Pakar Unpad Tolak Perluasan Jabatan Sipil TNI: Ancam Profesionalitas!
Guru Besar Unpad, Muradi, menolak perluasan penempatan prajurit TNI di jabatan sipil di luar ketentuan UU TNI, karena dikhawatirkan akan mengancam profesionalitas dan fokus pertahanan negara.
Jakarta, 5 Maret 2025 - Perdebatan seputar perluasan penempatan prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam jabatan sipil kembali mencuat. Guru Besar Ilmu Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad), Profesor Muradi, memberikan pandangan kritis terkait wacana tersebut. Ia menekankan pentingnya berpegang pada Pasal 47 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, yang mengatur secara spesifik bidang-bidang sipil yang dapat ditempati prajurit TNI.
Menurut Profesor Muradi, perluasan penempatan prajurit TNI dalam jabatan sipil di luar ketentuan yang sudah ada berpotensi menimbulkan ancaman. Ancaman ini bukan hanya terhadap profesionalisme TNI, tetapi juga terhadap tatanan sipil. "Penempatan pada bidang-bidang lain, kalau enggak jelas, jadi akan mengancam. Ancaman itu bukan cuma ancaman militer terhadap sipil, melainkan mengancam militer jadi tidak profesional," tegas Profesor Muradi dalam wawancara dengan ANTARA.
Pernyataan Profesor Muradi ini muncul sebagai respon terhadap pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan UU TNI (RUU TNI) yang tengah berlangsung. Ia menilai, perluasan jabatan sipil untuk prajurit TNI lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya. Hal ini dikarenakan dikhawatirkan akan mengalihkan fokus prajurit dari tugas utama mereka, yaitu menjaga pertahanan negara.
RUU TNI dan Potensi Mudarat Perluasan Jabatan Sipil
Pembahasan RUU TNI, khususnya mengenai perluasan jabatan sipil bagi prajurit TNI, telah menjadi sorotan. Komisi I DPR RI telah menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) pada 3-4 Maret 2025 untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak, termasuk pakar dan lembaga swadaya masyarakat. Salah satu isu krusial yang dibahas adalah usulan agar anggota TNI diperbolehkan menduduki jabatan sipil di luar yang telah diatur dalam Pasal 47 ayat (2) UU TNI.
Profesor Muradi secara tegas menyatakan penolakannya terhadap usulan tersebut. Ia mengingatkan bahwa tugas utama prajurit TNI adalah membela negara, bukan menduduki jabatan sipil di berbagai sektor. "Mereka itu jadi tentara ya 'kan bukan pengin jadi petani, bukan pengin jadi ahli perhubungan, justru mereka adalah untuk membela negara," ujarnya menekankan pentingnya menjaga profesionalitas dan fokus TNI pada tugas pokoknya.
Beliau menambahkan bahwa perluasan jabatan sipil berpotensi mengurangi fokus dan profesionalisme TNI dalam menjalankan tugas pertahanannya. Hal ini dapat berdampak negatif terhadap kesiapsiagaan dan kemampuan TNI dalam menghadapi ancaman terhadap kedaulatan negara.
Pasal 47 Ayat (2) UU TNI: Batasan yang Penting
Pasal 47 ayat (2) UU TNI secara jelas menyebutkan institusi-institusi sipil tertentu yang dapat ditempati oleh prajurit TNI. Institusi-institusi tersebut secara langsung terkait dengan koordinasi politik dan keamanan negara, pertahanan, intelijen, dan lembaga-lembaga strategis lainnya. Dengan adanya batasan yang jelas ini, diharapkan dapat mencegah potensi konflik kepentingan dan menjaga profesionalisme TNI.
Menurut Profesor Muradi, perluasan tanpa kejelasan akan menimbulkan berbagai masalah, termasuk potensi penyalahgunaan wewenang dan penurunan kualitas kinerja baik di sektor sipil maupun militer. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya mempertahankan batasan yang telah ditetapkan dalam UU TNI agar profesionalisme dan fokus TNI pada tugas pertahanan negara tetap terjaga.
Kesimpulannya, perluasan jabatan sipil untuk prajurit TNI perlu dikaji secara mendalam dan hati-hati. Potensi mudarat yang ditimbulkan perlu dipertimbangkan secara serius agar tidak mengganggu profesionalisme dan fokus utama TNI dalam menjaga kedaulatan negara. Pasal 47 ayat (2) UU TNI menjadi acuan penting yang perlu dipatuhi untuk menjaga keseimbangan antara peran militer dan sipil.
Sumber: ANTARA