Paslon PSU Gorontalo Utara Boikot Debat, KPU Tetap Gelar Acara
Ketiga pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara memilih tidak hadir dalam debat publik Pemungutan Suara Ulang (PSU), dengan alasan efisiensi anggaran dan menghindari potensi konflik.
Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara 2024 menyisakan polemik. Ketiga pasangan calon (paslon) yang bertarung dalam PSU, yaitu Roni Imran (paslon 1), Thariq Modanggu dan Nurjana Hasan Yusuf (paslon 2), serta Mohamad Siddik Nur dan Muksin Badar (paslon 3), secara mengejutkan memilih untuk tidak menghadiri debat publik yang digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Sabtu, 12 April 2024. Ketidakhadiran ini menimbulkan pertanyaan dan beragam reaksi dari berbagai pihak.
Ketiga paslon memberikan alasan yang berbeda-beda, namun semuanya berpusat pada efisiensi anggaran dan potensi konflik. Roni Imran, paslon nomor urut 1, menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi memberikan pilihan antara kampanye atau debat, dan mereka memilih berkampanye. Ia juga menambahkan bahwa debat seharusnya diperuntukkan bagi paslon nomor urut 3 yang sempat berganti calon. "Jika calon bupati tersebut memilih tidak hadir dalam debat, maka kami pun tidak perlu hadir karena sebelumnya telah menyampaikan visi dan misi pada debat publik sebelumnya," ujar Roni.
Sementara itu, pihak paslon nomor urut 2 dan 3 menyampaikan alasan ketidakhadiran mereka melalui surat resmi kepada KPU. Paslon nomor urut 2, melalui LO Indra Nodu, menyatakan telah mengirimkan surat resmi. Sedangkan paslon nomor urut 3, melalui LO Efendi Dali, menjelaskan bahwa mereka telah menyampaikan pemberitahuan tiga hari sebelum debat, menginginkan efisiensi anggaran dan menghindari potensi gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).
Alasan Ketidakhadiran Paslon
Roni Imran dari paslon nomor urut 1 menekankan pilihan antara kampanye dan debat yang diberikan oleh putusan Mahkamah Konstitusi. Baginya, kampanye lebih efektif dan meminimalisir potensi pelanggaran. Ia juga menyayangkan keputusan KPU tetap menggelar debat. "Sekali lagi kami memilih melakukan kampanye untuk meminimalisir pelanggaran. Jangan sampai gara-gara ini, nanti ada PSU lagi," tegasnya.
Paslon nomor urut 2 dan 3 lebih fokus pada efisiensi anggaran daerah. Mereka berpendapat bahwa debat publik tidak perlu digelar mengingat kondisi keuangan daerah dan potensi konflik yang mungkin timbul. Efendi Dali, LO paslon nomor urut 3, menyatakan keprihatinan atas kondisi keuangan daerah dan berharap KPU dapat lebih berhemat.
Ketua KPU Gorontalo Utara, Sofyan Jakfar, mengakui bahwa debat publik tetap dilaksanakan meskipun tanpa kehadiran para paslon. Ia menjelaskan bahwa paslon nomor urut 2 menyampaikan alasan ketidakhadiran secara resmi dan tertulis, sedangkan paslon nomor urut 1 dan 3 menyampaikannya melalui telepon. Sofyan juga menambahkan bahwa paslon nomor urut 3 telah menghubungi KPU pada 10 April dan menyatakan ketidakikutsertaan mereka dalam debat.
Tanggapan Bawaslu
Bawaslu Gorontalo Utara, melalui Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Parmas, dan Humas (HP2H), Fadli Bukoting, menyatakan bahwa pelaksanaan debat publik merupakan metode kampanye yang difasilitasi KPU. Namun, terkait ketidakhadiran para paslon, Bawaslu masih akan mencermati lebih lanjut berdasarkan PKPU 13 Tahun 2024 tentang kampanye untuk memastikan apakah hal tersebut termasuk pelanggaran kampanye. Bawaslu baru mengetahui ketidakhadiran para paslon secara faktual saat debat berlangsung.
Ketidakhadiran ketiga pasangan calon dalam debat publik PSU Gorontalo Utara menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas proses demokrasi dan pengelolaan anggaran daerah. Meskipun KPU telah melaksanakan debat, ketidakhadiran para paslon tentu menjadi catatan penting dalam penyelenggaraan pemilu di daerah tersebut. Langkah Bawaslu untuk mencermati lebih lanjut hal ini berdasarkan PKPU 13 Tahun 2024 diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan.
Peristiwa ini juga menjadi sorotan publik, yang mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas penyelenggara pemilu. Debat publik seharusnya menjadi wadah bagi para calon untuk menyampaikan visi dan misi kepada masyarakat. Ketidakhadiran ini mengurangi kesempatan publik untuk menilai dan membandingkan program-program yang ditawarkan oleh masing-masing paslon.