Polda Kaltim Tegas Tangani Kasus Kekerasan Seksual Anak, Menteri PPPA Apresiasi
Menteri PPPA mengapresiasi Polda Kalimantan Timur yang telah menahan tersangka kasus kekerasan seksual terhadap anak berusia dua tahun dan berharap penegakan hukum ini memberikan efek jera.
Jakarta, 17 Maret 2025 - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA), Arifah Fauzi, memberikan apresiasi tinggi kepada Kepolisian Daerah Kalimantan Timur (Polda Kaltim) atas penindakan tegas terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak berusia dua tahun. Pelaku, yang tak lain adalah ayah kandung korban, telah ditahan. Kasus ini terjadi di Kalimantan Timur dan berhasil diungkap melalui kerja sama berbagai pihak, termasuk KemenPPPA dan UPTD PPA.
Apresiasi ini disampaikan langsung oleh Menteri Arifah Fauzi di Jakarta pada Senin, 17 Maret 2025. Ia menekankan pentingnya langkah cepat dan tegas Polda Kaltim dalam menangani kasus ini. Peristiwa kekerasan seksual terhadap anak merupakan kejahatan yang sangat serius dan membutuhkan respon cepat serta hukuman yang setimpal bagi pelakunya.
Penetapan tersangka dilakukan pada Maret 2025 setelah proses penyelidikan yang cukup panjang dan melibatkan berbagai pihak. Proses tersebut dihadapkan pada berbagai kendala, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangat pihak kepolisian dalam melindungi masyarakat, khususnya anak-anak. Hal ini menunjukkan komitmen nyata negara dalam memberantas kekerasan seksual terhadap anak.
Proses Hukum dan Pendampingan Korban
Polda Kaltim melakukan serangkaian proses penyelidikan yang komprehensif. Proses ini meliputi pemeriksaan visum, pemeriksaan terhadap 16 saksi, asesmen oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), serta pemeriksaan psikologi forensik yang difasilitasi oleh KemenPPPA. Kerja keras semua pihak dalam proses ini patut diapresiasi.
Menteri Arifah Fauzi juga menyampaikan apresiasi kepada UPTD PPA Provinsi Kalimantan Timur dan UPTD PPA Kota Balikpapan atas pendampingan yang diberikan kepada korban dan keluarganya. Pendampingan ini memastikan kondisi anak tetap terjaga dan hak-haknya terpenuhi, termasuk pendampingan psikologis yang sangat dibutuhkan. UPTD PPA juga berperan penting dalam mendampingi pemeriksaan visum korban di rumah sakit.
Proses pendampingan korban dan keluarga menjadi bagian penting dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Pendampingan yang komprehensif dapat membantu korban memulihkan trauma dan memberikan rasa aman. Hal ini juga penting untuk memastikan agar korban berani untuk bersuara dan mendapatkan keadilan.
Pasal yang Dikenakan dan Efek Jera
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan pasal berlapis. Pasal 76D atau 76E UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dikaitkan dengan Pasal 81 dan/atau 82 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman yang berat diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah terjadinya kasus serupa di masa mendatang.
Menteri Arifah Fauzi berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Pentingnya kolaborasi antara kepolisian, pemerintah, dan masyarakat dalam melindungi anak-anak dari kekerasan seksual harus terus ditingkatkan. Dengan kerja sama yang solid, diharapkan mata rantai kekerasan seksual terhadap anak dapat diputus dan anak-anak Indonesia dapat tumbuh dan berkembang dengan aman dan nyaman. "Sebelum penetapan tersangka ini, banyak kendala yang ditemui, namun tantangan tersebut tidak mengurangi semangat pihak kepolisian untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat, khususnya bagi anak-anak kita. Hal ini juga menjadi bukti nyata komitmen negara dalam menindak tegas kasus kekerasan seksual terhadap anak," kata Menteri Arifatul Choiri Fauzi.
Saat ini, pelaku telah ditahan dan menjalani proses hukum lebih lanjut. Semoga keadilan dapat ditegakkan dan korban mendapatkan pemulihan yang optimal.