Misteri Kredit Macet Ted Sioeng: Ahli Pertanyakan SOP Bank Mayapada
Ahli perbankan mempertanyakan standar operasional prosedur (SOP) Bank Mayapada dalam pemberian kredit kepada Ted Sioeng terkait kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana senilai Rp133 miliar.
Kasus dugaan penipuan dan penggelapan dana Bank Mayapada yang melibatkan pengusaha Ted Sioeng kembali menjadi sorotan. Ahli perbankan mempertanyakan standar operasional prosedur (SOP) pemberian kredit yang diterapkan oleh Bank Mayapada dalam kasus ini. Dugaan penyimpangan prosedur tersebut muncul setelah Ted Sioeng digugat pailit dan dilaporkan secara pidana atas tuduhan kredit macet senilai Rp133 miliar.
Nailul Huda, ahli perbankan dari Celios, mengungkapkan keheranannya terkait besarnya jumlah pinjaman yang diterima Ted Sioeng. "Yang saya heran adalah ketika dia dapat meminjam dalam jumlah yang besar, kemudian ada sangkut paut dan sebagainya, apakah memang sudah dilakukan proses dengan tepat dan sesuai dengan kaidah yang dijalankan oleh sebuah perbankan untuk memberikan sebuah kredit pembiayaan?" ujar Nailul kepada wartawan di Jakarta, Rabu (5/3).
Pertanyaan tersebut muncul di tengah adanya sejumlah kejanggalan dalam kasus ini, seperti ketidakadaan bukti dan saksi yang melihat langsung Ted Sioeng menandatangani formulir pinjaman, serta dugaan rekayasa akta surat hutang. Kejanggalan-kejanggalan ini semakin memperkuat kecurigaan akan adanya penyimpangan SOP dalam proses pemberian kredit oleh Bank Mayapada.
Kejanggalan Prosedur Pemberian Kredit
Nailul Huda menjelaskan bahwa seharusnya pemberian pembiayaan perbankan dilakukan dengan syarat yang ketat dan berlapis. "Perbankan harus bisa memenuhi unsur-unsur ketika mereka ingin pembiayaan bagi sebuah entitas bisnis, apalagi dalam jumlah yang cukup besar. Harus cek terlebih dahulu bagaimana collateral-nya, apakah benar kepemilikannya atas nama yang bersangkutan atau atas nama orang lain, izin usahanya, harusnya sudah dicek di awal," jelasnya. Hal ini menunjukkan adanya dugaan kelalaian dalam proses verifikasi dan validasi data debitur.
Senada dengan Nailul Huda, Piter Abdullah Rejalam, Direktur Eksekutif Segara Research Institute, menduga adanya penyalahgunaan operasional dalam proses pemberian pinjaman. Ia menekankan bahwa bank sebagai lembaga yang diatur secara ketat harus menjalankan SOP secara disiplin. "SOP-nya kan ketat. Kalau ada yang menyimpang dari SOP, sangat memungkinkan pelanggaran atau penipuan di luar prosedur bank. Kalau ada pegawai bank menyalurkan kredit tanpa SOP, berarti dia melanggar kebijakan bank," tegas Piter.
Piter juga mempertanyakan praktik peminjaman yang hanya didasarkan pada personal guarantee (PG). Menurutnya, meskipun mengenal pemilik perusahaan, bank tidak boleh memberikan pinjaman hanya berdasarkan jaminan pribadi. "Walau kenal pemilik juga tidak boleh meminjamkan seperti itu. Pemilik tidak boleh intervensi, ada aturan mengatasi pemilik tidak boleh seenaknya. Duit bukan milik pemilik bank, duit milik masyarakat," ujarnya. Hal ini menunjukkan adanya potensi konflik kepentingan yang perlu diinvestigasi lebih lanjut.
Dugaan Penipuan dan Penggelapan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ted Sioeng dengan pasal 378 dan pasal 372 KUHP atas tuduhan penipuan dan penggelapan senilai Rp133 miliar milik PT Bank Mayapada Internasional Tbk. Dakwaan tersebut mencakup pinjaman awal sebesar Rp70 miliar yang konon ditujukan untuk pembelian 135 unit vila di kawasan Taman Buah Puncak, Cianjur. Namun, Ted Sioeng membantah semua tuduhan tersebut.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan dan kepatuhan terhadap SOP dalam industri perbankan. Pemberian kredit yang tidak sesuai prosedur dapat berdampak serius, baik bagi bank maupun nasabah. Oleh karena itu, investigasi menyeluruh dan transparan diperlukan untuk mengungkap kebenaran dan memastikan akuntabilitas semua pihak yang terlibat.
Ke depan, diharapkan adanya peningkatan pengawasan dan penegakan aturan dalam pemberian kredit oleh perbankan untuk mencegah terjadinya kasus serupa. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam menjaga kepercayaan publik terhadap sektor perbankan.
Kasus ini juga menjadi pelajaran berharga bagi industri perbankan untuk terus meningkatkan kualitas risk management dan memastikan bahwa semua proses pemberian kredit dilakukan sesuai dengan peraturan dan SOP yang berlaku. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas dan kesehatan sistem keuangan nasional.