Perkuat Industri Dalam Negeri: Strategi Hadapi Tarif Impor AS
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, mendorong pemerintah memperkuat industri dalam negeri sebagai langkah strategis menghadapi tarif impor baru Amerika Serikat.
Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty, mendesak pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah-langkah strategis guna meminimalisir dampak negatif dari kebijakan tarif impor baru yang diterapkan Amerika Serikat (AS). Kebijakan ini, diumumkan Presiden Donald Trump pada Rabu, 2 April 2024, memberlakukan tarif timbal balik sebesar 32 persen terhadap sejumlah produk Indonesia, mengakibatkan defisit perdagangan AS ke Indonesia mencapai 14,34 miliar dolar AS pada tahun 2024. Langkah ini diambil sebagai respon terhadap defisit perdagangan yang signifikan antara kedua negara. Evita menekankan pentingnya strategi yang komprehensif untuk melindungi industri dalam negeri dan tenaga kerja Indonesia.
Evita, yang memimpin komisi yang membidangi perindustrian, UMKM, ekonomi kreatif, pariwisata, dan sarana publikasi, menyarankan agar pemerintah fokus pada penguatan sektor industri dalam negeri. Ia melihat momentum ini sebagai peluang untuk meningkatkan daya saing produk lokal dan mengurangi ketergantungan pada pasar AS. "Saran kami sebaiknya pemerintah fokus dengan kondisi dalam negeri, penguatan industri kita, sebab sekarang semua negara akan mencari pasar besar untuk ekspor produk mereka dan Indonesia menjadi salah satu tujuan utama. Ini yang menjadi concern kita, industri kita akan makin tertekan, dan taruhannya tenaga kerja," ujar Evita dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 4 April 2024.
Penguatan industri dalam negeri, menurut Evita, dapat dicapai melalui berbagai strategi. Hal ini meliputi peningkatan daya saing produk lokal dengan pemberian insentif, peningkatan kualitas produk ekspor, hilirisasi industri untuk nilai tambah yang lebih tinggi, dan pengembangan substitusi impor untuk mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor. Pertahankan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) juga dinilai penting sebagai perisai industri dalam negeri.
Penguatan Industri dan Diplomasi Perdagangan
Selain fokus pada industri dalam negeri, Evita juga mendorong pemerintah untuk melakukan negosiasi dan diplomasi perdagangan dengan AS. Hal ini termasuk melakukan komunikasi intensif di berbagai tingkatan, negosiasi langsung, dan persiapan langkah-langkah untuk menjawab permasalahan yang diangkat oleh pemerintah AS. "Kami meminta komunikasi terus dilakukan dengan pemerintah AS di berbagai tingkatan, melakukan negosiasi langsung, dan menyiapkan langkah untuk menjawab permasalahan yang diangkat oleh pemerintah AS," tegas Evita.
Indonesia juga didorong untuk memanfaatkan forum internasional seperti WTO dan ASEAN untuk menekan AS agar mempertimbangkan kembali kebijakan tarifnya. Kerjasama dengan negara-negara lain yang terkena dampak tarif serupa untuk membentuk strategi bersama juga dianggap penting. Selain itu, perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara yang lebih terbuka terhadap produk Indonesia perlu dipercepat.
Sebagai upaya diversifikasi pasar, Evita menyarankan perluasan ekspor ke negara-negara lain seperti Uni Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. "Kita juga perlu untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS dengan memperluas ekspor ke negara lain seperti Uni Eropa, Timur Tengah dan Afrika. Begitupun dengan upaya mempercepat perjanjian dagang dengan negara mitra untuk membuka peluang ekspor baru," tambahnya.
Diversifikasi Pasar Ekspor
Evita mengakui bahwa pasar AS selama ini menjadi andalan bagi sejumlah produk ekspor Indonesia, termasuk mesin dan perlengkapan elektronik, pakaian dan aksesoris, alas kaki, palm oil, karet dan barang dari karet, perabotan, ikan dan udang, serta olahan daging dan ikan. Namun, Indonesia juga perlu mempertimbangkan diversifikasi pasar ekspor. China dan India, misalnya, merupakan dua pasar utama ekspor nonmigas Indonesia selain AS. Ketiga negara ini berkontribusi sebesar 42,94 persen terhadap total ekspor nonmigas nasional pada tahun 2024.
Meskipun hubungan perdagangan dengan China dan India tergolong baik, Evita menekankan pentingnya mencari pasar baru dan membuka peluang ekspor baru. Hal ini bertujuan untuk memastikan keamanan ekspor Indonesia di tengah dinamika perdagangan global. "Dengan China dan India kita tampaknya cukup baik, tapi kita perlu mencari pasar baru dan membuka peluang ekspor baru sehingga ketika terjadi masalah produk ekspor kita tetap aman," pungkas Evita.
Langkah-langkah strategis yang komprehensif, baik dalam hal penguatan industri dalam negeri maupun diversifikasi pasar ekspor, menjadi kunci bagi Indonesia untuk menghadapi tantangan tarif impor baru dari AS dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.