Mantan Hakim Agung Usul Polisi Tetap Jadi Penyidik Utama dalam RUU KUHAP
Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun mengusulkan agar kepolisian mempertahankan peran utamanya sebagai penyidik dalam revisi RUU KUHAP, selaras dengan Pasal 1 Ayat (3) KUHAP yang menetapkan polisi sebagai penyidik.
Jakarta, 17 Maret 2024 - Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung, Gayus Lumbuun, mengusulkan agar kepolisian tetap memegang kendali penuh sebagai penyidik dalam revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Usulan ini disampaikan di Jakarta pada Senin lalu, merespon pembahasan RUU KUHAP yang tengah berlangsung.
Usulan ini mengemuka di tengah perdebatan mengenai peran kepolisian dan kejaksaan dalam proses penyidikan. Gayus berpendapat bahwa sistem yang telah ada, di mana polisi bertugas melakukan penyidikan dan jaksa bertugas menuntut, sebaiknya dipertahankan. Ia menekankan pentingnya kejelasan tugas dan wewenang masing-masing lembaga penegak hukum.
Pernyataan Gayus didasari oleh Pasal 1 Ayat (3) KUHAP yang secara tegas memberikan wewenang penyidikan kepada kepolisian. Ia menjelaskan bahwa meskipun saat ini polisi disebut sebagai penyidik utama, peran utamanya dalam proses penyidikan tetap perlu ditegaskan dalam RUU KUHAP yang baru.
RUU KUHAP dan Peran Polisi sebagai Penyidik
Gayus Lumbuun secara tegas menyatakan, "Betul, tetap pada aturan yang ada. Saya mengusulkan sebaiknya kembali dengan tugas utama masing-masing dengan dilakukan kodifikasi pemahaman." Menurutnya, kejelasan peran polisi sebagai penyidik utama sangat penting untuk menghindari tumpang tindih kewenangan dan memastikan efektivitas penegakan hukum.
Ia juga mempertanyakan landasan hukum jika jaksa diberi kewenangan melakukan penyidikan. Gayus menekankan perlunya penjelasan yang detail dan terkodifikasi dalam RUU KUHAP jika ada perubahan peran tersebut. "Kalau jaksa juga menjadi penyidik tentu memperkuat polisi sebagai penyidik utama. Tentunya, nanti di KUHAP harus menjelaskan secara tegas sehingga ada sinkronisasi melalui kodifikasi. Harus kodeks, dijelaskan dalam kodifikasi bahwa memang diperlukan ikut serta menyidik," jelasnya.
Lebih lanjut, Gayus menyoroti perlunya kejelasan ruang lingkup penyidikan jika jaksa juga diberikan kewenangan tersebut. Ia mencontohkan kewenangan penyidikan KPK yang fokus pada tindak pidana korupsi. "Harus diperjelas, keikutsertaan penyidik itu harus jelas. Apa ruang lingkupnya? Kalau KPK tipikor (tindak pidana korupsi), menyidik tipikor. Nah, ini apa jaksa?" tanya Gayus.
RUU KUHAP dalam Prolegnas Prioritas 2025
RUU KUHAP telah disetujui menjadi RUU usul inisiatif DPR RI dalam Rapat Paripurna Ke-13 DPR RI Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024–2025. RUU ini juga masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 yang diusulkan Komisi III DPR RI. Pentingnya pembahasan RUU KUHAP semakin mendesak mengingat berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru pada tahun 2026.
Pasal 1 Ayat (1) KUHAP yang memberikan wewenang penyidikan kepada kepolisian menjadi dasar usulan Gayus. Ia juga merujuk pada Pasal 1 Ayat (6) huruf a dan b KUHAP yang mengatur wewenang jaksa sebagai penuntut umum. Menurutnya, kedua pasal ini perlu dipertahankan dan dikodifikasi dengan jelas dalam RUU KUHAP yang baru untuk menghindari ambiguitas dan konflik kewenangan.
Dengan demikian, usulan Gayus Lumbuun ini menjadi sorotan penting dalam pembahasan RUU KUHAP. Kejelasan peran dan kewenangan kepolisian sebagai penyidik utama diharapkan dapat memastikan efektivitas dan transparansi proses penegakan hukum di Indonesia.
Kesimpulannya, perdebatan mengenai peran polisi dan jaksa dalam penyidikan masih terus berlanjut. Usulan Gayus Lumbuun untuk mempertahankan peran utama polisi sebagai penyidik dalam RUU KUHAP didasari oleh aturan hukum yang ada dan menekankan pentingnya kejelasan tugas dan wewenang masing-masing lembaga penegak hukum untuk terciptanya sistem penegakan hukum yang efektif dan efisien.