Perlindungan Kawasan Karst: Jaga Keseimbangan Alam dan Berdayakan Masyarakat
Menteri LH Hanif Faisol Nurofiq tekankan pentingnya perlindungan kawasan karst di Gunung Sewu, Gunungkidul, sebagai upaya menjaga keseimbangan alam dan memberdayakan masyarakat.
Banjir akhir Maret 2025 lalu menjadi pengingat pentingnya pelestarian lingkungan. Menteri Lingkungan Hidup (LH)/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menekankan hal ini dalam kunjungannya ke Gunung Sewu, Gunungkidul, Yogyakarta, pada 21 April 2025. Kunjungan tersebut difokuskan pada upaya perlindungan kawasan karst dan pemberdayaan masyarakat sekitar.
Hanif menyatakan bahwa kawasan karst bukan sekadar bebatuan, melainkan sistem penopang kehidupan yang vital. "Bencana banjir yang terjadi akhir Maret 2025 kemarin harus menjadi peringatan. Karst bukan hanya batu - dia menyimpan air, menopang kehidupan, dan mencerminkan keseimbangan alam," tegasnya dalam siaran pers Humas KLH/BPLH. Upaya pelestarian ini juga merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam mendorong transformasi pengelolaan lahan bekas tambang.
Lebih lanjut, Menteri LH menyoroti transformasi positif yang dilakukan masyarakat sekitar Gunung Sewu dalam mengubah aktivitas penambangan yang eksploitatif menjadi upaya konservasi. "Masyarakat mencoba mentransformasikan diri dari kegiatan yang eksploitatif terhadap batu gamping menjadi konservasi, tidak gampang merubah hal ini, maka saya sangat mendukung dan menghargai yang telah dilakukan masyarakat di sini dalam menjaga keseimbangan ekosistem," puji Hanif.
Kawasan Karst Gunung Sewu: Regenerasi Ekologis dan Ekonomi
Kawasan karst Gunung Sewu seluas lebih dari 75.000 hektare merupakan kawasan lindung strategis nasional. Namun, aktivitas penambangan batu gamping di masa lalu telah meninggalkan dampak ekologis yang signifikan. Oleh karena itu, pendekatan regeneratif diadopsi, melibatkan KLH/BPLH, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk memulihkan lingkungan dan memberdayakan warga.
Pemulihan ini tidak hanya berfokus pada aspek ekologis, tetapi juga pada aspek sosial ekonomi. "Karst merupakan kawasan yang penting, karena stok karbon dunia, bila terganggu maka berbahaya, karena nilai karbonnya lebih tinggi daripada pohon," jelas Menteri Hanif, menekankan pentingnya menjaga kawasan ini.
Salah satu contoh keberhasilan transformasi adalah Pasar Ekologis Argo Wijil di Desa Gari, Kecamatan Wonosari. Bekas lokasi tambang aktif dari tahun 1976 hingga 2006 ini kini menjadi pusat ekonomi desa yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Pasar ini berhasil menghidupkan kembali ekonomi warga, melibatkan puluhan pedagang lokal, sebagian besar ibu rumah tangga dan mantan penambang. Hal ini menunjukkan keberhasilan integrasi upaya lingkungan dengan pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan Masyarakat: Kunci Sukses Pelestarian Lingkungan
Menteri Hanif menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam upaya pemulihan lingkungan. "Kita tidak bisa bicara soal pemulihan lingkungan kalau masyarakat yang tinggal di sekitarnya tidak diberdayakan. Kita juga di sini bukan hanya menanam pohon atau membangun embung, tetapi menanam harapan dan membangun kemandirian," katanya.
Model pengembangan Pasar Ekologis Argo Wijil dapat menjadi contoh bagi daerah lain dalam mengelola bekas lahan tambang dan memberdayakan masyarakat. Integrasi antara pelestarian lingkungan dan peningkatan ekonomi masyarakat merupakan kunci keberhasilan dalam upaya perlindungan kawasan karst.
Dengan pendekatan yang holistik ini, pemerintah berharap dapat menjaga keseimbangan ekosistem karst dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Upaya ini juga diharapkan dapat menjadi contoh bagi pengelolaan kawasan karst di daerah lain di Indonesia.
Keberhasilan program ini menunjukkan bahwa pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat dapat berjalan beriringan, menciptakan solusi berkelanjutan untuk masa depan.