Polri Berkomitmen Basmi Citra 'No Viral, No Justice': Aksi Nyata Usai Kasus Penganiayaan dan Pemerasan Viral
Polri berkomitmen menghapus citra 'no viral, no justice' dengan menindak tegas anggota yang bermasalah dan meningkatkan respon terhadap laporan masyarakat, setelah kasus penganiayaan dan pemerasan viral di media sosial.
Kasus penganiayaan terhadap karyawati toko roti di Cakung, Jakarta Timur, dan dugaan pemerasan terhadap warga negara Malaysia di Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 yang viral di media sosial, menjadi sorotan tajam terhadap kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Ungkapan "no viral, no justice" merefleksikan kritik publik terhadap lambannya penanganan kasus sebelum viral. Kedua kasus ini terjadi pada Desember 2024, meskipun laporan kasus penganiayaan telah diajukan dua bulan sebelumnya, Oktober 2024. Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan besar: mengapa laporan baru ditindaklanjuti setelah viral di media sosial?
Kasus penganiayaan yang melibatkan anak pemilik toko berinisial GSH (35) terhadap karyawati berinisial DAD (19) baru mendapat penanganan serius setelah video penganiayaan tersebar luas di media sosial. Begitu pula dengan kasus dugaan pemerasan di DWP 2024 yang melibatkan oknum polisi dan meraup Rp2,5 miliar. Kedua kasus ini tidak hanya melukai hati masyarakat, tetapi juga merusak citra Polri dan citra Indonesia di mata internasional. Kejadian ini menimbulkan kecemasan publik terhadap kinerja polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat.
Kejadian ini mengundang pertanyaan mendasar: kemana masyarakat harus mengadu jika polisi, yang seharusnya menjadi pelindung, justru melakukan pelanggaran hukum? Kepercayaan publik terhadap Polri pun menjadi taruhannya. Survei periodik Litbang Kompas pada 24 Januari 2025 menunjukkan citra positif Polri hanya 65,7 persen, lebih rendah dari lembaga penegak hukum lain seperti Kejaksaan RI (70 persen). Rendahnya tingkat kepercayaan ini mendorong Polri untuk melakukan reformasi internal secara signifikan.
Upaya Polri Pulihkan Citra dan Kepercayaan Publik
Menanggapi rendahnya kepercayaan publik, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo menegaskan komitmennya untuk menindak tegas anggota yang melakukan pelanggaran, tanpa pandang bulu. "Kalau ada anggota yang melanggar, saya kira kita tidak pernah ragu-ragu lakukan tindakan tegas," tegas Kapolri. Hal ini dibuktikan dengan tindakan cepat Propam Polri dalam menangani kasus dugaan pemerasan di DWP 2024. Dalam waktu singkat, puluhan personel disidang etik, tiga dipecat, dan tiga lainnya mendapat hukuman demosi.
Propam Polri juga membuka meja pengaduan di Malaysia untuk menampung aduan terkait kasus pemerasan tersebut. Sementara itu, dalam kasus penganiayaan di Cakung, Polres Jakarta Timur langsung menangkap pelaku setelah video viral di media sosial. Kapolres Metro Jakarta Timur, Kombes Pol Nicolas Ary Lilipaly, juga menyampaikan permintaan maaf atas kesan lambannya penanganan kasus tersebut. Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen Polri untuk memperbaiki citra dan meningkatkan kepercayaan publik.
Selain penindakan tegas, Polri juga melakukan pembenahan internal. Divisi Propam membuka layanan pengaduan melalui WhatsApp (085555554141) dan aktif di media sosial, khususnya X (sebelumnya Twitter), untuk merespon laporan masyarakat secara cepat dan mencegah informasi yang salah berkembang. Kapolri juga menginstruksikan kapolres dan kapolda untuk membuat akun media sosial resmi guna memberikan respons cepat terhadap laporan masyarakat.
Inisiatif ini bertujuan agar laporan masyarakat ditangani dengan cepat, mencegah viralnya kasus di media sosial, dan menciptakan rasa aman di tengah masyarakat. Dengan demikian, diharapkan tidak ada lagi keresahan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Namun, perlu diingat bahwa langkah-langkah ini baru permulaan dalam reformasi kepolisian. Masih dibutuhkan upaya berkelanjutan untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
Langkah-langkah yang dilakukan Polri ini menunjukkan komitmen untuk memperbaiki citra dan meningkatkan kepercayaan publik. Namun, keberhasilan upaya ini bergantung pada konsistensi dan efektivitas pelaksanaan di lapangan. Masyarakat berharap agar Polri terus berbenah dan menjadi institusi yang benar-benar dapat diandalkan dalam menjaga keamanan dan ketertiban.