Petani Tapin Inovasi Budidaya Cabai Hiyung Apung Antisipasi Cuaca Ekstrem
Kelompok Tani Karya Baru di Desa Hiyung, Tapin, Kalimantan Selatan, berinovasi dengan budidaya cabai hiyung apung untuk menjaga produktivitas di tengah cuaca ekstrem, khususnya musim hujan.
Petani di Desa Hiyung, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan, berjuang melawan cuaca ekstrem dengan inovasi terbaru dalam budidaya cabai. Kelompok Tani (Poktan) Karya Baru memulai proyek ambisius: budidaya cabai hiyung apung. Sebanyak 30 rakit bambu disiapkan sebagai media tanam, sebuah solusi cerdas untuk menghadapi tantangan musim hujan yang seringkali merendam tanaman.
Ketua Poktan Karya Baru, Junaidi, menjelaskan bahwa penanaman perdana cabai hiyung dengan metode apung ini direncanakan pada awal Februari 2025. "Hasil panen selama musim hujan memang kerap tidak maksimal karena tanaman terendam," ungkap Junaidi di Rantau, Rabu lalu, "dengan sistem apung kami optimistis produktivitas cabai rawit hiyung tetap terjaga." Inovasi ini diyakini akan menjadi solusi efektif untuk meningkatkan produktivitas.
Metode apung ini telah selesai dipersiapkan sebagai media tanam alternatif yang mampu menjaga produktivitas cabai, khususnya selama musim hujan. Rakit bambu yang digunakan sebagai dasar media tanam dilapisi mulsa dari tumbuhan supan, kemudian ditambahkan tanah dan gulma kayu apu sebagai media tanam utama. Teknik ini dirancang agar tanaman cabai tetap terlindungi dari genangan air.
Cabai hiyung sendiri merupakan varietas unik yang hanya tumbuh optimal di Desa Hiyung. Varietas ini dikenal dengan rasa pedasnya yang khas. Menanamnya di tempat lain akan mengurangi kepedasannya. Inovasi budidaya apung ini muncul sebagai jawaban atas kendala yang selama ini dihadapi petani Hiyung, yaitu tanaman cabai yang sering terendam air hujan.
Junaidi berharap, dengan sistem apung ini, produksi cabai hiyung tetap optimal meskipun lahan tergenang banjir. Ia optimis metode ini akan membantu meningkatkan pendapatan petani dan ketahanan pangan di wilayah tersebut. Sistem ini dirancang untuk menjaga agar tanaman tetap kering dan produktif bahkan saat hujan deras.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Tapin, Mohammad Triasmoro, memberikan apresiasi tinggi atas inovasi ini. Ia menyebut metode tanam apung sebagai langkah inovatif dan adaptif yang dapat ditiru daerah lain yang menghadapi masalah serupa. "Kami sangat mendukung inisiatif para petani dalam beradaptasi dengan kondisi alam," ujar Triasmoro. "Budidaya cabai rawit hiyung apung ini tidak hanya solusi jangka pendek, tetapi juga dapat dikembangkan lebih luas untuk memastikan ketahanan pangan daerah."
Pemerintah daerah berkomitmen memberikan pendampingan dan dukungan penuh agar inovasi ini berjalan optimal. Dengan metode tanam apung ini, Desa Hiyung berpotensi semakin memperkuat posisinya sebagai sentra produksi cabai rawit unggulan, tidak hanya di Kalimantan Selatan, tetapi juga di tingkat nasional. Keberhasilan ini diharapkan dapat menginspirasi petani di daerah lain untuk berinovasi dan beradaptasi terhadap perubahan iklim.