Realisasi Penyerapan Gabah Bulog Sulselbar Tembus 512.000 Ton, Tertinggi dalam 10 Tahun!
Bulog Sulselbar berhasil menyerap 512.000 ton gabah petani hingga April 2025, capaian tertinggi dalam 10 tahun terakhir dan mampu memenuhi kebutuhan beras Sulsel hingga lima bulan ke depan.
Perum Bulog Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar) berhasil menyerap gabah petani hingga 512.000 ton pada April 2025. Capaian ini merupakan yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir, melampaui target awal dan berkontribusi signifikan terhadap ketahanan pangan nasional. Realisasi ini diungkapkan oleh Pimpinan Wilayah Perum Bulog Sulselbar, Fahrurozi, dalam rapat dengar pendapat di Gedung DPRD Sulsel, Makassar, Selasa (30/4).
Penyerapan gabah tersebut mencapai 366 persen dari target awal sebesar 139.000 ton. Fahrurozi menjelaskan, "Sampai 29 April 2025 penyerapan telah mencapai 512 ribu ton atau 366 persen dari target awal sebesar 139 ribu ton. Ini merupakan capaian tertinggi. Dari perbandingan tahun 2021, pengadaan selama satu tahun hanya mencapai 316 ribu ton." Capaian ini juga menunjukkan kontribusi besar Sulselbar terhadap target nasional, mencapai 55 persen dari target 579.000 ton.
Meskipun demikian, Bulog tetap menghadapi tantangan dalam menjaga kestabilan pasokan dan harga beras. Tidak semua wilayah di Sulselbar memiliki infrastruktur pasca panen yang ideal. Beberapa daerah, seperti Kabupaten Bone dan Jeneponto, masih kekurangan infrastruktur pengeringan dan penggilingan yang memadai, berpotensi menyebabkan penumpukan gabah saat panen raya. Sebaliknya, daerah seperti Sidrap dan Pinrang memiliki sistem pengolahan pasca panen yang modern, sehingga proses pengadaan berjalan lancar.
Infrastruktur dan Distribusi: Tantangan dan Solusi
Perbedaan infrastruktur pascapanen di berbagai wilayah Sulselbar menjadi sorotan utama. Kabupaten Bone dan Jeneponto, misalnya, masih menghadapi kendala infrastruktur pengeringan dan penggilingan yang kurang memadai. Kondisi ini berpotensi menyebabkan penumpukan gabah, terutama saat panen raya. Sebaliknya, daerah seperti Sidrap dan Pinrang yang telah memiliki pabrik pengolahan pascapanen modern, proses pengadaan berjalan lebih lancar.
Bulog menyadari pentingnya infrastruktur yang memadai untuk menunjang penyerapan gabah. Investasi dan pengembangan infrastruktur pengeringan dan penggilingan di daerah-daerah yang masih tertinggal menjadi langkah krusial untuk memastikan penyerapan gabah yang optimal dan mencegah kerugian petani.
Selain infrastruktur, distribusi juga menjadi perhatian. Fahrurozi mengungkapkan bahwa biaya pengangkutan gabah antarwilayah cukup tinggi, mencapai Rp12.000 per kilogram, bahkan lebih mahal daripada harga beras itu sendiri. Meskipun demikian, Bulog berkomitmen untuk tetap menjalankan fungsinya sebagai penyangga logistik nasional, memastikan ketersediaan beras kapan pun dan di mana pun dibutuhkan, "Kami diminta tidak hanya memastikan stok tersedia menjelang hari raya dan di luar momentum besar, tetapi memastikan keterjangkauan baik secara fisik maupun ekonomi," ujarnya.
Stok Beras dan Ketahanan Pangan
Perum Bulog Sulselbar saat ini mengelola 24 kabupaten/kota di Sulsel dan 6 kabupaten/kota di Sulbar, didukung oleh 11 kantor cabang dan 51 kompleks gudang. Bulog menguasai cadangan beras mencapai 437.000 ton, dengan kapasitas operasional gudang sekitar 354.000 ton. Berdasarkan data BPS, kebutuhan konsumsi beras di Sulsel berkisar 90.000-100.000 ton per bulan. Dengan stok yang ada, Bulog mengklaim mampu memenuhi kebutuhan masyarakat hingga lima bulan ke depan, bahkan dalam situasi darurat.
Keberhasilan Bulog Sulselbar dalam menyerap gabah petani memberikan kontribusi positif terhadap ketahanan pangan nasional. Stok beras yang memadai memastikan ketersediaan beras bagi masyarakat dan menjaga stabilitas harga. Hal ini penting, terutama dalam menghadapi potensi fluktuasi harga dan ancaman krisis pangan.
Namun, tantangan tetap ada. Distribusi yang merata dan efisien menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga stabilitas harga dan ketersediaan beras di seluruh wilayah. Penguatan infrastruktur pascapanen di berbagai daerah juga sangat penting untuk mendukung penyerapan gabah yang optimal dan mencegah kerugian petani.
Masalah Petani dan Saran Peningkatan
RDP tersebut juga menyinggung keluhan petani di Kabupaten Bone terkait dugaan penjualan hasil panen ke luar daerah, kemudian masuk kembali ke Bone dalam bentuk produk jadi untuk dijual kembali. Anggota Komisi B DPRD Sulsel, Andi Izman Maulana Padjalangi, meminta Bulog untuk memberikan solusi konkret atas masalah ini. "Ini tentu menjadi keresahan dan persoalan petani kita di Bone. Petani kita berharap segera ada solusi konkret dari Bulog untuk menyelesaikan masalah ini," katanya.
Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi Kerakyatan, Since Erna Lamba, menyoroti fokus Bulog yang dinilai terlalu terpusat pada daerah dengan produksi tinggi. Ia menyarankan agar penyerapan gabah dilakukan secara merata di semua kabupaten/kota di Sulselbar. "Makanya kita butuh penataan ulang sistem serapan gabah. Jangan hanya empat daerah. Mesti ada desain distribusi dan koordinasi bersama Dinas Perdagangan serta penguatan kerja sama antarwilayah, termasuk regional timur Indonesia hingga Jawa," sarannya.
Ke depan, Bulog perlu meningkatkan koordinasi dengan pemerintah daerah dan stakeholder terkait untuk mengatasi tantangan yang ada. Peningkatan infrastruktur, distribusi yang efisien, dan program yang berpihak pada petani akan memastikan keberlanjutan program penyerapan gabah dan menjamin ketahanan pangan nasional.