Mencari Solusi Reforma Agraria: 5.873 Hektare Lahan Eks HGU PTPN II di Sumut Diperdebatkan
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dan Gubernur Sumut Bobby Nasution bahas solusi reforma agraria untuk 5.873 hektare lahan eks HGU PTPN II di Sumut, memastikan keadilan dan pemerataan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN), Nusron Wahid, beserta Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Bobby Nasution, baru-baru ini membahas permasalahan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II seluas 5.873 hektare. Pertemuan penting ini dilakukan di Kantor Gubernur Sumut pada Rabu lalu, bertujuan mencari solusi terbaik terkait reforma agraria di wilayah tersebut. Pembahasan ini melibatkan berbagai pihak terkait dan menjadi sorotan mengingat luasnya lahan yang dipermasalahkan.
Permasalahan lahan eks HGU PTPN II ini meliputi beberapa kabupaten/kota di Sumut. Rinciannya, Kabupaten Deli Serdang memiliki lahan seluas 3.366 hektare, Kabupaten Langkat 1.210 hektare, dan Kota Binjai 1.057 hektare. Menteri Nusron Wahid menegaskan bahwa lahan tersebut telah berstatus tanah negara bebas, bukan lagi milik PTPN II. Dengan demikian, Kementerian ATR/BPN memiliki wewenang penuh dalam pengelolaannya.
"Kami berdiskusi mencari solusi tentang reforma agraria, termasuk tanah eks HGU PTPN 2 seluas 5.873 hektare," ujar Menteri Nusron Wahid. Beliau menekankan pentingnya prinsip keadilan dan pemerataan dalam pendistribusian lahan ini. "Jangan sampai orang yang tidak berhak mendapat. Sebaliknya juga jangan sampai orang yang berhak mendapat, tetapi malah tidak mendapat," tegasnya. Rencana ke depan, akan diadakan rapat khusus bersama Gubernur Bobby Nasution dan bupati/wali kota terkait untuk menentukan langkah selanjutnya.
Reforma Agraria dan Penyelesaian Konflik Pertanahan
Pemerintah berkomitmen untuk menjadikan lahan eks HGU PTPN II seluas 5.873 hektare sebagai target objek reforma agraria. Langkah ini bertujuan untuk memastikan distribusi lahan yang adil dan merata kepada masyarakat yang berhak. Prosesnya akan dilakukan secara hati-hati dan transparan, dengan mempertimbangkan berbagai aspek hukum dan sosial.
Selain membahas reforma agraria, rapat koordinasi juga membahas penyelesaian konflik pertanahan di Sumatera Utara. Menteri Nusron Wahid menekankan pentingnya pendekatan "win-win solution" dalam menyelesaikan konflik tersebut. Hal ini berarti mencari solusi yang menguntungkan semua pihak yang terlibat, tanpa merugikan salah satu pihak.
Kementerian ATR/BPN berkomitmen untuk mencari pola penyelesaian yang tepat dan efektif. Proses ini akan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, masyarakat, dan pihak-pihak terkait lainnya. Tujuan utama adalah menciptakan stabilitas dan kepastian hukum di bidang pertanahan.
Percepatan Sertifikasi Tanah di Sumatera Utara
Rapat koordinasi juga membahas percepatan sertifikasi tanah di Sumatera Utara. Dari total empat juta hektare lahan di provinsi tersebut, lebih dari dua juta hektare (sekitar 54 persen) belum tersertifikasi. Pemerintah menargetkan peningkatan persentase tanah bersertifikat hingga 70 persen dalam kurun waktu empat tahun ke depan.
Program percepatan sertifikasi tanah ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan mendorong peningkatan perekonomian daerah. Menteri Nusron Wahid menekankan pentingnya menciptakan kondisi di mana masyarakat merasa bahagia dan terlindungi haknya, tanpa merugikan aset negara. "Masyarakatnya bahagia, tapi pemerintah tidak dirugikan, dalam arti tidak ada aset yang terdisrupsi," ujarnya.
Gubernur Sumut, Bobby Nasution, menyambut baik upaya Kementerian ATR/BPN dalam menyelesaikan permasalahan pertanahan di Sumatera Utara. Beliau berharap kehadiran Menteri Nusron Wahid dapat memberikan solusi yang efektif dan berkelanjutan bagi permasalahan yang kompleks ini.
Dengan adanya komitmen dari pemerintah pusat dan daerah, diharapkan permasalahan lahan eks HGU PTPN II dan percepatan sertifikasi tanah di Sumatera Utara dapat terselesaikan dengan baik, menciptakan keadilan, pemerataan, dan kepastian hukum bagi seluruh masyarakat.