Percepatan Registrasi Anak: Fokus pada Down Syndrome dan Penyakit Jantung Bawaan
Kementerian Kesehatan percepat registrasi anak, khususnya penyandang Down Syndrome dan penyakit jantung bawaan, untuk dasar kebijakan layanan kesehatan yang lebih akurat dan merata.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menekankan pentingnya percepatan penyelesaian data registrasi anak secara nasional. Fokus utama diarahkan pada anak-anak dengan kondisi khusus, seperti Down Syndrome dan penyakit jantung bawaan (PJB). Data ini akan menjadi landasan bagi kebijakan pelayanan kesehatan anak yang lebih akurat dan efektif.
Berdasarkan data Program Cek Kesehatan Gratis (CKG), sebanyak 400.000 bayi baru lahir telah menjalani skrining dini untuk enam jenis penyakit, termasuk hipotiroid kongenital. Dari jumlah tersebut, teridentifikasi sekitar 4.300 kasus PJB, menempati urutan kedua tertinggi setelah kelainan empedu. Angka ini mewakili sekitar 1 persen dari total bayi yang disaring. Menariknya, sekitar 50 persen anak dengan Down Syndrome juga tercatat memiliki PJB.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, dengan data yang kini telah lebih lengkap, termasuk identitas dan alamat anak, Kemenkes akan melakukan penelusuran lebih lanjut untuk mengidentifikasi berapa dari 4.300 kasus PJB tersebut juga mengidap Down Syndrome. Hal ini penting untuk menyusun strategi penanganan yang terintegrasi dan komprehensif.
Penanganan Down Syndrome dan PJB: Tantangan dan Solusi
Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa penanganan Down Syndrome saat ini masih bersifat semi-paliatif karena kondisi ini sudah ada sejak lahir. Pemerintah pun memperkuat kerja sama dengan berbagai organisasi, seperti NLR dan Persatuan Orang Tua Anak dengan Down Syndrome (POTADS), untuk memperluas edukasi dan layanan di seluruh Indonesia. RSAB Harapan Kita ditugaskan untuk menghimpun data dari RSUD di 514 kabupaten/kota yang menangani pasien Down Syndrome.
Rumah sakit tersebut juga akan menyusun program pelatihan bagi dokter daerah guna meningkatkan kualitas layanan di luar Jakarta. "Jangan hanya eksklusif di Jakarta," tegas Menkes Budi. Kesenjangan layanan akibat kondisi geografis menjadi perhatian serius pemerintah. Setiap rumah sakit penerima bantuan dituntut mampu memberikan layanan optimal bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Sebagai langkah nyata, Kemenkes juga mendukung inisiatif POTADS dalam menerbitkan buku "Tanya Jawab Seputar Penyakit Jantung Bayi, Anak, dan Remaja dengan Down Syndrome." Buku ini diharapkan dapat menjadi referensi penting bagi tenaga medis dan keluarga penyandang Down Syndrome.
Dukungan POTADS dan Harapan untuk Masa Depan
Ketua POTADS, Eliza Oktavianti Rogi, menyambut baik peluncuran buku tersebut. Ia menekankan pentingnya dukungan dari berbagai pihak, "Kami sebagai orang tua berusaha, tapi kami juga butuh dukungan dari luar." POTADS aktif memberdayakan keluarga penyandang Down Syndrome melalui edukasi dan kegiatan pendukung seperti Rumah Ceria.
Organisasi ini meyakini bahwa anak-anak dengan Down Syndrome dapat tumbuh menjadi individu yang produktif jika mendapatkan dukungan dan akses layanan yang memadai. Data POTADS menunjukkan terdapat sekitar 300.000 penyandang Down Syndrome di Indonesia, tetapi hanya sekitar 3.000 yang tercatat aktif dalam komunitas. Dengan dukungan Kemenkes dan Puskesmas hingga tingkat kelurahan, diharapkan semakin banyak keluarga yang mendapatkan edukasi, pendampingan, dan akses terhadap layanan kesehatan.
Eliza berharap peringatan Hari Down Syndrome Sedunia setiap 21 Maret dapat menjadi momentum untuk memperkuat sistem kesehatan yang inklusif dan berpihak pada semua anak. Peluncuran buku ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang menuju layanan kesehatan yang merata dan berkeadilan untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus, termasuk mereka yang mengidap Down Syndrome dan PJB.
Dengan adanya percepatan registrasi dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan tenaga kesehatan, diharapkan kualitas hidup anak-anak dengan Down Syndrome dan PJB di Indonesia dapat meningkat secara signifikan. Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mewujudkan layanan kesehatan yang inklusif dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat.