Lima Terdakwa Pabrik Ekstasi Medan Dituntut Seumur Hidup hingga Mati
Kejari Medan menuntut lima terdakwa kasus pabrik ekstasi rumahan di Medan dengan hukuman seumur hidup hingga pidana mati, dengan dua terdakwa utama dituntut hukuman mati.
Pengadilan Negeri Medan, Sumatera Utara, Selasa (4/3), menjadi saksi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Medan terhadap lima terdakwa kasus pabrik ekstasi rumahan di Jalan Kapten Jumhana. Hendrik Kosumo (41), Mhd Syahrul Savawi alias Dodi (43), Arpen Tua Purba (29), Hilda Dame Ulina Pangaribuan (36), dan Debby Kent (36) masing-masing menghadapi tuntutan hukuman yang berbeda, mulai dari seumur hidup hingga pidana mati. Kasus ini terungkap setelah penggerebekan oleh petugas Bareskrim Polri dan Polda Sumut pada 11 Juni 2023, yang mengungkap pabrik ekstasi yang telah beroperasi selama enam bulan.
JPU Rizqi Darmawan menyatakan bahwa kelima terdakwa terbukti bersalah dalam tindak pidana narkotika. Hendrik Kosumo, pemilik pabrik, dan Syahrul Savawi alias Dodi, yang bertanggung jawab atas pengadaan alat cetak dan pemasaran, dituntut hukuman mati. Tuntutan hukuman mati didasarkan pada Pasal 113 ayat (2) Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, karena terbukti memproduksi narkotika golongan I dalam jumlah yang melebihi lima gram. Perbuatan mereka dinilai sangat membahayakan masyarakat dan melanggar hukum yang berlaku.
Sementara itu, tiga terdakwa lainnya, Arpen Tua Purba, Hilda Dame Ulina Pangaribuan, dan Debby Kent (istri Hendrik Kosumo), dituntut hukuman penjara seumur hidup. Mereka terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. JPU mempertimbangkan hal yang memberatkan, yaitu ketidakdukungan para terdakwa terhadap program pemerintah dalam memberantas narkoba. Tidak ditemukan hal yang meringankan bagi kelima terdakwa.
Tuntutan Hukuman Mati dan Seumur Hidup
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menegaskan bahwa tuntutan hukuman mati untuk Hendrik Kosumo dan Mhd Syahrul Savawi alias Dodi didasarkan pada bukti yang kuat dan peran mereka yang signifikan dalam menjalankan pabrik ekstasi tersebut. Kedua terdakwa dianggap sebagai aktor utama dalam produksi dan distribusi narkoba berbahaya ini. Mereka terbukti secara sah dan meyakinkan telah memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan I dalam jumlah besar.
Adapun tuntutan hukuman seumur hidup untuk tiga terdakwa lainnya, JPU menjelaskan bahwa meskipun perannya berbeda, mereka tetap terlibat aktif dalam jaringan produksi dan distribusi ekstasi. Peran mereka, mulai dari pemesanan hingga pengiriman, merupakan bagian penting dari operasi ilegal tersebut dan turut menyebabkan dampak negatif yang luas bagi masyarakat.
JPU juga menekankan bahwa besarnya barang bukti yang disita, termasuk alat cetak ekstasi, bahan kimia, dan pil ekstasi siap edar, menjadi bukti kuat atas skala operasi pabrik ekstasi tersebut. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya ancaman yang ditimbulkan oleh para terdakwa terhadap keamanan dan kesehatan masyarakat.
Barang Bukti yang Disita
Penggerebekan di pabrik ekstasi rumahan tersebut menghasilkan barang bukti yang signifikan, yang memperkuat tuntutan JPU. Barang bukti yang disita antara lain alat cetak ekstasi, bahan kimia padat sebanyak 8,96 kg, bahan kimia cair 218,5 liter, mephedrone serbuk 532,92 gram, dan 635 butir ekstasi. Selain itu, berbagai bahan kimia prekursor dan peralatan laboratorium juga disita sebagai bukti operasional pabrik tersebut.
Jumlah barang bukti yang cukup besar menunjukkan bahwa pabrik ekstasi tersebut telah beroperasi dalam skala yang cukup besar dan telah memproduksi serta mendistribusikan sejumlah besar ekstasi ke berbagai tempat di Sumatera Utara, termasuk Pematang Siantar. Hal ini semakin memperkuat argumentasi JPU dalam menuntut hukuman yang berat bagi para terdakwa.
Besarnya barang bukti juga menunjukkan potensi bahaya yang ditimbulkan oleh operasi ilegal ini, dan menekankan urgensi pemberantasan narkoba secara tegas dan konsisten.
Sidang Ditunda, Agenda Pledoi
Setelah mendengarkan tuntutan JPU, Hakim Ketua Nani Sukmawati menunda persidangan hingga Rabu (5/3). Sidang akan dilanjutkan dengan agenda nota pembelaan atau pledoi dari para terdakwa. Penundaan ini dilakukan karena masa tahanan para terdakwa sudah hampir habis.
Pledoi dari para terdakwa akan menjadi kesempatan bagi mereka untuk memberikan pembelaan atas tuntutan JPU. Majelis hakim akan mempertimbangkan semua bukti dan argumen yang diajukan oleh kedua belah pihak sebelum memutuskan vonis.
Proses persidangan ini menjadi perhatian publik, mengingat kasus ini melibatkan produksi dan distribusi narkoba dalam jumlah yang signifikan, dan dampaknya yang luas bagi masyarakat.
Kasus ini diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi masyarakat dan penegak hukum dalam upaya bersama memberantas peredaran narkoba di Indonesia.