KI dan Kemendiktisaintek Bahas Keterbukaan Informasi Jadi Mata Kuliah di Perguruan Tinggi
Komisi Informasi (KI) bersama Kemendiktisaintek menggagas keterbukaan informasi menjadi mata kuliah di perguruan tinggi seluruh Indonesia.
Komisi Informasi (KI) Pusat bersama Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mewacanakan keterbukaan informasi menjadi materi ajar di setiap perguruan tinggi di Indonesia. Langkah ini diambil sebagai upaya meningkatkan kesadaran dan implementasi keterbukaan informasi di lingkungan akademik. Dengan menjadikan keterbukaan informasi sebagai mata kuliah, diharapkan mahasiswa dan civitas akademika dapat lebih memahami pentingnya prinsip ini dalamGood tata kelola dan kehidupan berbangsa.
Komisioner Komisi Informasi Pusat, Rospita Vici Paulyn, menyampaikan bahwa pihaknya sedang mengupayakan agar keterbukaan informasi dapat menjadi mata kuliah umum dengan bobot dua SKS di perguruan tinggi. Menurutnya, inisiatif ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada mahasiswa mengenai hak dan kewajiban terkait informasi publik. KI juga telah menyiapkan bahan ajar atau silabus yang dapat diterapkan oleh setiap perguruan tinggi jika gagasan ini disetujui oleh Kemendiktisaintek.
Wacana ini muncul karena masih rendahnya jumlah perguruan tinggi di Indonesia yang masuk kategori informatif. Data dari Komisi Informasi Pusat menunjukkan bahwa baru sekitar 39 persen perguruan tinggi negeri di tanah air yang tergolong informatif, sementara 61 persen lainnya belum menerapkan konsep keterbukaan informasi. Kondisi ini mendorong perlunya intervensi yang tepat agar seluruh perguruan tinggi negeri dan swasta dapat mengedepankan prinsip keterbukaan informasi.
Keterbukaan Informasi sebagai Mata Kuliah: Solusi Efektif?
Inisiatif menjadikan keterbukaan informasi sebagai mata kuliah diharapkan dapat menjadi solusi efektif untuk meningkatkan kesadaran dan implementasi prinsip ini di kalangan perguruan tinggi. Dengan masuknya materi ini ke dalam kurikulum, mahasiswa akan mendapatkan pemahaman yang komprehensif mengenai pentingnya keterbukaan informasi dalam berbagai aspek kehidupan.
Universitas Indonesia menjadi salah satu perguruan tinggi yang menyambut baik gagasan ini. Fakultas Hukum di UI juga merespons positif dan berharap agar keterbukaan informasi dapat segera masuk ke dalam materi ajar. Langkah ini menunjukkan adanya dukungan kuat dari kalangan akademisi terhadap upaya peningkatan keterbukaan informasi di lingkungan kampus.
"Kita juga berbicara dengan Fakultas Hukum yang merespons dengan baik agar keterbukaan informasi ini masuk ke dalam materi ajar," kata Vici, menekankan pentingnya dukungan dari berbagai pihak dalam mewujudkan gagasan ini.
Reward dan Punishment untuk Kampus
Selain mewacanakan keterbukaan informasi sebagai mata kuliah, Komisi Informasi juga sedang menjalin komunikasi dengan Kemendiktisaintek terkait penerapan reward and punishment bagi kampus yang menjalankan atau tidak menerapkan prinsip keterbukaan informasi. Langkah ini dianggap penting untuk mendorong badan publik, termasuk perguruan tinggi, agar lebih serius dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip keterbukaan informasi.
Menurut Vici, tanpa adanya sistem reward and punishment, badan publik cenderung tidak termotivasi untuk menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan informasi. Pemberian penghargaan bagi kampus yang berhasil menerapkan keterbukaan informasi dengan baik diharapkan dapat menjadi motivasi bagi kampus lain untuk melakukan hal serupa.
"Kalau tidak ada reward and punishment badan publik ini tidak akan menjalankan prinsip-prinsip keterbukaan informasi," tegas Vici, menggarisbawahi pentingnya insentif dan disinsentif dalam mendorong implementasi keterbukaan informasi.
Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya keterbukaan informasi publik tidak bisa hanya dibebankan kepada KI saja, tetapi membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, ide menjadikan keterbukaan informasi sebagai mata kuliah dinilai sebagai langkah yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut.