Peneliti Jepang Kagum dengan Konservasi Bekantan di Pulau Curiak, Kalimantan Selatan
Peneliti dari Utsunomiya University, Jepang, terkesan dengan upaya konservasi bekantan di Pulau Curiak, Kalimantan Selatan, dan berharap adanya kolaborasi riset lebih lanjut.
Banjarmasin, 11 Mei 2024 - Sebuah tim peneliti dari Utsunomiya University, Jepang, yang terdiri dari Associate Professor Futoshi Ishiguri, Ikumi Nezu, dan Hikari Yokoyama, baru-baru ini mengunjungi Stasiun Riset Bekantan di Pulau Curiak, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Kunjungan ini bertujuan untuk mempelajari upaya konservasi bekantan (Nasalis larvatus) yang dilakukan di pulau tersebut.
Kunjungan tersebut disambut baik oleh Founder Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) Foundation, Dr. Amalia Rezeki. Menurut Dr. Rezeki, para peneliti Jepang sangat terkesan dengan Stasiun Riset Bekantan, baik dari segi fasilitas maupun ekosistem lahan basah yang terjaga kelestariannya. Mereka tertarik untuk mempelajari lebih dalam mengenai metode konservasi yang diterapkan di Pulau Curiak.
Selama kunjungan, tim peneliti berkesempatan mengamati langsung kehidupan kawanan bekantan, primata ikonik Kalimantan Selatan yang terkenal dengan hidungnya yang panjang. Kunjungan ini diharapkan dapat membuka peluang kerja sama riset antara Utsunomiya University dan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) di Kalimantan Selatan.
Upaya Konservasi Bekantan di Pulau Curiak
Dr. Amalia Rezeki, yang juga dosen di Program Studi Pendidikan Biologi ULM, mengungkapkan harapannya akan terjalin kerja sama yang lebih luas dengan Utsunomiya University, khususnya dalam bidang riset lahan basah dan mitigasi perubahan iklim. Ia melihat potensi besar kolaborasi ini untuk meningkatkan upaya konservasi bekantan dan lingkungan sekitarnya.
Sementara itu, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) ULM, Prof. Sunardi, menyampaikan rasa syukurnya atas keberadaan Stasiun Riset Bekantan sebagai pusat penelitian lahan basah. Ia menekankan pentingnya Pulau Curiak dalam menjaga kelestarian flora dan fauna, banyak di antaranya terancam punah. Prof. Sunardi juga memastikan komitmen ULM untuk berkolaborasi dengan Utsunomiya University dalam mengembangkan riset dan konservasi di Pulau Curiak.
Prof. Sunardi menambahkan bahwa kolaborasi ini akan melanjutkan inisiatif konservasi yang telah dirintis oleh Dr. Amalia Rezeki dan tim SBI bersama ULM. Hal ini menunjukkan komitmen bersama untuk melindungi habitat bekantan dan keanekaragaman hayati di Kalimantan Selatan.
Kesan Peneliti Jepang terhadap Pulau Curiak
Futoshi Ishiguri, salah satu peneliti dari Jepang, menyatakan kekagumannya terhadap Stasiun Riset Bekantan dan upaya pemulihan ekosistem lahan basah yang dilakukan. Ia terkesan dengan banyaknya pohon yang ditanam di Pulau Curiak, yang telah menciptakan habitat yang ideal bagi satwa liar.
Ishiguri juga mengapresiasi kontribusi manusia dalam menjaga kondisi ekologi Pulau Curiak. Menurutnya, upaya pelestarian yang dilakukan di pulau ini sangat mengagumkan dan patut dicontoh.
Kunjungan tim peneliti Jepang ini menandai langkah penting dalam upaya konservasi bekantan di Kalimantan Selatan. Kolaborasi internasional diharapkan dapat memperkuat upaya pelestarian primata langka ini dan ekosistem lahan basah yang menjadi habitatnya. Keberhasilan konservasi bekantan di Pulau Curiak dapat menjadi contoh bagi upaya konservasi di daerah lain.
Kerja sama ini diharapkan mampu menghasilkan temuan-temuan riset yang bermanfaat bagi upaya konservasi bekantan dan pengelolaan lahan basah secara berkelanjutan. Pulau Curiak, dengan kekayaan hayati dan upaya konservasinya yang terintegrasi, menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi dan komitmen dapat menghasilkan dampak positif bagi lingkungan.