Pilkada: Arah Kepemimpinan Daerah di Ujung Tanduk, Perlu Revisi UU Partai Politik?
Sekretaris BSKDN Kemendagri sebut pilkada krusial tentukan arah kepemimpinan daerah; pakar soroti peran partai politik dan teknologi dalam mewujudkan pilkada yang efektif, efisien, dan demokratis.
Sekretaris Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Noudy R.P. Tendean, menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah (pilkada) memiliki peran sangat penting dalam menentukan arah kepemimpinan daerah. Pernyataan ini disampaikan dalam forum diskusi di Jakarta pada Selasa, 25 Februari. Diskusi tersebut membahas strategi kebijakan desain pilkada yang efektif, efisien, dan demokratis, mencakup berbagai tantangan dan solusi untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pilkada di Indonesia.
Berbagai pihak, termasuk pemimpin bangsa, peneliti, dan masyarakat, telah mengutarakan wacana peninjauan kembali sistem pilkada yang berlaku saat ini. Hal ini didorong oleh berbagai permasalahan yang muncul dalam pilkada serentak, mulai dari potensi konflik hingga tingginya biaya yang dibutuhkan. Forum diskusi tersebut bertujuan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan yang komprehensif, dengan mempertimbangkan perspektif nasional dan internasional.
Noudy menekankan pentingnya strategi yang mampu memastikan proses pemilihan yang berkualitas, transparan, dan demokratis. Sistem pilkada langsung yang saat ini diterapkan masih menjadi bahan kajian strategis, mengingat kompleksitas dan tantangan yang menyertainya. Diskusi ini menjadi langkah penting dalam upaya perbaikan sistem pilkada di Indonesia.
Peran Partai Politik dan Teknologi dalam Pilkada
Para pakar yang hadir dalam forum diskusi menyoroti beberapa aspek krusial dalam penyelenggaraan pilkada. Salah satu poin penting adalah pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi. Peningkatan kapasitas penyelenggara pilkada juga menjadi sorotan, dengan tujuan untuk mencegah kecurangan dan memastikan proses pemilihan yang adil.
Peneliti Kepemiluan dan Demokrasi Indonesia, Titi Anggraini, mengungkapkan bahwa akar permasalahan pilkada tidak hanya terletak pada mekanisme pemilihan, tetapi juga pada sistem politik, khususnya partai politik. Ia mendorong revisi Undang-Undang Partai Politik untuk menerapkan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) yang lebih transparan. "Menurut saya, hulunya ada di partai politik, selama partai politik tidak berbenah sulit mewujudkan pilkada yang benar-benar demokratis," ujar Titi.
Sementara itu, Executive Director Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, menekankan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap dinamika ketatanegaraan dalam konteks pilkada. Ia menjelaskan bahwa perdebatan antara pilkada langsung dan tidak langsung selalu ada, namun penting untuk melihat konstruksi UUD 1945 dan amandemennya sejak 1999-2022 untuk memahami penyelenggaraan pilkada yang demokratis.
Nisa juga menambahkan bahwa pilkada yang berkualitas membutuhkan dukungan kelembagaan yang profesional dan berintegritas, sehingga permasalahan terkait hasil pilkada dapat diselesaikan dengan baik. "Ada perkembangan ketatanegaraan yang terjadi sampai 2022 sehingga ada kebutuhan untuk menyelenggarakan pilkada yang lebih baik, lebih demokratis," jelas Nisa.
Digitalisasi Pilkada: Solusi Efisiensi dan Transparansi
Program Officer Perludem, Heroik M. Pratama, mengajukan digitalisasi sebagai solusi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pilkada. Ia mencontohkan pemanfaatan teknologi seperti E-Recap yang dapat mempercepat rekapitulasi hasil pilkada dan mengurangi biaya logistik serta biaya penyelenggara.
Dengan E-Recap, formulir C. Hasil di TPS dipublikasikan secara real time, bahkan dapat terhubung dengan kantor partai untuk memperoleh data. "Penggunaan E-Recap dapat menekan ongkos biaya politik pasangan calon untuk membayar saksi di TPS (Tempat Pemungutan Suara) karena formulir C. Hasil di TPS dipublikasikan secara real time bahkan bisa terhubung dengan kantor partai untuk memperoleh data," pungkas Heroik.
Kesimpulannya, penyelenggaraan pilkada yang efektif, efisien, dan demokratis memerlukan sinergi berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat dan daerah, partai politik, penyelenggara pilkada, dan masyarakat. Pemanfaatan teknologi dan reformasi sistem politik menjadi kunci untuk mewujudkan pilkada yang lebih baik di masa mendatang.