Dekan Unsoed Ajukan Uji Materi UU Kesehatan: Demi Kepastian Hukum dan Masa Depan Pendidikan Kedokteran
Dekan Unsoed ajukan uji materi UU Kesehatan ke MK. Langkah ini diambil demi kepastian hukum dan masa depan pendidikan kedokteran, memicu pertanyaan tentang sistem baru.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Dr. M. Mukhlis Rudi Prihatno, telah mengajukan permohonan uji materi. Langkah ini menyasar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Permohonan tersebut diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 13 Agustus 2023. Tindakan ini diambil bersama seorang dokter spesialis dan dua mahasiswa kedokteran.
Uji materi UU Kesehatan ini bertujuan menciptakan kepastian hukum. Selain itu, langkah ini juga demi menjamin masa depan pendidikan kedokteran di Tanah Air.
Dualisme Sistem Pendidikan Kedokteran
Dr. Mukhlis Rudi Prihatno menjelaskan, meskipun Undang-Undang Kesehatan secara umum dinilai baik, namun terdapat perbedaan signifikan dalam pengaturan pendidikan. Sebelumnya, pendidikan kedokteran diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, yang kini telah dicabut dan digantikan oleh Undang-Undang Kesehatan. Pencabutan ini memicu permasalahan, termasuk demonstrasi dari mahasiswa dan guru besar.
Salah satu isu krusial yang muncul adalah dualisme antara sistem pendidikan berbasis rumah sakit (hospital-based) dan berbasis perguruan tinggi (university-based), terutama untuk pendidikan spesialis. Menurut Rudi, pendidikan kedokteran seharusnya tetap berada di bawah kementerian yang membidangi pendidikan, bukan Kementerian Kesehatan. Hal ini karena perguruan tinggi adalah entitas yang berhak memberikan gelar akademik berdasarkan Undang-Undang Pendidikan Tinggi.
Penerapan skema hospital-based menimbulkan pertanyaan mengenai kewenangan rumah sakit dalam memberikan gelar akademik. Selain itu, rumah sakit sebagai entitas pelayanan kesehatan belum tentu mampu memenuhi kewajiban Tridharma Perguruan Tinggi, meliputi pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Aspek penjaminan mutu dan kurikulum juga seharusnya tetap menjadi domain perguruan tinggi.
Rudi menambahkan, sistem hospital-based berpotensi mengurangi kuota mahasiswa dari universitas dan mengalihkannya ke rumah sakit. Hal ini justru bertentangan dengan tujuan untuk menambah jumlah tenaga dokter spesialis di Indonesia.
Landasan Hukum dan Harapan Pemohon
Anggota tim kuasa hukum pemohon, Azam Prasojo Kadar, menyatakan bahwa permohonan uji materi secara spesifik menyasar Pasal 187 Ayat (4) dan Pasal 209 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Permohonan ini diajukan pada 13 Agustus 2023.
Azam menyoroti lemahnya landasan hukum penyelenggaraan pendidikan dokter dalam Undang-Undang Kesehatan karena tidak merujuk pada Pasal 31 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945. Pasal tersebut mengatur satu sistem pendidikan nasional yang seharusnya menjadi payung hukum.
Menurut Azam, dualisme penyelenggaraan pendidikan kedokteran berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan ketidakpastian hukum jika tidak segera dikembalikan ke sistem pendidikan tinggi. Payung hukum rumah sakit pendidikan sebagai penyelenggara utama dinilai cacat hukum dan tidak sesuai dengan konstitusi.
Para pemohon berharap Mahkamah Konstitusi segera menggelar sidang dan dapat mengembalikan pendidikan kedokteran pada jalur yang benar. Hal ini berarti pendidikan dokter spesialis dan subspesialis seharusnya tetap berada di bawah ranah pendidikan tinggi dan Kementerian Pendidikan, bukan rumah sakit.