KPAI Tekankan Pengawasan Ketat Program Makan Bergizi Gratis (MBG) Pasca Kasus Keracunan di Bandung
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pengawasan ketat Program Makan Bergizi Gratis (MBG) setelah ratusan siswa di Bandung keracunan, dan mendorong sinergi dengan Badan Gizi Nasional.
Jakarta, 02 Mei 2025 - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti pentingnya pengawasan menyeluruh terhadap pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menyusul kasus keracunan makanan yang menimpa ratusan siswa. Wakil Ketua KPAI, Jasra Putra, menekankan perlunya pengawasan berlapis yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari masyarakat, orang tua siswa, sekolah, hingga siswa penerima manfaat program. Kasus keracunan makanan yang dialami 342 siswa SMPN di Bandung, Jawa Barat, menjadi sorotan utama yang mendorong seruan ini.
Pengawasan yang ketat dinilai krusial untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang. Program MBG, yang diluncurkan pada 6 Januari 2025, bertujuan untuk memastikan gizi anak-anak Indonesia terpenuhi. Namun, kasus keracunan ini menggarisbawahi pentingnya pengawasan yang efektif dan komprehensif untuk menjamin keamanan dan kualitas makanan yang diberikan.
KPAI mengungkapkan keprihatinannya atas sejumlah kasus keracunan makanan yang terjadi sejak program MBG dimulai. Tidak hanya di Bandung, KPAI juga mencatat sedikitnya 320 siswa di berbagai daerah diduga mengalami keracunan makanan dari paket MBG, mencapai sekitar 0,0156 persen dari total 2,05 juta penerima manfaat hingga Maret 2025. Angka ini menjadi peringatan serius bagi semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan program.
Pengawasan Berlapis untuk Cegah Keracunan MBG
Jasra Putra menjelaskan, pengawasan berlapis sangat penting untuk mengantisipasi berbagai potensi masalah. Hal ini meliputi pencegahan keracunan makanan, keterlambatan kedatangan makanan, keterlambatan konsumsi, hingga memastikan proses pencampuran bumbu dan lauk sudah matang sempurna. "Pengawasan berlapis perlu dilakukan, dengan melibatkan masyarakat, orang tua siswa, sekolah, dan terutama siswa selaku penerima manfaat program secara langsung," tegas Jasra Putra.
KPAI telah melakukan kunjungan lapangan ke beberapa daerah, termasuk DKI Jakarta, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat, untuk memantau langsung pelaksanaan MBG. Dari hasil kunjungan tersebut, KPAI akan memberikan rekomendasi dan masukan untuk perbaikan program ke depannya. Keterlibatan aktif semua pihak, termasuk pengawasan dari masyarakat, sangat dibutuhkan untuk memastikan keberhasilan program MBG.
KPAI juga siap berkolaborasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk memperkuat pengawasan. "KPAI dan mitra KPAI di daerah, yaitu KPAD menyatakan siap berkomitmen dan bersinergi dengan BGN untuk pengawasan penyelenggaraan keberlangsungan MBG," tambah Jasra Putra. Sinergi ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pengawasan dan meminimalisir risiko keracunan makanan di masa mendatang.
Dampak Keracunan Makanan terhadap Pendidikan dan Aktivitas Anak
Jasra Putra menambahkan bahwa dampak keracunan makanan dari program MBG tidak hanya sebatas kesehatan fisik anak, tetapi juga berdampak pada proses pendidikan dan aktivitas anak secara keseluruhan. "Tentu ini harus menjadi perhatian kita semua, karena ini (MBG) direncanakan akan dikonsumsi semua anak, setiap hari, yang berdampak langsung kepada proses penyelenggaraan pendidikan di manapun anak berada, baik di sekolah maupun luar sekolah. Begitupun dampak keracunan makanan akan mempengaruhi aktivitas anak secara keseluruhan, baik di rumah maupun lingkungan," ujarnya.
Oleh karena itu, pengawasan yang komprehensif dan berkelanjutan sangat penting untuk memastikan program MBG berjalan efektif dan aman bagi anak-anak. Keterlibatan semua pihak, dari pemerintah hingga masyarakat, sangat krusial dalam upaya mencegah kejadian serupa dan melindungi kesehatan anak Indonesia.
KPAI berharap agar kasus keracunan makanan di Bandung menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program MBG. Perbaikan sistem pengawasan dan peningkatan kualitas makanan menjadi kunci utama untuk menjamin keamanan dan keberhasilan program ini.
Data yang diperoleh KPAI menunjukkan bahwa dalam tiga bulan pelaksanaan Program MBG, tercatat sedikitnya 320 siswa diduga keracunan. Meskipun angka ini relatif kecil dibandingkan dengan total penerima manfaat, namun setiap kasus keracunan tetap harus menjadi perhatian serius dan menjadi dasar untuk melakukan evaluasi dan perbaikan.
Kesimpulan
Kejadian keracunan massal akibat program MBG di Bandung menjadi pengingat pentingnya pengawasan yang ketat dan kolaboratif. KPAI menekankan perlunya pengawasan berlapis yang melibatkan berbagai pihak untuk mencegah kejadian serupa di masa depan dan memastikan program MBG berjalan efektif dan aman bagi anak-anak Indonesia.