Program 3 Juta Rumah: Angin Segar atau Ancaman? Pengawasan Jadi Kunci!
Program 3 Juta Rumah Presiden Prabowo perlu pengawasan ketat agar kualitas rumah subsidi terjamin dan masyarakat terlindungi dari pengembang yang tidak bertanggung jawab.
Presiden RI Prabowo Subianto meluncurkan program tiga juta rumah, sebuah kebijakan yang diharapkan dapat memberikan solusi bagi masyarakat Indonesia yang belum memiliki tempat tinggal layak. Program yang dicanangkan ini bertujuan untuk menyediakan akses hunian bagi jutaan warga, namun implementasinya membutuhkan pengawasan yang ketat agar tidak menimbulkan masalah baru.
Kebijakan ini tidak hanya berfokus pada penyediaan jumlah rumah, tetapi juga menekankan pentingnya kualitas rumah yang dibangun. Rumah subsidi, baik rumah tapak maupun rumah susun (rusun), harus memenuhi standar kualitas yang layak huni dan aman bagi penghuninya. Hal ini penting untuk mencegah kejadian rumah subsidi yang tidak layak huni seperti yang ditemukan oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, misalnya, telah menjalankan program rusunami dan rusunawa sebagai bagian dari upaya mendukung program tiga juta rumah. Namun, keberhasilan program ini bergantung pada pengawasan yang efektif terhadap kualitas bangunan dan penyediaan infrastruktur pendukungnya.
Kualitas Rumah Subsidi: Prioritas Utama
Meskipun mengusung konsep subsidi, rumah yang dibangun harus memenuhi standar kualitas yang sama dengan rumah non-subsidi. Penggunaan material bangunan, seperti pondasi, besi, bata, dan atap, harus sesuai standar untuk menjamin keamanan dan keselamatan penghuni. Ketersediaan akses air minum dan listrik juga merupakan faktor penting yang tidak boleh diabaikan.
Sayangnya, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman masih menemukan sejumlah rumah subsidi yang belum layak huni. Masalah yang ditemukan beragam, mulai dari risiko banjir dan longsor hingga akses jalan yang buruk. Bahkan, ada kasus penghuni yang meninggalkan rumah karena ketidakpuasan terhadap kualitas bangunan.
Pemerintah telah menetapkan peraturan yang mewajibkan pengembang untuk bertanggung jawab atas kualitas rumah yang dibangun, termasuk fasilitas dan sarana pendukungnya. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 2947/KPTS/M/2024 tentang Desain Prototipe/Purwarupa Rumah Tinggal Sederhana menjadi acuan bagi pengembang dalam membangun rumah subsidi.
Pertimbangan Matang Pembeli Rumah Subsidi
Membeli rumah subsidi, meskipun mendapatkan bantuan pemerintah, tetap membutuhkan pertimbangan matang. Pembeli harus memperhitungkan kemampuan membayar cicilan KPR/KPA, serta kebutuhan hidup lainnya seperti pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Aksesibilitas ke fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, dan pasar juga menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan.
Kondisi perumahan yang sulit diakses atau minim fasilitas umum dapat meningkatkan biaya transportasi dan menyulitkan penghuni. Hal ini dapat menimbulkan masalah ekonomi bagi penghuni yang masih terbebani cicilan KPR/KPA. Oleh karena itu, pengembangan perumahan yang terintegrasi dengan transportasi publik (transit oriented development/TOD) menjadi solusi yang ideal.
Konsep TOD dapat mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi, sehingga dapat mengurangi kemacetan lalu lintas dan polusi udara. Jika lokasi transportasi publik jauh, pengembang dapat menyediakan layanan antar-jemput (shuttle) sebagai solusi alternatif.
Percepatan Program dan Peran Pengawasan
Perlindungan konsumen dalam program tiga juta rumah dilakukan secara berlapis. Pemerintah bertindak sebagai regulator, bank penyalur KPR/KPA dan BP Tapera sebagai penyalur subsidi, dan masyarakat sebagai pihak yang memeriksa langsung lokasi perumahan sebelum membeli. Bank dan BP Tapera berwenang untuk menolak penyaluran KPR/KPA jika aspek legalitas dan fasilitas dasar belum terpenuhi.
Edukasi kepada masyarakat juga sangat penting agar mereka dapat memeriksa kondisi lokasi perumahan, termasuk akses ke fasilitas umum dan keamanan dari bencana alam seperti banjir. Keberhasilan program tiga juta rumah membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat. Ketiga pihak harus bekerja sama untuk memastikan program berjalan lancar dan menghasilkan rumah-rumah yang layak huni.
Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman sedang merancang pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) untuk mengkoordinasikan program-program perumahan dan memastikan ketersediaan rumah bagi masyarakat. BP3 diharapkan dapat mengatasi permasalahan koordinasi dan pengawasan yang selama ini menjadi kendala dalam program perumahan subsidi. Dengan adanya BP3, diharapkan program tiga juta rumah dapat terwujud dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Indonesia.