Pemerintah Kaji Insentif Kendaraan: Tak Hanya Mobil Listrik, Hybrid Hingga Hidrogen Berpeluang
Pemerintah terus mengkaji pemberian insentif untuk semua jenis kendaraan, termasuk hybrid dan hidrogen, demi mengakselerasi industri otomotif nasional.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan pemerintah terus mengkaji pemberian insentif untuk semua jenis kendaraan. Insentif ini tidak hanya menyasar mobil listrik berbasis baterai (BEV), tetapi juga mobil dengan teknologi lain seperti hybrid hingga hidrogen. Pemerintah berharap langkah ini dapat mengakselerasi transformasi industri otomotif nasional menuju era elektrifikasi. Koordinasi intensif dilakukan dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian ESDM, dan Kementerian Keuangan untuk merumuskan kebijakan yang tepat.
Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Kemenperin, Mahardi Tunggul Wicaksono, menyampaikan pemerintah terus mengakselerasi transformasi industri otomotif nasional menuju era elektrifikasi melalui kebijakan insentif fiskal dan non-fiskal. Pemerintah telah menerbitkan berbagai regulasi strategis untuk mendukung target net zero emission (NZE). Salah satu instrumen kunci adalah penguatan regulasi yang mewajibkan pemenuhan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam proses produksi kendaraan bermotor.
“Melalui regulatory framework yang telah disusun, industri KBM yang memenuhi ketentuan local purchase dan TKDN dapat memperoleh insentif baik fiskal maupun non-fiskal. Ini menjadi langkah strategis dalam menciptakan industri otomotif yang mandiri dan berdaya saing,” ujar Mahardi Tunggul Wicaksono.
Insentif untuk Kendaraan Listrik dan Hybrid
Pemerintah telah menyiapkan program insentif perpajakan bagi perusahaan yang berkomitmen investasi di Indonesia. Insentif tersebut meliputi pembebasan bea masuk (BM) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn BM) untuk kendaraan listrik completely built up (CBU). Selain itu, insentif BM dan PPnBM juga diberikan untuk kendaraan listrik completely knocked down (CKD) dengan TKDN yang masih di bawah ketentuan roadmap. Tujuannya adalah mendorong percepatan realisasi investasi sambil menjaga kelangsungan industri lokal.
Industri otomotif yang memproduksi kendaraan hybrid dan tergabung dalam program low carbon emission vehicle (LCEV) juga mendapatkan insentif PPnBM DTP sebesar 3 persen. Insentif ini merupakan bentuk dukungan terhadap transisi bertahap menuju teknologi kendaraan yang lebih bersih. Tunggul menegaskan bahwa insentif-insentif ini merupakan stimulus penting dalam membangun ekosistem kendaraan listrik nasional yang terintegrasi, dari hulu ke hilir.
Tunggul menambahkan, insentif BEV CBU akan berakhir tahun 2025, sedangkan CKD akan dievaluasi. “Kami percaya, dengan sinergi regulasi, insentif, dan investasi, Indonesia mampu menjadi pemain utama dalam industri kendaraan masa depan,” katanya.
Dukungan Gaikindo dan Analisis Ekonom
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, mendukung evaluasi insentif otomotif demi memajukan industri nasional. Dalam jangka pendek, pemerintah bisa mengucurkan insentif pajak ke semua teknologi, mengingat porsi komponen ke harga mobil saat ini sangat tinggi, sekitar 50 persen. Kukuh berpendapat, dengan pemberian insentif, total penjualan mobil bisa meningkat, bahkan menyentuh titik optimal 3 juta unit per tahun, setara dengan Meksiko.
Kukuh mengakui, saat memberikan insentif, penerimaan negara bisa berkurang. Tetapi, ini akan ternormalisasi, begitu pasar mobil pulih. Menurut Kukuh, mobil hybrid juga menjadi bagian mobil elektrifikasi. Mobil ICE tidak bisa dikesampingkan, lantaran masih menjadi pilar industri mobil.
Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Riyanto, menyatakan pemberian insentif berkorelasi kuat dengan penjualan. Riyanto mencontohkan, dengan model regresi, penjualan BEV yang mendapatkan insentif 57 persen lebih tinggi dibandingkan yang tidak.
Riyanto menambahkan, pemerintah perlu memperluas insentif pajak, seperti PPN DTP ke mobil ICE, LCGC, hingga hybrid, dengan patokan emisi. Sebab, faktanya, emisi BEV berdasarkan metode well to wheel tidak lebih rendah dari hybrid. Ia yakin, efek insentif LCGC, HEV, dan ICE lebih besar ke ekonomi dibandingkan BEV. Saat ini, BEV menghadapi tantangan berupa kecemasan jarak tempuh dan keterbatasan infrastruktur stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU).
Pemerintah terus berupaya menciptakan kebijakan yang mendukung perkembangan industri otomotif nasional secara menyeluruh. Pemberian insentif untuk berbagai jenis kendaraan diharapkan dapat mendorong investasi, meningkatkan daya saing, dan mengakselerasi transisi menuju era kendaraan yang lebih ramah lingkungan.