Pemerintah Dorong Pasar Karbon Lewat Perjanjian Timbal Balik
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berupaya meningkatkan pasar karbon Indonesia melalui perjanjian pengakuan timbal balik (MRA) dengan negara lain untuk menarik minat investor dan meningkatkan pendapatan negara.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) gencar mempromosikan pasar karbon Indonesia melalui perjanjian pengakuan timbal balik (Mutual Recognition Agreements/MRAs) dengan negara-negara lain. Upaya ini dilakukan karena pasar karbon dalam negeri masih belum semarak dibandingkan pasar karbon internasional. Hal ini disampaikan oleh Deputi KLHK bidang pengendalian perubahan iklim, Ary Sudijanto, dalam pertemuan dengan Komisi XII DPR RI, Selasa (26/2).
Menurut Sudijanto, volume perdagangan karbon Indonesia masih terbatas, dan harganya pun belum terlalu tinggi. "Pasar karbon yang kita bangun masih baru, belum dikenal oleh pembeli yang sudah familiar dengan konsep pasar karbon internasional," ujarnya. Pemerintah menawarkan berbagai skema perdagangan karbon kepada para pengembang melalui pasar karbon Indonesia, termasuk pendaftaran di Sistem Registri Nasional (SRN) dan penggunaan skema internasional yang sudah ada. Dalam perdagangan di pasar sekunder, pengembang dapat menggunakan bursa karbon Indonesia atau bursa karbon negara lain.
Sudijanto menekankan potensi pasar karbon untuk meningkatkan pendapatan negara. "Kita minta semua perdagangan karbon, baik internasional maupun domestik, tetap berada di Indonesia," tambahnya. Namun, ia juga menyoroti pentingnya pengawasan ketat untuk memastikan tercapainya target Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC). "Surplus NDC diharapkan masuk ke pasar karbon ini. Sertifikat penjualan karbon harus dipastikan tidak dihitung dua kali dan diklaim lebih dari satu pihak," tegas Sudijanto.
Strategi Penguatan Pasar Karbon Indonesia
Pemerintah Indonesia menyadari pentingnya penguatan pasar karbon untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca. Salah satu strategi yang dijalankan adalah melalui kerjasama internasional lewat perjanjian MRA. Dengan adanya perjanjian ini, diharapkan pasar karbon Indonesia dapat lebih dikenal dan menarik minat investor asing. Hal ini akan meningkatkan volume perdagangan karbon dan pada akhirnya berkontribusi pada pendapatan negara.
Selain itu, pemerintah juga memberikan fleksibilitas kepada para pengembang karbon dengan menawarkan berbagai skema perdagangan. Pengembang dapat memilih untuk mendaftar di SRN dan menggunakan skema internasional yang sudah ada atau menggunakan bursa karbon Indonesia. Hal ini diharapkan dapat memudahkan para pengembang dalam berpartisipasi di pasar karbon.
Sudijanto juga menjelaskan bahwa pengukuran Key Performance Indicator (KPI) bursa karbon akan disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang baru, terkait volume pengurangan emisi gas rumah kaca dari berbagai sektor. Ia menekankan pentingnya keterkaitan antara investasi pengurangan emisi gas rumah kaca dan capaian NDC. "Investasi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca tanpa pendanaan, jadi antara bagaimana kita mengimplementasikan nilai ekonomi karbon dan pencapaian NDC, itu seperti dua sisi mata uang yang harus ada," jelasnya.
Potensi Pasar Karbon di Daerah
Sudijanto mencontohkan potensi besar yang dapat diperoleh beberapa daerah dari perdagangan karbon, misalnya Jambi dan Kalimantan Timur yang diperkirakan mencapai US$70 juta. Dana tersebut telah disalurkan ke pemerintah daerah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dalam bentuk hibah, yang akan dibagi ke dalam komponen-komponen yang berkontribusi pada pengurangan emisi gas rumah kaca.
Penguatan pasar karbon menjadi kunci penting bagi Indonesia dalam mencapai target NDC. Dengan strategi yang tepat dan kerjasama internasional, diharapkan pasar karbon Indonesia dapat berkembang pesat dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional serta upaya mitigasi perubahan iklim. Pengawasan yang ketat juga diperlukan untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam perdagangan karbon.
Keberhasilan pengembangan pasar karbon Indonesia tidak hanya berdampak pada peningkatan pendapatan negara, tetapi juga akan mendorong investasi berkelanjutan di sektor-sektor yang ramah lingkungan. Hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dan berkontribusi pada upaya global dalam mengatasi perubahan iklim.
Tantangan ke depan adalah bagaimana memastikan agar pasar karbon Indonesia dapat bersaing dengan pasar karbon internasional. Pemerintah perlu terus melakukan inovasi dan meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak, baik dalam negeri maupun luar negeri, untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian, pasar karbon Indonesia dapat menjadi motor penggerak ekonomi hijau dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan.