RI Masuk 12 Besar Kontributor Manufaktur Dunia, Nilai Tambah Capai Rp4,2 Kuadriliun!
Sektor manufaktur Indonesia mencatatkan nilai tambah tertinggi sepanjang sejarah, mencapai Rp4,2 kuadriliun dan menempati posisi ke-12 dunia, mengungguli negara-negara ASEAN lainnya.
Jakarta, 4 Mei 2024 - Indonesia berhasil menorehkan prestasi membanggakan di kancah industri global. Nilai tambah manufaktur (MVA) Indonesia mencapai angka fantastis, yaitu 255,96 miliar dolar AS atau setara dengan Rp4,26 kuadriliun (kurs Rp16.634), menempatkan Indonesia di posisi ke-12 sebagai kontributor terbesar dunia. Prestasi ini berdasarkan data theglobaleconomy.com, yang menunjukkan peningkatan signifikan sebesar 36,4 persen dibandingkan tahun 2022. Kenaikan ini menunjukkan peran vital sektor industri pengolahan dalam perekonomian nasional.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengumumkan capaian ini pada Minggu di Jakarta. Beliau menekankan bahwa angka ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia, sekaligus menegaskan posisi Indonesia setara dengan negara-negara maju seperti Inggris, Rusia, dan Prancis dalam hal output dan global value manufaktur. Kinerja Indonesia bahkan jauh melampaui negara-negara ASEAN lainnya, seperti Thailand dan Vietnam.
Keberhasilan ini tidak terlepas dari struktur industri manufaktur Indonesia yang terintegrasi, mencakup sektor hulu hingga hilir. Integrasi ini menghasilkan peningkatan nilai tambah yang signifikan dan berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Hal ini juga menunjukkan keberhasilan kebijakan industrialisasi nasional yang fokus pada hilirisasi sumber daya alam, peningkatan daya saing industri, serta dorongan terhadap pemanfaatan teknologi dan inovasi.
Dominasi Manufaktur Indonesia di ASEAN
Indonesia menunjukkan keunggulan signifikan dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. "Indonesia mengungguli jauh dibandingkan negara Asean lainnya, seperti Thailand dan Vietnam yang nilai MVA-nya hanya setengah dari nilai MVA Indonesia. MVA Thailand berada di posisi ke-22 dengan nilai 128 miliar dolar AS (Rp2,12 kuadriliun), sedangkan Vietnam di posisi ke-24 dengan nilai 102 miliar dolar AS (Rp1,7 kuadriliun)," ungkap Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita.
Keberhasilan ini menunjukkan strategi pemerintah dalam melindungi industri dalam negeri terbukti efektif. Kebijakan perlindungan pasar domestik dari produk impor telah memberikan dampak positif terhadap peningkatan MVA. Hal ini juga menunjukkan potensi besar Indonesia untuk terus meningkatkan daya saing di pasar global.
Lebih lanjut, Menperin juga menekankan pentingnya kebijakan strategis, pro-bisnis, dan pro-investasi untuk terus memacu value added manufaktur Indonesia. Dengan demikian, industri manufaktur Indonesia dapat semakin berdaya saing di kancah global dan terus berkontribusi bagi perekonomian nasional.
Strategi Menuju Manufaktur Berkelanjutan
Capaian MVA Indonesia yang fantastis ini tidak lepas dari sejumlah strategi yang dijalankan pemerintah. Salah satu strategi kunci adalah Making Indonesia 4.0, yang fokus pada penguatan struktur industri dalam negeri dan pemberian insentif kepada industri berorientasi ekspor dan substitusi impor. Pemerintah juga aktif memperkuat kemitraan internasional dan mendorong adopsi teknologi industri 4.0.
Selain itu, pemerintah juga berkomitmen membangun ekosistem industri hijau dan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan upaya global menuju ekonomi rendah karbon. Komitmen ini menunjukkan visi Indonesia untuk pembangunan industri yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Sektor manufaktur Indonesia berkontribusi sebesar 18,67 persen terhadap PDB Indonesia, menjadikannya sektor penyumbang terbesar. Hal ini menegaskan peran krusial sektor manufaktur sebagai penggerak utama pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan daya saing ekspor Indonesia. Potensi ekspor produk hilir bernilai tambah tinggi, seperti makanan-minuman, tekstil, logam, otomotif, dan elektronik, juga sangat besar.
Tren Positif dan Tantangan Ke Depan
Data theglobaleconomy.com menunjukkan tren positif MVA Indonesia sejak tahun 2019 hingga 2023, kecuali pada masa pandemi COVID-19. Nilai minimum MVA tercatat pada tahun 1983 sebesar 10,88 miliar dolar AS (Rp181 triliun), sementara nilai maksimum dicapai pada tahun 2023, yaitu 255,96 miliar dolar AS (Rp4,26 kuadriliun). Sebagai perbandingan, rata-rata MVA dunia adalah 78,73 miliar dolar AS (Rp1,3 kuadriliun), sedangkan rata-rata MVA Indonesia sejak tahun 1983 hingga 2023 adalah 102,85 miliar dolar AS (Rp1,71 kuadriliun).
Ke depan, Indonesia perlu mempertahankan momentum positif ini dengan terus meningkatkan daya saing industri, mendorong inovasi, dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan strategi yang tepat dan komitmen yang kuat, Indonesia berpotensi untuk terus meningkatkan kontribusinya di sektor manufaktur global dan menjadi pemain utama di pasar internasional.
Capaian ini merupakan bukti nyata dari kebijakan industrialisasi nasional yang tepat sasaran dan berkelanjutan. Indonesia siap untuk menghadapi tantangan global dan terus berkontribusi dalam pembangunan ekonomi nasional dan internasional.