Mahasiswa Cabut Uji Materi Caleg Putra Daerah di MK: Waktu Sempit, Data Tak Cukup
Aliansi mahasiswa Universitas Stikubank Semarang mencabut gugatan uji materi UU Pemilu soal caleg putra daerah di MK karena kendala waktu dan data yang kurang lengkap.
Mahkamah Konstitusi (MK) menerima pencabutan permohonan uji materi Pasal 240 Ayat (1) Huruf c Undang-Undang Pemilu yang diajukan Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang. Permohonan yang mempersoalkan ketentuan calon anggota legislatif (caleg) putra daerah tersebut resmi dicabut pada Selasa, 18 Maret 2025. Pencabutan dilakukan karena keterbatasan waktu dan kekurangan data untuk memperbaiki berkas permohonan yang telah diberikan waktu selama dua minggu oleh MK.
Arief Nugraha Prasetyo, perwakilan para pemohon, menjelaskan bahwa kendati permohonan uji materi dicabut, aliansi mahasiswa tetap akan memperjuangkan aspirasi terkait urgensi aturan caleg putra daerah melalui jalur lain. Keputusan ini disampaikan secara daring dalam sidang perbaikan permohonan di MK yang dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra.
Wakil Ketua MK Saldi Isra menyatakan bahwa MK menerima surat penarikan permohonan dari aliansi mahasiswa pada Sabtu, 15 Maret 2025. Dengan adanya klarifikasi di persidangan, pencabutan permohonan tersebut dinyatakan resmi dan perkara tidak akan dilanjutkan. MK menyampaikan terima kasih atas kehadiran dan klarifikasi yang disampaikan oleh perwakilan mahasiswa.
Alasan Pencabutan Permohonan Uji Materi
Para pemohon, yang terdiri dari delapan mahasiswa Universitas Stikubank Semarang, awalnya mempersoalkan Pasal 240 Ayat (1) Huruf c UU Pemilu yang mengatur tentang syarat bertempat tinggal di wilayah NKRI bagi caleg. Mereka menyoroti minimnya representasi putra daerah di daerah pemilihan (dapil) karena banyaknya caleg yang berasal dari luar dapil, khususnya dari Jakarta dan sekitarnya.
Data yang mereka sampaikan menunjukkan bahwa dari total 9.917 caleg dalam daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2024, sebanyak 5.701 caleg (57,5 persen) tinggal di luar dapilnya. Bahkan, 1.294 caleg (13 persen) tidak berdomisili, tidak lahir, dan tidak pernah bersekolah di wilayah dapil mereka. Hal ini, menurut mereka, menunjukkan dominasi kader partai dari pusat dan mempersulit kader daerah untuk berkontribusi.
Mahasiswa tersebut berpendapat bahwa kondisi ini menghambat kader daerah yang telah berjuang di daerahnya untuk maju sebagai caleg. Mereka berharap adanya aturan yang mewajibkan caleg berdomisili minimal lima tahun di dapilnya untuk memastikan representasi yang lebih baik bagi daerah.
Permohonan Awal dan Perbaikan Berkas
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan pada 5 Maret 2025, MK memberikan waktu 14 hari kepada para pemohon untuk memperbaiki berkas permohonan, khususnya terkait kedudukan hukum (legal standing). Namun, ternyata waktu tersebut tidak cukup bagi para mahasiswa untuk melengkapi data dan memperbaiki kekurangan berkas permohonan mereka.
Pasal 240 Ayat (1) Huruf c UU Pemilu yang dipermasalahkan berbunyi: 'Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: c. bertempat tinggal di wilayah NKRI.' Para pemohon mengusulkan agar pasal tersebut dimaknai menjadi: 'Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia asli dan harus memenuhi persyaratan: c. Bertempat tinggal di daerah pemilihan tempat mencalonkan diri sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum penetapan calon dan dibuktikan dengan KTP.'
Meskipun permohonan uji materi dicabut, aliansi mahasiswa tetap berkomitmen untuk memperjuangkan aspirasi mereka melalui jalur lain. Mereka berharap agar suara mereka tetap didengar dan diperhatikan terkait pentingnya representasi putra daerah dalam sistem politik Indonesia.
Dengan pencabutan permohonan ini, MK tidak lagi memproses perkara tersebut. Proses hukum terkait pasal tersebut untuk sementara berakhir, namun perdebatan mengenai representasi putra daerah dalam pemilihan umum di Indonesia masih akan terus berlanjut.