KKP Perketat Pengawasan Alat Tangkap Ikan demi Kesejahteraan Nelayan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meningkatkan pengawasan alat tangkap ikan untuk melindungi nelayan kecil dari dampak alat tangkap ilegal dan memastikan keberlanjutan sumber daya laut.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) gencar meningkatkan pengawasan alat tangkap ikan untuk menjamin kesejahteraan nelayan kecil. Langkah ini diambil sebagai respons atas penurunan pendapatan nelayan hingga 19,82 persen setiap bulannya, yang dipicu oleh penggunaan alat tangkap yang merusak dan tidak ramah lingkungan, seperti trawl. Pengawasan ini dilakukan di pelabuhan sebelum kapal berangkat dan di laut setelah kapal kembali beroperasi, dengan sanksi hukum bagi yang melanggar.
Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto Darwin, menjelaskan bahwa pengawasan akan dilakukan secara ketat di pelabuhan. "Pencegahan di pelabuhan, sebelum keberangkatan, KKP melalui unit pengawasan akan memastikan setiap kapal perikanan memiliki alat tangkap yang sesuai dengan regulasi," kata Doni. KKP juga akan memastikan kapal memiliki Surat Laik Operasi (SLO) dan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) sebelum diizinkan melaut.
Pengawasan di laut dilakukan melalui pemantauan Vessel Monitoring System (VMS) untuk memastikan kapal beroperasi di wilayah tangkap yang diizinkan. Setelah penangkapan, KKP akan memeriksa hasil tangkapan untuk memastikan kesesuaian dengan alat tangkap yang terdaftar. Doni menegaskan, "Jika ditemukan pelanggaran, tindakan hukum sesuai peraturan yang berlaku akan diterapkan." Langkah-langkah ini sejalan dengan komitmen KKP dalam mendukung nelayan kecil dan menjaga keberlanjutan ekosistem laut.
Pengawasan Dua Tahap: Pelabuhan dan Pasca Penangkapan
KKP menerapkan pengawasan dua tahap. Tahap pertama adalah pengawasan di pelabuhan sebelum kapal berangkat. Petugas akan memeriksa kelengkapan dokumen dan memastikan alat tangkap yang digunakan sesuai regulasi. Kapal yang tidak memenuhi syarat SLO dan SPB tidak akan diizinkan untuk melaut. Hal ini bertujuan untuk mencegah penggunaan alat tangkap yang merusak sejak dini.
Tahap kedua adalah pengawasan setelah kapal kembali dari melaut. KKP akan memeriksa hasil tangkapan untuk memastikan kesesuaiannya dengan alat tangkap yang terdaftar dalam SLO dan SPB. Jika ditemukan ketidaksesuaian atau pelanggaran, maka akan dikenakan sanksi hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sistem pengawasan yang ketat ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan melindungi nelayan kecil dari praktik penangkapan ikan yang merusak.
Selain pengawasan di pelabuhan dan pasca penangkapan, KKP juga memantau aktivitas kapal di laut menggunakan VMS. Sistem ini memungkinkan KKP untuk melacak posisi dan aktivitas kapal, memastikan mereka beroperasi di wilayah tangkap yang diizinkan dan tidak menggunakan alat tangkap ilegal. Pemantauan ini merupakan bagian penting dari upaya untuk melindungi sumber daya perikanan dan menjaga keberlanjutan ekosistem laut.
Kerja Sama dan Sinergi untuk Keberlanjutan
KKP tidak hanya mengandalkan pengawasan internal. Mereka juga mengoptimalkan kerja sama dengan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk memperkuat pengawasan di wilayah pesisir dan perairan laut. Sinergi ini penting untuk memastikan efektivitas pengawasan dan penegakan hukum terhadap penggunaan alat tangkap yang dilarang.
Lebih lanjut, KKP mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk organisasi nelayan, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya, untuk bersinergi dalam menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan Indonesia. Partisipasi aktif dari semua pihak sangat penting untuk memastikan keberhasilan upaya pelestarian sumber daya laut dan kesejahteraan nelayan.
Hasil kajian dari Federasi Serikat Nelayan Nusantara (FSNN), Aliansi Nelayan Sumatera Utara (ANSU), dan Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan menunjukkan penurunan pendapatan nelayan hingga 19,82 persen setiap bulan. Penurunan ini dikaitkan dengan penggunaan alat tangkap yang merusak, seperti trawl, yang mengakibatkan kerusakan ekosistem dan berkurangnya hasil tangkapan nelayan kecil. Kajian ini menjadi masukan penting bagi KKP dalam memperkuat pengelolaan sumber daya perikanan yang berkelanjutan.
Ketua Umum FSNN, Sutrisno, mencatat beberapa poin penting terkait dampak penggunaan alat tangkap trawl. Di antaranya, penurunan drastis penghasilan nelayan kecil ketika nelayan pengguna alat tangkap trawl beroperasi, penurunan penghasilan nelayan sekitar 19,82 persen setiap bulan, kerusakan ekosistem laut akibat penggunaan trawl, dan kelestarian sumber daya laut di Kabupaten Serdang Bedagai yang terjaga karena penolakan terhadap penggunaan trawl.
KKP berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap penggunaan alat tangkap yang dilarang, demi melindungi nelayan kecil dan menjaga keberlanjutan sumber daya perikanan Indonesia untuk generasi mendatang. Upaya ini melibatkan pengawasan di pelabuhan, pemantauan di laut, dan kerja sama dengan berbagai pihak terkait.