Pemerintah Dorong Hilirisasi Sawit dalam Empat Tahapan untuk Kemajuan Ekonomi Berkelanjutan
Pemerintah Indonesia mendorong hilirisasi kelapa sawit melalui empat tahapan strategis untuk meningkatkan nilai tambah, daya saing global, dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Jakarta, 11 Maret 2024 - Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Rachmat Pambudy, mengumumkan strategi pemerintah dalam mendorong hilirisasi kelapa sawit melalui empat tahapan utama. Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah komoditas strategis ini, memperkuat ekonomi domestik, dan mendorong ekspansi ke pasar global. Pengumuman tersebut disampaikan dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor (IPB).
Rachmat Pambudy menekankan pentingnya hilirisasi sawit sebagai bagian integral dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Keempat tahapan yang diusulkan meliputi penguatan ekosistem industrialisasi, peningkatan kapasitas produksi domestik, penguatan daya saing industri untuk ekspansi global, dan pencapaian net export. "Kita harapkan bahwa hilirisasi sawit mendukung pertumbuhan tinggi dan berkelanjutan," tegasnya.
Potensi hilirisasi sawit sangat menjanjikan, mengingat posisi Indonesia sebagai produsen utama Crude Palm Oil (CPO) dunia, menguasai 68,7 persen dari total produksi global. Kebijakan pemerintah seperti program biodiesel B35 dan Makan Bergizi Gratis (MBG) juga turut mendorong peningkatan permintaan produk olahan sawit di dalam negeri.
Penguatan Ekosistem dan Peningkatan Produksi
Tahap pertama menekankan pada penguatan ekosistem industrialisasi sawit. Hal ini meliputi peningkatan infrastruktur, teknologi, dan riset untuk mendukung pengembangan industri hilir sawit yang lebih efisien dan berkelanjutan. Peningkatan kapasitas produksi untuk memenuhi kebutuhan domestik menjadi fokus tahap kedua. Pemerintah berkomitmen untuk memastikan ketersediaan produk olahan sawit yang cukup untuk pasar dalam negeri sebelum mengekspornya ke pasar internasional.
Dengan sistem integrasi seperti tumpang sari, agroforestry, dan Sistem Integrasi Sapi dan Kelapa Sawit (SISKA), perkebunan sawit dapat berkontribusi pada ketahanan pangan nasional. Sistem ini tidak hanya meningkatkan produktivitas pertanian tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan pendapatan petani.
Selain itu, pengembangan biofuel dari kelapa sawit akan mendukung ketahanan energi nasional dan pencapaian target bauran energi. Biomassa dari berbagai bagian kelapa sawit, termasuk serat, cangkang, tandan kosong, pelepah, dan batang replanting, dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif.
Penguatan Daya Saing dan Ekspansi Global
Tahap ketiga berfokus pada penguatan daya saing industri sawit Indonesia di pasar global. Hal ini membutuhkan peningkatan kualitas produk, inovasi, dan strategi pemasaran yang efektif untuk menembus pasar internasional yang kompetitif. Pemerintah akan mendukung upaya ini melalui berbagai program insentif dan fasilitasi.
Pencapaian net export menjadi tujuan akhir dari strategi hilirisasi sawit. Dengan meningkatkan nilai tambah produk sawit melalui pengolahan hilir, Indonesia dapat meningkatkan pendapatan devisa negara dan memperkuat posisi ekonomi globalnya. Pemerintah akan terus berupaya menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk menarik investasi asing dan mendorong pertumbuhan industri hilir sawit.
Penerapan ekonomi sirkular juga menjadi bagian penting dari strategi ini. Komponen-komponen kelapa sawit yang selama ini dianggap limbah akan diolah kembali menjadi produk yang bermanfaat, mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya.
Keberlanjutan dan Pengelolaan Lingkungan
Rachmat Pambudy juga menyoroti pentingnya pengelolaan perkebunan sawit yang berkelanjutan. Meskipun perkebunan sawit dapat menyerap karbon dan melepaskan oksigen, alih fungsi lahan dapat menyebabkan emisi karbon. Oleh karena itu, pemerintah akan terus mendorong penerapan praktik pertanian berkelanjutan, termasuk konversi lahan gambut, implementasi pertanian regeneratif, dan sertifikasi sawit berkelanjutan.
"Ketika terjadi alih fungsi lahan, maka sebenarnya terjadi emisi karbon yang keluar dari stok karbon...dan ini diperlukan pengelolaan sawit yang mendukung program pembangunan rendah karbon dengan konversi lahan gambut, implementasi pertanian regeneratif, dan sawit berkelanjutan," ujarnya.
Kesimpulannya, strategi hilirisasi sawit pemerintah Indonesia merupakan langkah strategis untuk meningkatkan nilai tambah komoditas ini, mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dan menjaga kelestarian lingkungan. Dengan implementasi yang tepat, strategi ini berpotensi untuk membawa Indonesia ke posisi yang lebih kuat di pasar global.