanah harus dilihat dari konteks ekosistemnya.
Pandangan yang keliru tentang kesehatan tanah seringkali muncul karena kurangnya pemahaman tentang proses alami dan kapasitas tanah. Penggunaan pupuk kimia bukanlah satu-satunya penyebab degradasi tanah. Praktik pertanian yang tidak berkelanjutan, seperti pengolahan lahan yang intensif dan pembukaan lahan tanpa mempertimbangkan karakteristik tanah, justru menjadi penyebab utama kerusakan tanah.
Tantangan Pengelolaan dan Konsep Ketahanan Tanah
Salah satu tantangan utama dalam pengelolaan tanah adalah pemahaman masyarakat yang masih keliru tentang kesehatan tanah. Banyak yang menganggap penggunaan pupuk sintetis sebagai penyebab utama kerusakan tanah, padahal pertanian itu sendiri merupakan proses ekstraksi unsur hara. Oleh karena itu, pemupukan bertujuan untuk mengembalikan unsur hara yang telah diambil oleh tanaman.
Praktik pertanian berkelanjutan, seperti pertanian tanpa olah tanah, agroforestry, dan penanaman penutup tanah, dapat membantu mencegah degradasi tanah. Namun, kegagalan sering terjadi karena pembukaan lahan tidak mempertimbangkan kapasitas dan karakteristik tanah. Contohnya, tanah rawa di Kalimantan yang tidak cocok untuk budi daya tanaman pangan karena kandungan piritnya.
Konsep ketahanan tanah (soil security) menjadi penting untuk mengintegrasikan kesehatan tanah ke dalam kerangka kerja yang lebih luas. Soil security menekankan pada pemeliharaan dan peningkatan sumber daya tanah untuk menghasilkan pangan, air, dan keanekaragaman hayati, serta berkontribusi pada keberlanjutan ekosistem. Dalam konteks ini, kesehatan tanah merupakan kondisi yang mendukung soil security untuk keberlanjutan ekosistem, termasuk kehidupan manusia.
Kesimpulannya, konsep kesehatan tanah telah meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga tanah. Namun, diperlukan pemahaman yang komprehensif, pendidikan, dan regulasi yang kuat untuk memastikan keberlanjutan tanah. Fokus pada kesehatan tanah harus diintegrasikan dengan konsep ketahanan tanah untuk mencapai keberlanjutan ekosistem secara menyeluruh.